NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Setelah sebelumnya dikritik berbagai pihak soal utang Indonesia yang tak terkendali, Kementrian Keuangan (Kemenkeu) RI kemudian merespon melalui siaran persnya, 23 Maret 2018. Dalam keterangan tertulis Biro Kemenkeu, Sri Mulyani menuding pihak-pihak yang mengkritik utang Indonesia tak paham akan keperluan negara. Dirinya menyebut dana daerah meningkat tajam dari tahun 2015 sampai 2018.
“Mereka yang membandingkan jumlah nominal utang dengan belanja modal atau bahkan dengan belanja insfrastruktur kurang memahami dua hal,” ungkap Sri Mulyani.
Pertama, belanja modal tidak seluruhnya berada di Kementrian/Lembaga Pemerintah Pusat, namun juga dilakukan oleh pemerintah daerah. Dana transfer ke daerah meningkat sangat besar, dari Rp.573,7 triliun pada 2015 menjadi Rp.766,2 triliun pada 2018. Sebagian yaitu sebesar 25 persen diharuskan merupakan belanja modal, meski belum semua pemerintah daerah mematuhinya.
Baca Juga:
Menkeu Sebut Ada Pihak yang Sengaja Ingin Membuat Rakyat Resah Lewat Isu Utang
Kemenkeu Akhirnya Ajak Publik Dudukkan Masalah Utang pada Konteks Kebijakan Ekonomi
Kedua, dalam kategori belanja insfrastruktur diperlukan institusi dan perencanaan yang dalam kategori belanja adalah masuk dalam belanja barang. Oleh karena itu, pernyataan bahwa ‘tambahan utang disebut sebagai tidak produktif karena tidak diikuti jumlah belanja modal yang sama besarnya’ oleh Kemenkeu dianggap sebagai kesimpulan yang salah.
Baca Juga:
Paradoks Utang Indonesia
Utang Indonesia, Aman atau Rawan?
“Ekonom yang baik sangat mengetahui bahwa kualitas institusi yang baik, efisien, dan bersih adalah jenis ‘soft insfrastructure’ yang sangat penting bagi kemajuan suatu perekonomian. Belanja institusi ini dimasukkan dalam kategori belanja barang dalam APBN kita,” tandasnya.
Pewarta: Alya Karen
Editor: Gendon W