NUSANTARANEWS.CO – Juni lalu, Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz mengeluarkan dekrit yang menunjuk putranya Mohammed bin Salman sebagai putra mahkota sekaligus melengserkan Putra Mahkota sebelumnya Mohamad bin Nayef. Tak hanya itu, Mohamad bin Nayef juga dikabarkan menjadi tahanan rumah dan dilarang bepergian ke luar negeri.
Lebih lanjut Mohamad bin Nayef juga dicopot dari jabatan yang diembannya, termasuk sebagai Ketua Dewan Menteri dan Menteri Dalam Negeri.
Mohamad bin Nayef sebetulnya digadang-gadang bakal menggantikan posisi Raja Salman yang sudah memasuki usia 81 tahun. Pemimpin Garda Nasional Arab Saudi Miteb bin Abdullah juga sebelumnya digadang-gadang bakal menggantikan Raja Salman. Sayang, Pangeran Miteb menjadi korban reformasi politik ala Arab Saudi guna memperkokoh dinasti Abdul Aziz Ibn Saud. Ia dilengserkan dari posisinya dan digantikan Khaled bin Ayyaf sebagai pemimpin Garda Nasional. Pangeran Miteb adalah putra pilihan almarhum Raja Abdullah bin Abdul Aziz.
Korban lain dari reformasi politik Arab Saudi adalah Menteri Perekonomian Adel Fakieh. Ia digantikan Muhammad Al-Tuwaijri. Nama lain, Pangeran Alwaleed bin Talal. Miliarder Arab Saudi ini ditahan Komite Anti Korupsi pimpinan Pangeran Muhammad, bersama 11 pangeran lainnya atas tuduhan korupsi.
Baca juga:
- Arab Saudi Kembali Ke Monarki Absolut
- Bagaimana Nasib Mantan Putra Mahkota Arab Saudi Setelah Dicopot?
- MBS dan Visi 2030 Arab Saudi
- Lockheed Martin Kembangkan THAAD untuk Pertahanan Udara Arab Saudi
- Arab Saudi Pesan 44 Peluncur THAAD dan 360 Rudal
- Arab Saudi-Rusia Teken Pembelian S-400
- Arab Saudi Beli Empat Divisi S-400 Triumph Rusia
- Inggris Tetap Jual Senjata Ke Arab Saudi Meski Melanggar HAM
- Arab Saudi Sponsor Terorisme Dunia
Dengan kata lain, aksi bersih-bersih tokoh-tokoh terkemuka Arab Saudi ini merupakan wujud nyata ddari keinginan Raja Salman untuk mengembalikan Kerajaan Arab Saudi ke monarki absolut dinasti Ibn Saud. Kekuasaan terkonsentrasi sepenuhnya di tangan raja, yang telah mendelegasikan sebagian besar kekuasaan kepada anaknya, pangeran mahkota yang baru. Sebab, naiknya Pangeran Mohammed sebagai Putra Mahkota nyatanya memang mengesampingkan proses pengambilan keputusan serta mengurangi risiko politik yang melekat dalam sistem multipel yang penuh persaingan. Sehingga kini, ada kejelasan mutlak tentang suksesi dan pusat kekuasaan di Kerajaan Arab Saudi.
Selain itu, Pangeran Mohammed yang dikenal sebagai sosok pembaharu dianggap paling pas untuk memulai reformasi perekonomian Arab Saudi di bawah Visi 2030, sebuah blue print ambisius yang diluncurkan pada tahun 2016 guna mendiversifikasi dan memodernisasi ekonomi Arab Saudi agar tidak bergantung pada minyak.
Sebagai seorang Putra Mahkota termuda (32) dalam sejarah Arab Saudi, Pangeran Mohammed yang dikenal di barat dengan sebutan MBS, memiliki ambisi untuk membangun negerinya. Pertama, mendukung 100 persen program Visi Saudi 2030. Kedua, mendiversifikasi ekonomi Saudi dengan mengurangi ketergantungan pada sektor pendapatan minyak, dan menciptakan lapangan kerja di luar sektor minyak. Pangeran Mohammed berkeyakinan bahwa cadangan minyak Arab Saudi akan jauh lebih berharga di masa depan dengan munculnya bahan bakar alternatif dan teknologi energi terbarukan.
Kemudian, dengan Visi 2030, Pangeran Mohammed berusaha meng-uang-kan di muka cadangan minyak Arab Saudi sebanyak-banyaknya, sehingga nanti hasilnya akan dialokasikan untuk mengembangkan sektor non-minyak dan menginvestasikan aset luar negeri guna mengimbangi kerugian yang tak terelakkan dalam pendapatan minyak.
Dikutip NusantaraNews, salah satu langkah yang akan diambil Pangeran Mohammed adalah dengan memprivatisasi sebagian Saudi Aramco melalui penawaran umum perdana pada 2018.
“Langkah berikutnya adalah mengubah Arab Saudi menjadi negara dengan kekuatan militer utama regional yang mampu menghadapi ancaman eksternal, termasuk Iran. Untuk itu, Arab Saudi harus segera melepaskan diri dari ketergantungan perlindungan militer AS, yang telah bertahan sejak berakhirnya Perang Dunia II,” tulis NusantaraNews.
Terbaru, Arab Saudi dan Rusia menandatangani kesepakatan pembelian sistem pertahanan udara terpadu S-400 Rusia. Kesepakatan ini dicapai saat Raja Salman melawat ke Moskow September lalu dan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Tak hanya itu, Industri Milter Arab Saudi (SAMI) juga meneken Mou dengan eksportir senjata milik Rusia yakni Rosoboronexport dalam sebuah kontrak yang ditandatangani untuk pengadaan S-400, sistem Kornet-EM, TOS-1A, AGS-30 dan Kalashnikov AK-103. Dan pengadaan tersebut berdasarkan jaminan dari pihak Rusia untuk mentransfer teknologi dan melokalkan manufaktur serta pemeliharaan sistem persenjataan di Kerajaan Saudi.
Selain itu, Arab Saudi juga telah membeli berbagai jenis senjata dari Inggris termasuk pesawat tempur Typhoon dan Tornado serta bom terpandu dengan total nilai hampir US $ 4,5 miliar.
Di lain pihak, untuk menjaga keseimbangan Arab Saudi juga bekerjasama dengan Lockheed Martin untuk membantu peralatan pertahanan udara Arab Saudi (RSADF) mengembangkan Terminal Hingh Altitude Area Defense (THAAD). Kontrak ini dikabarkan telah diumumkan pada 5 September lalu.
Di samping itu, diangkatnya Pangeran Mohammed sebagai Putra Mahkota yang mengejutkan dunia ini, juga mendapat dukungan penuh dari pemimpin-pemimpin negara Arab lainnya seperti Sultan Qaboos (Oman), Raja Abdullah (Yordania), Presiden Mesir Abdel Fattah As Sisi dan Presiden Yaman Abdullah Rabbu Mansour Hadi. (ed)
Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews