Mancanegara

Merger dan Akuisisi Jadi Strategi Cina Muluskan Proyek Belt and Road Initiative

NUSANTARANEWS.CO, Hong Kong – Merger dan akuisisi menjadi strategi utama Cina menjalankan program inisiatif Belt and Road.

Sejak digulirkan pada 2013 silam, program Belt and Road (Jalur Sutera Baru) telah mendorong peningkatan kinerja perusahaan Cina untuk melakukan merger dan akuisi di 68 negara di seluruh dunia. Ke-68 negara itu akan menjadi prioritas Cina untuk dijadikan target utama kebijakan luar negeri Presiden Xi Jinping, di mana total merger dan akuisisi telah mencapai angka 33 miliar dolar AS melampaui capaian pada 2016 lalu yang hanya mampu menyentuh angka 31 miliar dolar AS.

Demikian data yang dirilis Thomson Reuters pada Senin (16/8/2017). Proyek Belt and Road adalah rencana ambisius Cina untuk menciptakan koridor ekonomi skala global yang membentang lebih dari 60 negara dengan tujuan ingin membantu negara lain dengan membangun basis industri. Cina berkepentingan besar memindahkan produksinya ke luar negeri, setidaknya di 68 negara tersebut.

Proyek Belt and Road di-launching di Gedung DPR RI pada 2013 silam oleh Presiden Xi Jinping. Tujuan skala besarnya ialah membangun jalur sutera modern yang menghubungkan Cina melalui darat dan laut ke Asia Tenggara, Pakistan dan Asia Tengah seterusnya ke Timur Tengah, Eropa dan Afrika.

Baca Juga:  Kamala Harris Khawatir Donald Trump Akan Memenangkan Negara Bagian "Tembok Biru"

Pada pertemuan puncak KTT Belt and Road di Beijing, Xi Jinping menjanjikan kucuran dana sebesar 124 miliar dolar untuk memuluskan program tersebut. Namun, belakangan Cina harus menghadapi kecurigaan di negara-negara Barat kalau program Belt and Road dimaksudkan lebih hanya untuk menegaskan pengaruh Cina daripada keinginan Beijing menyebarkan kemakmuran di seluruh negara-negara yang dilintasi Jalur Sutera.

Beijing berusaha keras menopang Yuan dengan membatasi arus modal di luar negeri dan menekankan akuisisi dengan skema pemberian utang untuk memastikan stabilitas keuangan.

Kini, Beijing juga tengah meninjau kesepakatan-kesepakatan secara rinci dan memperingatkan para kreditur untuk merinci pula eksposurnya terhadap akuisisi di luar negeri oleh beberapa perusahan raksasa Cina yang telah melakukan pembelian di luar negeri, termasuk Group HNA, Dalian Wanda Group dan Fosun Group.

Pengawasan peraturan yang meningkat dari akuisisi luar negeri terjadi setelah perusahaan menghabiskan 220 miliar dolar pada tahun 2016 untuk aset luar negeri, membeli segala sesuatu mulai dari studio film hingga klub sepak bola Eropa.

Baca Juga:  Blokade Laut Merah dan Serangan Rudal Yaman Terhadap Israel

Namun, pengawasan tersebut tidak berdampak pada pengejaran target perusahaan Cina di sepanjang koridor Belt and Road, karena investasi tersebut dianggap strategis bagi perusahaan maupun ekonomi Cina.

“Orang-orang berpikir dalam tentang pendekatan jangka panjang saat melakukan investasi di sepanjang negara-negara Belt and Road,” kata Hilary Lau, seorang pengacara dan mitra korporasi dan komersial di firma hukum Herbert Smith Freehills.

“Akuisisi juga didorong oleh kebijakan, ada dana yang dialokasikan oleh bank-bank Cina dan dana negara untuk kesepakatan Belt and Road,” katanya.

Data Thomson Reuters menunjukkan, tahun 2017 jumlah transaksi Cina yang menargetkan negara-negara di Jalur Sutera berjumlah 109, dibandingkan dengan 175 di keseluruhan tahun lalu dan 134 pada 2015.

Lebih jauh, perusahaan-perusahan raksasa Cina menikmati proses persetujuan yang relatif lancar untuk transaksi di sepanjang proyek Belt and Road karena regulator cenderung memasukkan mereka ke dalam posisi yang berbeda saat meninjau investasi keluar.

“Jika anda tergabung One Belt, One Road, itu menjadi kalimat pertama dalam dokumen. Ini adalah hal yang bijaksana untuk ditunjukkan sedari awal,” kata seorang regulator kepada Reuters yang meminta namanya dirahasiakan karena dia tidak berwenang untuk berbicara dengan media.

Baca Juga:  Pasukan Prancis Berlatih untuk Berperang dengan Rusia di Rumania

kesepakatan terbesar dari inisiasi Belt and Road tahun ini berasal dari sebuah pembelian konsorsium senilai 11,6 miliar dolar AS dari Global Logistics Properties yang berbasis di Singapura. Transaksi utama lainnya mencakup pembelian 8 persen kepemilikan saham di sebuah perusahaan minyak Abu Dhabi oleh raksasa minyak milik negara China National Petroleum Corp, dan akuisisi perusahaan logistik HNA Group senilai 1 miliar dolar AS.

Hilary Lau dari Herbert Smith Freehills mengatakan, akuisisi proyek Belt and Road didominasi di sektor energi dan infrastruktur.

“Kami telah melihat banyak kegiatan baru-baru ini di Indonesia, Malaysia dan Myanmar. Seluruh koridor Sri Lanka, India dan Bangladesh karena menghubungkan Timur dan Barat,” katanya. (ed)

Artikel Terkait:

  1. Inisiatif India Menandingi “One Belt One Road” Cina
  2. Akhirnya, Pelabuhan Strategis Sri Lanka Dikuasai China
  3. Strategi Baru Cina di Timur Tengah
  4. Pesan Global Cina dalam Latihan Perang di Laut Baltik

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 4