Ekonomi

Menentang Keras Pekerja Anak!

pekerja anak, ilo, hari pekerja anak, menentang pekerja anak, pekerja anak indonesia, jumlah pekerja anak, hari pekerja anak sedunia, anak bekerja, kerja anak, nusantaranews
Pekerja anak (child labour). (Foto: Ist)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pada tanggal 12 Juni diperingati sebagai Hari Menentang Pekerja Anak Sedunia (World Day Againts Child Labour). Hari ini diinisiasi oleh organisasi buruh internasional (ILO) mengingat banyak anak di bawah umur di sejumlah negara diperkerjakan untuk mencari uang.

Pekerja anak secara definitif ialah sebuah istilah untuk mempekerjakan anak kecil. Istilah pekerja anak dapat memiliki konotasi pengeksploitasian anak kecil atas tenaga mereka, dengan gaji yang kecil atau pertimbangan bagi perkembangan kepribadian mereka, keamanannya, kesehatan, dan prospek masa depan.

Hari Menentang Pekerja Anak Sedunia diperingati tiap 12 Juni dimulai sejak 2002 silam. Menurut ILO, yang dikategorikan sebagai pekerja anak ialah kegiatan bekerja yang dilakukan oleh anak-anak yang dapat membahayakan mereka secara mental, fisik, sosial dan moral yang membuat mereka terhalangi untuk mengakses pendidikan. Adapun macam-macam kegiatan yang melibatkan anak-anak dalam bekerja di antaranya meminta-minta, porstitusi, tentara anak, jual beli anak, pornografi, hingga perdagangan obat-obatan terlarang.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Dalam sebuah paper yang diterbitkan ILO tahun 2017 bertajuk Hari Dunia Menentang Pekerja Anak dalam Konflik dan Bencana, Lindungi Anak Agar Tidak Menjadi Pekerja Anak disebutkan bahwa sebanyak 250 juta anak tinggal di daerah di daerah yang terdampak konflik bersenjata. Setiap tahun, hampir 70 juta anak terdampak bencana alam. Banyak dari 168 juta pekerja anak tinggal di daerah konflik dan bencana. Separuh dari 65 juta orang yang saat ini mengungsi akibat perang adaah anak-anak.

Disebutkan, adanya pekerja anak dalam konflik dan bencana merupakan pelanggaran hukum internasional, resolusi Dewan Keamanan (RDK) dan Konvensi PBB, termasuk Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja; Konvensi ILO No. 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; Rekomendasi ILO No. 71 tentang Organisasi Ketenagakerjaan dalam transisi dari perang ke perdamaian (sedang direvisi); serta Konvensi Hak Anak dan RDK 1612 tentang anak dan konflik bersenjata.

Baca Juga:  Harga Beras Meroket, Inilah Yang Harus Dilakukan Jawa Timur

Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2022 bebas dari pekerja anak. Untuk itu Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah mendeklarasikan program Zona Bebas Pekerja Anak di berbagai kawadsan industrial di seluruh Indonesia.

“Seluruh perusahaan di kawasan-kawasan industri tersebut dilarang keras melakukan rekrutmen dan mempekerjakan pekerja anak disemua bidang pekerjaan,” kata Direktur Pengawasan Norma Kerja, Perempuan dan Anak, Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3), Kemnaker, Amri AK.

Data ILO 12 Juni 2017 silam menyebutkan di Indonesia ada sekitar 1,7 juta pekerja anak. Ini adalah angka yang sangat fantastis, bagi negara yang sudah memiliki pelbagai instrumen legal untuk penghapusan pekerja anak secara khusus, maupun kebijakan terkait perlindungan anak secara umum. Misalnya Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuh Untuk Anak dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000. Bahkan pada tahun 2002 terbit Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak. Indonesia juga sudah memiliki Undang-undang tentang Perlindungan Anak sejak 2002 (UU 23/2002) dan direvisi pada tahun 2014 (UU 35/2014). (red/ed/nn)

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,050