Politik

Menguji Kebenaran Agenda Politik Komunisme dan Khilafah di Pilpres 2019

calon presiden, capres, calon wakil presiden, cawapres, pilpres 2019, figur capres, figur cawapres, kandidat capres, kandidat cawapres, nusantaranews
(Foto: Ilustrasi/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaKomunisme dan khilafah adalah dua ideologi politik terlarang di Indonesia. Ideologi pertama dilarang melalui TAP MPRS XXV/1966 tentang Larangan PKI dan Paham Komunisme di Indonesia. Yang kedua dilarang melalui Perppu 2/2017 tentang Ormas yang telah disahkan DPR menjadi UU. Kedua ideologi tersebut dinilai bertentangan dengan Pancasila.

Kendati telah dilarang UU, ideologi tentu tak lantas mati. Artinya, meski secara organisasional kedua ideologi tersebut sudah tak memiliki tempat bernaung lagi, namun ideologi itu akan tetap hidup melalui kader-kader, simpatisan dan para pengikutnya.

Baca juga: Jokowi Terus Dibayangi Isu Komunisme dalam Pemberitaan di Media Cetak

Malah, kemungkinan lebih militan dalam memperjuangkan ideologi mereka karena menghadapi tantangan. Di satu sisi, mereka lebih sukar dideteksi karena sudah tidak memiliki organisasi lagi.

Memasuki tahun politik, terutama Pemilu 2019, eksistensi para pengikut paham komunisme dan khilafah menjadi menarik untuk diulas dan didiskusikan. Benar atau tidaknya keberadaan dan keterlibatan mereka di tahun politik, memang perlu dibedah dan diuji agar tidak menjadi komoditas politik bagi kepentingan tertentu. Atau menjadi hoaks. Inilah salah satu tujuan dari diskusi bertajuk Membedah Agenda Politik Komunisme dan Khilafah di Pilpres 2019 yang diselenggarakan Tim Litbang NUSANTARANEWS.CO pada Sabtu (13/10).

Baca Juga:  Debat Ketiga, Cagub Luluk Sorot Krisis Lingkungan di Jawa Timur

Baca juga: Islam dan Kekuatan Anti-Komunisme Didesak Galang Kekuatan

Tujuan lainnya, membedah kebenaran isu PKI dan HTI menjelang Pilpres 2019. Berikutnya, membedah pilihan politik keturuanan eks PKI dan simpatisan HTI di Pilpres 2019.

Diskusi publik tersebut semata-mata ingin mendudukkan persoalan secara empiris dan proporsional. Setiap anak bangsa perlu kiranya duduk bersama untuk saling bertukar pikiran tanpa emosional sehingga isu komunisme dan khilafah tidak lagi menjadi sekadar isu belaka. Dengan harapan, ke depan bangsa Indonesia tidak melulu terjebak isu yang berpotensi membuat perpecahan di kalangan masyarakat, apalagi sampai menciptakan disintegrasi bangsa.

Baca juga: Pemerhati: Hanya PKI dan Komunisme yang Merendahkan Peranan TNI!

Tim Litbang NUSANTARANEWS.CO

Baca juga: Komunisme (Sudah) Tak Layak Jual

Baca juga: Menakar Polemik Gagasan Khilafah

Baca juga: Awas Bahaya Laten Komunisme

Baca juga: Zuhairi Misrawi: Sistem Khilafah Berakhir Sejak Runtuhnya Turki Ustmani

Baca juga: KAHMI Jaya: Waspadai Komunisme Gaya Baru

Baca Juga:  Jadi Bulanan Serangan Hoaks, Pemuda Pancasila Dukung Gus Fawait Djos di Pilkada Jember

Baca juga: Rais Aam PBNU Pertegas Republik Indonesia Tanpa Sistem Khilafah

Baca juga: Pancasila Itu Sakti, Mahfud MD: Dilawan Makar dan Pemberontakan Selalu Menang

Related Posts

1 of 114