NUSANTARANEWS.CO, Yogyakarta – Dekan Fakultas Peternakan UGM, Ali Agus mengatakan bahwa peternakan di negara-negara tropis secara signifikan mampu meningkatkan kedaulatan pangan. Menurutnya, peran peternakan di negara-negara tropis menjadi penting untuk membangkitkan kemandirian karena fungsi peternakan sebagai tabungan dan akumulasi modal.
“Serta untuk menyuplai input bagi tanaman pangan melalui produksi kotoran yang dapat diolah menjadi pupuk,” ujar Prof Ali Agus di kantornya, Yogyakarta, Selasa (12/9).
Prof Ali menjelaskan, upaya mengukur kontribusi peternakan pada kedaulatan pangan di negara-negara tropis sangat penting untuk mengidentifikasi keunggulan dan daya saing komoditas dan produk turunannya. Para petani di negara tropis tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol mekanisme produksi pangan dan kebijakannya. Hal ini disebabkan petani di daerah tropis seringkali dicirikan dengan skala usaha yang kecil dan subsisten.
Hewan ternak, kata dia, telah melekat pada kehidupan petani kecil di negara-negara tropis. Oleh karena itu, melibatkan rumah tangga petani kecil dalam mekanisme produksi dan kebijakan berarti ikut mengamankan kedaulatan pangan sebuah negara.
Baca juga: INDEF: Ambisi Kedaulatan Pangan Hanya Isapan Jempol Belaka
Kedaulatan Pangan
Sementara itu, Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Panut Mulyono mengungkapkan, dalam pengertian yang lebih komprehensif, kedaulatan pangan tidak hanya diartikan sebagai ketersediaan pangan, tetapi juga akses terhadap pangan yang berbasis potensi lokal.
“Indonesia dan negara-negara tropis lain kaya akan sumber daya ternak lokal dan keanekaragaman ternak. Ini adalah aset potensial yang berguna dalam pasar domestik maupun internasional di masa mendatang,” kata Prof. Panut ketika membuka acara ISTAP (International Seminar on Tropical Animal Production) di UGM.
Namun, lanjutnya, di negara-negara tropis produksi ternak masih dijalankan oleh peternak kecil. “Permasalahan-permasalahan seperti tidak seimbangnya supply dan demand produk ternak tropis di pasar, kapasitas dan kapabilitas peternak yang masih rendah, dan kurangnya inovasi dan teknologi menjadi tantangan bagi tercapainya kedaulatan pangan,” papar Panut.
Untuk memecahkan permasalahan tersebut, diperlukan sinergi di antara pada stakholders, yaitu pemerintah, peternak, masyarakat, peneliti, dan akademisi. (ed)
(Editor: Eriec Dieda)