NUSANTARANEWS.CO – Dalam kurun waktu tiga tahun, koalisi pimpinan Amerika Serikat yang beperang di Irak dan Suriah telah menewaskan sedikitnya 800 warga sipil tak berdosa sejak kampanye perang melawan ISIS dimulai pada tahun 2014 silam. Jumlah korban yang diklaim AS ini jauh lebih sedikit dibandingkan laporan yang didokumentasikan para pemantau dan kelompok HAM.
Lembaga-lembaga HAM internasional dan tim pemantau menyebutkan perang di Irak dan Suriah, koalisi pimpinan AS telah menewaskan hampir 6.000 warga sipil sehingga menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen AS untuk melindungi kehidupan sipil saat mereka melepaskan sejumlah serangan bom ke markas para miliitan di dua negara bertetangga tersebut.
Irak dan Suriah kini luluh lantak akibat perang yang tak berkesudahan. Perang di kedua negara tersebut nyaris melibatkan hampir semua negara-negara besar baik di kawasan regional maupun internasional. AS bahkan menjadi pemimpin pasukan NATO dalam perang di Irak dan Suriah, termasuk Australia dan Selandia Baru. Belakangan, China juga diketahui menerjunkan dua divisi pasukan khususnya ke Suriah bernama Tigers of Siberia dan Night Tigers, dengan dalih memerangi Islamic East Turkestan Movement.
- China Kirim Pasukan Khusus ke Suriah, Perang Bakal Kembali Berkecamuk
- China Menjadi Aktor Utama di Kawasan Timur Tengah
Dengan kata lain, perang di Irak dan Suriah nyaris melibatkan seluruh negara besar di dunia, termasuk Rusia dan Iran serta Arab Saudi.
“Kami terus mempertanggungjawabkan tindakan yang mungkin telah menyebabkan kerusakan dan kematian yang tidak disengaja bagi warga sipil,” ujar koalisi pimpinan AS dalam sebuah laporan bulanan dikutip The Guardian, Jumat (29/12/2017).
Kelompok pemantau Airwars menyebutkam, dari tahun 2014-2017, koalisi AS telah menewaskan paling tidak 5.961 warga sipil. Selama tiga tahun tersebut, koalisi AS juga telah melakukan lebih dari 28.000 kali melepaskan serangan bom. Hal ini tercatat dalam laporan sebanyak 1.790 laporan korban warga sipil selama dimulainya perang.
Pemerintah Irak dan Suriah telah mendeklarasikan kemenangannya melawan kelompok militan. Di Irak, kota terbesar yang bertahun-tahun dikuasai militan yakni Mosul telah di taklukkan. Demikian halnya kota besar di Suriah yakni Raqqa yang dikuasi militan juga telah berhasil direbut kembali.
Di Suriah Utara, kota-kota juga telah jatuh ke tangan pasukan pemerintah meskipun para militan tersebut didukung Turki. Seperti diketahui, Turki berada di barisan pasukan NATO yang kontra terhadap pemerintahan Bashar Al-Assad.
Koalisi AS diketahui memang membabi-buta dalam perang Suriah dan Irak. Menurut sebuah laporan, perang dikedua negara tersebut disebut-sebut sebagai perang paling tidak transparan dalam sejarah Amerika karena banyak laporan yang melihat warga sipil selalu menjadi korban dalam setiap kali serangan, dan selalu dibantah dan ditutup-tutupi. Kemarahan internasional semakin memuncak tahun 2017 atas sebuah serangan udara di distrik Mosul yang menyebabkan sedikitnya 150 raga sipil tewas.
Sementara itu, Amnesty Internasional menyebutkan bahwa sebanyak 5.805 warga sipil telah terbunuh karena aksi pasukan koalisi AS di Mosul antara 19 Februari hingga 19 Juni 2017. Aktivis lokal juga sempat melaporkan, pada akhir Juli dan minggu pertama Agustus 2017, koalisi melakukan dua pemboman massa. Sedikitnya 62 orang dilaporkan terbunuh dalam serangan udara di daerah pemukiman pada 26 Juli. Dua hari kemudian, 15 anggota keluarga termasuk anak-anak, terbunuh.
Pada tanggal 1 Agustus, para aktivis mengatakan, sekitar 50 orang tewas di kawasan Bousraya setelah serangan bom koalisi menghantam sebuah bangunan tempat tinggal.
- Serangan Pesawat Tempur Rusia Tewaskan 34 Warga Sipil Suriah
- Dua Kapal Selam Rusia Tembakkan 7 Misil Kalibr ke Basis Pertahanan ISIS di Suriah
- Setelah 2 Tahun Perang, Rusia Resmi Tarik Tentaranya dari Suriah
Artinya, koalisi AS memang sangat brutal dalam perang di Irak dan Suriah. Belum lagi soal keterlibatan Rusia yang belakangan membantu pemerintah Suriah lewat serangan-serangan udara dalam menghadapi militan. Setelah Suriah hancur lebur, Rusia menarik pasukannya pulang.
Saat ini diperkirakan masih ada sekitar seribu militan yang bertahan di Suriah. Dan dalam waktu bersamaan, pasukan China masuk untuk juga memerangi para militan, terutama kelompok Islamic East Turkestan Movement yang diklaim China bermarkas di Suriah. China menyebut, Islamic East Turkestan Movement merupakan sebuah kelompok teroris China yang sebagian besar terdiri dari separatis Uighur yang memiliki lebih dari 2.500 anggota dan berada di Suriah. (red)
Editor: Eriec Dieda