HankamTerbaru

Pemerhati: Hanya PKI dan Komunisme yang Merendahkan Peranan TNI!

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerhati Militer Eko Ismadi mengingatkan pernyataan Kapolda Riau Irjen Pol Nandang dan Kompol Abdul Mubin adalah sikap merendahkan peranan dan martabat Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sebelumnya Irjen Pol Nandang menyebut negara boleh tak ada tentara, tapi polisi harus ada. Sementara Kompol Abdul Mubil mengatakan TNI di perbatasan tidak ada kerjaan melainkan hanya makan dan tidur.

Eko mengingatkan, selama ini pihak yang benci dan tidak suka dengan TNI hanyalah PKI dan komunisme.

“Sebenarnya saya bangga dengan sikap kepolisian sekarang ini karena bila dibandingkan sikap dan perilaku polisi sebelumnya Polisi sekarang sudah jauh memiliki perubahan. Tetapi memang patut disayangkan perubahan itu tidak pada batas koridor kebangsaan Indonesia dan ideologi negara Indonesia,” kata Eko seperti dikutip dari catatan tertulisnya, Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Pernyataan Irjen Pol Nandang dan Kompol Abdul Mubin adalah sesuatu yang amat jauh dari kepantasan. Sebab, ucapan bernada miring itu merupakan wujud nyata dari upaya melemahkan TNI yang memiliki perang strategis menjaga kedaulatan NKRI, suatu peranan yang tidak dimainkan polisi karena memang bukan tupoksinya.

Menurut Eko, dewasa ini, upaya Polri mengambil-alih peranan TNI semakin menguat. Sebuah upaya yang sebetulnya memang sudah sejak lama dilakukan Polri tetapi masih menemui kegagalan.

Baca Juga:  Wabup Nunukan Buka Workshop Peningkatan Implementasi Reformasi Birokrasi dan Sistem Akuntabilitasi Instansi Pemerintah

Baca juga:

“Polisi di masa pemerintahan hasil Pilpres 2014, Polisi ingin berada di seluruh kegiatan militer seperti matra laut ingin mengambil-alih pengawasan laut. Untung saja TNI AL berhasil menghalau sehingga niat polisi hanya terwujud sebatas Polairut. Di TNI AU, polisi berhasil mengambil-alih aktifitas TNI AU di bandar udara dengan membentuk Polres, tetapi kenyataan warga asing ilegal justru bebas masuk Indonesia. Sekarang ini, polisi ingin mengambil-alih fungsi TNI dengan merekondisi dan mereposisi Brimob sebagai kekuatan militer. Bahkan sekarang polisi sudah menyebut dirinya prajurit Brimob, apa maksudnya?,” cetus Eko lagi.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Eko menuturkan, Polri saat ini ternyata masih sangat berambisi menggantikan peran TNI. Andai Polri ingat sejarahnya, kata dia, sudah barang tentu mereka akan sangat berterima kasih kepada TNI karena telah menjaga eksistensi Polri sepanjang sejarah Indonesia.

“Bangsa Indonesia sedang sibuk berjuang mengusir penjajah dan bertarung antara hidup dan mati mengorbankankan jiwa raga, petinggi polisi sibuk menyempurnakan organisasi dan status serta kedudukan organisasi polisi. Demikian pula bangsa Indonesia harus berjuang melawan PKI dan komunisme China di tahun 1965, polisi justru sibuk membela pemerintahan Soekarno yang nyata dibela komunis dan PKI, dan suasana ini berlangsung hingga tahun 1966. Untung saja ada polisi yang bernama Sukitman. Kalau saja tidak ada nama itu mungkin polisi sudah luluh lantak tidak berbekas. Dan diganti dengan anggota polisi baru seluruhnya. Ini yang harus dipahami oleh perwira dan anggota polisi,” uacapnya.

Oleh karena itu, Eko berharap pernyataan Irjen Pol Nandang dan Kompol Abdul Mubin adalah yang terakhir keluar dari polisi. Ia secara khusus menyayangkan pernyataan Kapolda Riau berpangkat jenderal itu. Kata Eko, jenderal adalah simbol kekuatan satuan dan integritas institusi. Bahkan, jenderal adalah tokoh masyarakat dan simbol kebanggaan daerah wilayah.

Baca Juga:  Bupati Paparkan Program Prioritas Saat Safari Ramadhan di Sebatik

“Sungguh sangat disayangkan bila ada jenderal yang bersikap seperti Kapolda Riau tersebut. Polisi harus belajar sejarah agar tidak terjerumus dalam permasalahan yang sama. Kita berharap memiliki Polisi yang mencerminkan kesejarahan bangsa Indonesia dan nasionalisme Indonesia. Dari permasalahan Indonesia, terlebih ingin mengulang peranan polisi dan Brimob di masa NASAKOM. Yang berarti polisi akan menjadi bagian dari PKI dan komunime masa kini,” terangnya.

Terakhir, Eko berharap polisi bisa belajar banyak tentang sejarah catatan TNI dan negara. TNI, kata dia, memiliki sejarah yang tidak sama dan memiliki keunikan sejarah yang tidak dimiliki militer negara lain di dunia.

“Dan ini jangan sampai polisi mencoba untuk merubah atau merebutnya karena perilaku tersebut adalah berlawanan dengan sejarah. Perilaku yang menyimpang dari sejarah akan membuahkan bahaya dan celaka. Kalau polisi di tahun 1965 masih ada Pak Hoegeng dan Sukitman menjadikan polisi jadi selamat dari konflik, kalau sekarang ada siapa?,” tandasnya. (ed)

Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews

Related Posts

1 of 73