KesehatanRubrika

Peringatan Hari Anak Nasional 2018 Dibayangi Kasus Stunting dan Anak Putus Sekolah

Anak Sekolah Dasar (Foto Istimewa)
Anak Sekolah Dasar (Foto Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Hari Anak Nasional diperingati tiap tanggal 23 Juli. Pada tahun 2018, peringatan Hari Anak Nasional boleh dibilang tak begitu mengembirakan lantaran terkuaknya kasus gangguan pertumbuhan pada anak (stunting) yang diderita balita Indonesia.

Kasus stunting di Indonesia mulai menjadi perhatian pemerintah pasca ratusan anak suku Asmat di Papua meninggal dunia akibat busung lapar dan gizi buruk pada April 2018 lalu. Para pengamat menyebut angka stunting akibat gizi buruk yang menimpa anak-anak Indonesia adalah yang terburuk dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.

Menurut data Bank Dunia, sebanyak 1 dari 3 anak di bawah usia 5 tahun menderita stunting. Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), ada 9 juta anak Indonesia mengalami stunting atau kekurangan gizi, baik di perdesaan maupun perkotaan. Fakta ini mencerminkan bahwa perkembangan otak terganggu yang akan mempengaruhi peluang masa depan anak-anak.

Baca juga: Sekitar 9 Juta Anak Indonesia Stunting, Ini Sebuah Tragedi Bung!

Stunting merupakan ancaman terhadap keberlanjutan generasi, sehingga bukan persoalan sepele. Menteri PMK Puan Maharani sendiri mengakui bahwa kasus malnutrisi seperti gizi buruk dan stunting masih merupakan persoalan besar di Indonesia. Ia mengingatkan, persoalan stunting tidak saja menganggu pertumbuhan tumbuh anak, tetapi juga dapat menghambat perkembangan kecerdasan, serta menimbulkan kerentanan terhadap penyakit tidak menular dan penurunan produktivitas pada usia dewasa.

Baca Juga:  Kemitraan Jobstreet by SEEK dan APTIKNAS Hadirkan Jutaan Lowongan Pekerjaan

Pemerintah pun melakukan berbagai cara untuk mengatasi kasus yang sangat memprihatinkan ini. Presiden Joko Widodo kemudian menggelar pertemuan dengan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/7) guna membahas stunting.

Baca juga: Lebih dari Lima Juta Anak di Indonesia Tidak Sekolah

Kementerian Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) kemudian mengajak kerjasama LIPI, Kementerian PPN/Bappenas, Kemenristekdikti, Kementerian Kesehatan, KKP, Kementerian Pertanian, Badan POM dan BSN menyelenggarakan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) pada 3-4 Juli 2018 untuk mengurai permasalahan stunting yang mengancam anak-anak Indonesia.

Stunting adalah akibat kemiskinan. Dan jika terus dibiarkan stunting dapat merugikan ekonomi Indonesia, hingga mencapai Rp 300 triliun per tahun.

Kasus kedua ialah anak putus sekolah. Data Yayasan Sayangi Tunas Cilik, mitra Save the Children menyebutkan bahwa sekitar 1 dari 7 anak usia sekolah, putus sekolah atau sama sekali tidak pernah bersekolah. Lebih dari 5 juta anak di Indonesia tidak sekolah lantaran miskin.

Baca Juga:  Pertama di Indonesia, Pekerja Migran Diberangkatkan dari Pendopo Kabupaten

Baca juga: Menentang Keras Pekerja Anak!

Selanjutnya, laporan Save the Children Internasional bertajuk The Many Faces of Exclusion menempatkan Indonesia di peringkat ke-105 sebagai tempat terbaik untuk anak tumbuh. Jauh tertinggal dibandingkan China (40), Thailand (85), Vietnam (96) dan Filipina (104).

Singapura dan Slovenia menduduki peringkat teratas bersama Norwegia, Swedia dan Finlandia sebagai negara lima besar yang paling ramah untuk anak. Delapan dari 10 negara dengan peringkat terburuk ada di Afrika Barat dan Tengah.

Dan celakanya, sekitar 1,2 miliar anak-anak di seluruh dunia hidup di negara yang terdampak konflik dan lebih dari 575 juta anak perempuan hidup di negara yang masih sangat bias gender.

Baca juga: Urgensi Pendidikan Karakter Kebangsaan Anak dalam Keluarga

Terlepas dari itu, peringatan Hari Anak Nasional, khususnya di Indonesia acap kali dilakukan dengan mengadakan perlombaan dan kegiatan bersama pada anak-anak sekolah tingkat SD, SMP hingga SMA. Yang pasti, pembinaan anak-anak yang notabene generasi penerus perjuangan bangsa perlu diarahkan untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran hak, kewajiban dan tanggungjawab kepada orang tua, masyarakat, bangsa dan negara.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Kembali Serahkan Bus Angkutan Pelajar di UPTD Kecamatan Sebatik

Hari Anak Nasional sebetulnya diadopsi dari resolusi Majelis Umum PBB yang merekomendasikan kepada semua pemerintahan di setiap negara agar meresmikan hari anak. Idenya ialah pemenuhan kebutuhan hak anak dan mewujudkan kesejahteraan anak. Indonesia kemudian mengeluarkan Keppres Ri Nomor 44 Tahun 1984 tentang Hari Anak Nasional tertanggal 19 Juli, dan sejak 23 Juli diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Anak Nasional.

Baca juga: Cegah Risiko Kesehatan Pada Perkawinan Usia Anak

Waktu itu Presiden Soeharto menimbang bahwa anak merupakan generasi penerus perjuangan bangsa dan negara. Karenanya anak harus memiliki bekal keimanan, kepribadian, kecerdasan, keterampilan, jiwa dan semangat kebangsaan serta kesegaran jasmani agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berbudi lihur, bersusila, cerdas dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. (red/nn)

Editor: Eriec Dieda & Alya Karen

Related Posts

1 of 3,053