Kolom

Muhasabah Kebangsaan: Bughot dengan Bertopeng Kalimat Tauhid

Budayawan Indonesia, Zastrouw Al Ngatawi. Foto: Instagram/Istimewa
Budayawan Indonesia, Zastrouw Al Ngatawi. Foto: Instagram/Istimewa

Oleh: Al-Zastrouw*

NUSANTARANEWS.CO – Sore ini saya dikejutkan dengan berita pembakaran kalimat tauhid yang dilakukan oleh Banser di Garut. Berita tersebut segera menjadi viral di medsos. Membakar emosi sebagian masyarakat sumbu pendek yang mudah tersulut emosi tanpa tabayyun, tanpa berpikir panjang. Segera saja cacimaki, hujatan bahkan ancaman dan intimidasi muncul dialamatkan pada Banser.

Saya sendiri awalnya merasa shock dan terkejut melihat berita tersebut di medsos, hampir saja saya terbakar emosi. Untungnya saya masih menyisakan sedikit akal sehat dan segera mencari informasi untuk melakukan tabayyun. Tanpa kesulitan berarti dengan cepat saya mendapatkan info tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Baca Juga:

Ternyata yang dibakar di Garut adalah bendera HTI, bendera ormas terlarang karena merongrong NKRI dan hendak mengganti dasar negara. Jadi jelas dan gamblang yang dibakar adalah simbol gerakan Bughot, bukan kalimat tauhid.

Atas kenyataan ini, maka dengan sedikit berpikir saja (tidak perlu dalam sampe berkerut) akan terlihat bahwa yang sebenarnya melecehkan kalimat tauhid adalah HTI. Kenapa? Karena telah menjadikan kalimat tauhid yang sakral, suci dan terhormat sebagai simbol gerakan politik yang profan, manusiawi dan duniawi. Artinya HTI telah mendegradasi kalimat tauhid yang menstinya dihormati dan dijunjung tinggi menjadi simbol gerakan politik yang posisinya sama dengan bendera-bendera politik lainya yang bergambar pohon, binatang atau grfis. Apalagi bendera yang ada simbol tauhidnya tersebut digunakan untuk melakukan bughot terhadap ideologi dan kedaulatan negara yang sah. Ini jelas tindakan yang kurang ajar dan menista kesucian kalimat tauhid.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

HTI boleh saja bermanuver untuk meyakinkan publik bahwa mereka bukan pemberontak karena tidak mengangkat senjata, tidak melakukan tindakan anarkhi dan sejenisnya. Tapi berbagai manuver dan gerakan politik mereka dalam menyebarkan ideologi dan sistem khilafah telah menjadi bukti yang tak terbantahkan dan terang benderang bahwa tindakan mereka telah mengancam kedaulatan dan ideologi negara. Apa yang dilakukan HTI tersebut sudah tergolong bughot (makar) meski dilakukan tanpa kekerasan, tibdakan anarkhi dan perlwanan senjata.

Sebagaimana disebutkan Khatib Syarbini dalam kitab al-Iqna” Fi Halli Alfazh Abi Syuja’, bughat adalah menentang pemerintah/penguasa yang sah dengan gerakan mengumpulkan logistik, wacana, massa, senjata dan sejenisnya. Apa yang dilakukan HTI sudah memenuhi kriteria ini. Hanya mengumpulkan senjata saja yang kelihatannya belum dilakukan HTI.

Dalam Islam bughat itu hukumnya haram, bahkan terhadap penguasa sejenis Fir’aun sekalipun (QS Thahaa; 43-44). Dan ummat Islam diperintahkan taat terhadap ulil amri yaitu pemerintah yang sah (QS. An-Nisa’; 59). Atas dasar ini para ulama sepakat memberikan hukuman berat pada para pemberontak, bahkan hukuman mati.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Dalam konteks Indonesia, NU memiliki sikap tegas terhadap kaum yang melakukan bughot seperti yg dilakukan terhadap PKI maupun DI/TII. Artinya meski menggunakan simbol dan atasnama agama sekalipun jika memberontak pada negara dan sistem pemerintahan yang sah maka harus ditindak tegas. Dan sikap itu terus dilakukan NU secara konsisten termasuk terhadap HTI. Dengan demikian jelas dan tegas bahwa yang dihadapi Banser bukan Islam tapi HTI yang bughot dan dinyatakan sbg Ormas yerlarang. Yang dibakar bukan kalimat tauhid tapi bendera HTI yang telah mendegradasi kalimat Tauhid.

Tindakan membakar bendera tersebut sebenarnya merupakan tindakan yang bijak untuk menghindari terjadinya pelecehan dan penyalahgunaan lebih lanjut. Hal seperti ini lazim terjadi, misalnya qur’an yang sudah usang atau kitab-kitab tua yang ada kalimat tauhid maka lebih baik dibakar atau ditanam dalam tanah daripada dibiarkan berserakan yang justru bisa diinjak, disalah gunakan atau jatuh ke comberan. Tindakan seperti ini juga pernah di lakukan khalifah Utsman yang memebakar naskah al-qur’an selain muhaf utsmani demi menjaga terjadinya penyalahgunaan.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Jadi jelas di sini terlihat bahwa pembakaran bendera HTI di Garut bukanlah penistaan terhadap kalimat Tauhid tetapi justru memyelamatkan kalimat tauhid yang sudah dinistakan oleh HTI karena dijadikan sebagai topeng untuk melakukan bughat terhadap pemerintah yang sah dan merongrong kedaulatan dan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Orang-orang yang marah terhadap tindakan Banser yang membakar bendsra HTI bisa digolongkan menjadi beberapa katagori; pertama orang yang tidak faham sehingga menyamakan kalimat tauhid atau Islam dengan HTI, kedua, orang yang berpikir pendek dan dangkal sehingga hanya mengandalkan emosi dan kemarahan; ketiga pemain politik yang hendak mengambil keuntungan dari issu ini dan terakhir adalah kemlompok pendukung HTI yang marah karena topengnya terbuka.

Bagi yang berpikir jernih dan bernalar cerdas akan melihat persoalan ini dengan senyum damai. Karena mereka tahu bahwa apa yang terjadi.merupakan bentuk sikap tegas terhadap pemberontak bertopeng kalimat tauhid.

Dari beberapa kompok tersebut, kira-kira dimanakah dirimu berada?

*Al-Zastrouw (Zastrouw Al Ngatawi), penulis merupakan budayawan Indonesia. Pernah menjadi ajudan pribadi Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid. Juga mantan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU periode 2004-2009.

Related Posts

1 of 7