Politik

Jejak Rekam Joko Widodo Bungkam Kritik Preseden Buruk Kehidupan Demokrasi di Indonesia

bungkam demokrasi, alat penguasa, polisi alat penguasa, persekusi, kriminalisasi, aspirasi masyarakat, nusantaranews
ILUSTRASI – Persekusi dan kriminalisasi. (erepublik.com)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mengkritik Joko Widodo dalam kapasitasnya sebagai seorang presiden tampaknya tidak diperbolehkan oleh para pendukung bekas wali kota Solo itu. Demokrasi yang menjadi simbol era reformasi dibunuh begitu saja oleh mereka yang tengah berkuasa, sekurang-kurangnya dalam kurun waktu empat tahun terakhir.

Mengemukakan aspirasi dan pendapat, termasuk berupa kritik, merupakan tindakan sah serta dilindungi UUD 1945 (konstitusi). Namun ironisnya, ketika sebagian masyarakat melemparkan kritik kepada Joko Widodo, dengan mudahnya sang pengkritik dilaporkan ke pihak berwajib, bahkan tak jarang dikriminalisasi.

Baca juga: Fahri Hamzah: Bahaya Apabila Semua Dilawan Pakai Polisi

Kalangan elit terlalu menganggap remeh persoalan ini. Dan parahnya, mereka malah menganggap upaya pembungkaman kritik tersebut hal wajar dan lumrah.

“Kegagalan terbesar bangsa ini adalah gagal menemukan pemimpin yang berfikir (ontologis), mampu menerjemahkan (epistemologis) dan juga bisa men-deliver menjadi nyata (aksiologis),” ujar kritikus Natalius Pigai.

Selama Joko Widodo menjadi presiden, banyak kasus pembungkaman kritik dilakukan. Bagi siapa saja yang melancarkan kritik, tak lama berselang aparat keamanan segera datang menjemput dan mencampakkan mereka ke dalam sel. Kasus ini pernah menimpa sejumlah aktivis tanah air seperti Bambang Tri, Alfian Tanjung, Buni Yani, Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Ratna Sarumpaet, Adityawarman, Eko, Alvin, Firza Huzein, Sri Bintang Pamungkas, Rizal Kobar, dan Jamran. Mereka ditangkap atas sangkaan melanggar pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP. Namun, kepolisian terpaksa harus menampar muka sendiri lantaran tidak menemukan bukti.

Baca Juga:  Dukung Di Munas Golkar 2024, Satkar Ulama Jawa Timur Beber Dukungan Untuk Airlangga

Baca juga: Membungkam Demokrasi, Menggali Liang Lahat Kuburan Sendiri

“IPW mendesak polisi perlu menjelaskan secara transparan aksi makar seperti apa yang akan mereka lakukan. Sebab, beberapa waktu lalu Polda Metro Jaya juga sudah menangkap sejumlah tokoh kelompok nasionalis dengan tuduhan makar. Sekarang, polisi kembali menangkap sejumlah tokoh Islam dengan tuduhan makar. Jika mengikuti pola pikir Polda Metro ini, berarti ada dua kelompok yang hendak melakukan makar, yakni kelompok nasionalis dan kelompok agama,” kata ketua presidium Ind Police Watch (IPW), Neta S Pane, Jumat (31/3).

Tak hanya itu, penangkapan tokoh-tokoh agama juga marak terjadi pada tahun 2017. Sebut saja di antaranya Muhammad Al-Khaththath, Zainuddin Arsyad, Irwansyah, Diko Nugraha dan Andry.

Baca juga: Benarkah Polisi Sudah Jadi Alat Penguasa untuk Bungkam Demokrasi?

Fenomena pembubaran pengajian tak kalah heboh. Ustadz Abdul Somad adalah salah satu pendakwah yang pernah mengalami tindakan kriminal tersebut di sejumlah daerah.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Upaya pembungkaman kritik juga dilakukan terhadap Neno Warisman, Ahmad Dhani serta sejumlah aktivis gerakan 2019 ganti presiden.

Celakanya, sejumlah fenomena di atas menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa mereka yang melakukan tindakan pembungkaman penyampaian aspirasi di depan publik boleh dilakukan siapa saja, bahkan ormas sekalipun yang notabene bukan otoritas berwenang yang bertugas menegakkan hukum. Tak cukup polisi, ormas ternyata juga sudah ikut-ikutan menjadi penegak hukum serta melakukan tindakan pembubaran dan persekusi.

Baca juga: Presiden Jokowi dan Proses Pembusukan Demokrasi

Kasus pembungkaman kritik teranyar ialah dilaporkannya ekonom kenamaan Rizal Ramli atas tuduhan pencemaran nama baik presiden dan seorang ketua umum partai politik. Pihak yang melaporkan datang dari kader partai Nasional Demokrat (Nasdem), sebuah parpol besutan Surya Paloh yang berada di garda terdepan mendukung Joko Widodo.

Atas tuduhan itu, Rizal Ramli justru mendapat perlindungan berlapis dari kalangan advokat tanah air. Hingga Senin (17/9), sedikitnya ada 720 pengacara yang sukarela membantu Rizal Ramli dalam menghadapi laporan terhadap dirinya.

Diungkapkan Rizal Ramli dalam konferensi pers, sejumlah pengacara lintas daerah bersatu-padu melawan tuduhan kader Nasdem. Para pengacara itu datang dari Ambon, Banjarmasin, Jawa Tengah, Bandung, Jakarta, Palembang, Sumatera Barat dan lain-lain di bawah komando Otto Hasibuan.

Baca Juga:  Raih 19.627 Suara, Nia Kurnia Fauzi Siap Jaga Amanah Rakyat

Baca juga: Rizal Ramli Sebut Penghadangan Deklarasi #2019GantiPresiden Kampanye Jokowi Paling Buruk

“Mereka prihatin, kita setuju Rizal Ramli bahwa petani perlu dilindungi, petani beras, garam, tebu, bawang, bahwa kita sebagai pembela rakyat untuk tampil membela rakyat,” kata Otto dalam konfres tersebut.

Diketahui, Rizal Ramli dilaporkan ke pihak kepolisian lantaran mengkritik kepemimpinan Joko Widodo, dan Menteri Perdagangan lantaran beberapa kali mengeluarkan kebijakan impor sejumlah bahan pokok seperti gula, beras, bawang dan garam. Diketahui pula, Menteri Perdagangan kini dijabat Enggartiasto Lukita, kader partai Nasdem.

Baca juga: Demonstrasi Mahasiswa UIR Dinilai Membawa Semangat Baru Untuk Bersikap Kritis

Upaya pembungkaman kritik berlanjut pada kasus lain. Relawan Jokowi (RJCI) Provinsi Riau, dikutip Antara, melaporkan sejumlah mahasiswa Universitas Islam Riau ke polisi. Ini buntut dari aksi demonstrasi pada 10 September lalu, di mana mahasiswa mengkritik Joko Widodo. Para mahasiswa itu dituduh menghina presiden. RJCI menuding kritikan mahasiswa kepada Joko Widodo itu tidak tepat dan berlebihan. (eda/berbagai sumber)

Editor: Banyu Asqalani

Related Posts

1 of 3,169
  • slot raffi ahmad
  • slot gacor 4d
  • sbobet88
  • robopragma
  • slot gacor malam ini
  • slot thailand