Budaya / Seni

Tanggapan Cemerlang Sekum PP Madani atas Puisi Kontroversial Sukmawati

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Puisi “Ibu Indonesia” karya Sukmawati yang menyiratkan perbandingan antara budaya dan agama dalam sejumlah baitnya menimbulkan riak-riak ketersinggungan umat Islam. Sebab, Sukmawati membandingkan kidung dengan azan serta konde dengan cadar.

Menanggapi puisi Sukmawati yang dibacakan dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018 tersebut, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Majelis Dakwah & Pendidikan Islam (PP-Madani) Syarifuddin (Ending) menyampaikan, untuk menilai puisi Sukmawati mesti dilihat dari dua sisi berbeda secara bersamaan.

Baca:
Sukmawati Mengadu-domba Anak Bangsa
Sukmawati Dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri
Puisi Sukmawati Singgung Syariat Islam, PP Pemuda Muhammadiyah: Naif!

“Satu sisi, puisi itu adalah karya sastra. Jadi bahasa dan diksinya harus dinilai dengan perspektis sastra, bukan sudut pandang bahasa yang awam yang denotatif (apa adanya). Karena memang frekuensinya beda,” kata Ending saat dihubungi NUSANTARANEWS.CO melalui pesan elektronik, Selasa (3/4/2018).

Karena itu, urainya, bahasa sastra yang konotatif (asosiatif) harus diletakkan dalam kerangka sastra. Karena itu Alqur’an yang sastrawi, denotatif, tidak bisa kalau hanya dimengerti dengan terjemahan yang denotatif.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

“Contoh kata yadun pada ayat ...yadullaha fauqa aidiihim (alfath ayat 10). Secara denotatif artinya tangan. Kita tentu syirik, masak Allah punya tangan kayak makhluknya. Kita pakai arti konotatif, artinya kekuasaan,” jelas Ending.

Baca juga:
Puisi Karangan Sukmawati Sudutkan Ajaran Islam
Puisi Sukmawati Bikin Umat Islam Tersinggung, Mardani Ali Sera: Puisi Mba Sukma Otokritik
Tangkal Gejolak Sosial, PWNU Jatim Desak Polisi Memproses Sukmawati Secara Hukum

Cuma di sisi yg lain, sambung dia, karena baca puisi di frekuensi orang Awam, resikonya ya harus siap menghadapi berbagai hujatan karena itu akan mengganggu dan mengacak-acak frekeensi orang awan.

“Saya tidak mau berprasangka buruk, terlepas dari motif puisi Ibu Sukmawati, kita bisa ambil hikmahnya untuk hati-hati dan manpu menempatkan diri dalam membuat pendapat. Agama mengajarkan begitu. Tradisi jawa juga begitu ada bener dan ada pener. Tidak cukup hanya sekedar bener (benar secara substansi) tapi juga pener (tepat secara momentum),” ungkapnya.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Ending menambahkan, omongan yang keluar ke publik sudah menjadi corpus terbuka. “Nggak bisa kita tarik dan kita kendalikan. Publik memiliki logika sendiri dalam menilai. Maka kita harus hati-hati, kecuali memang niatnya mau bikin ribut,” tandasnya.

Simak:
Soal Subtansi Puisi Sukmawati, Fahira Idris: Ujian Bagi Keindonesiaan Kita
Langgar Pasal 156a KUHP, Polisi Didesak Segera Tangkap Sukmawati

Berikut ini puisi lengkap Sukmawati:

Ibu Indonesia

Aku tak tahu Syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu
Gerai tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus ujudmu
Rasa ciptanya sangatlah beraneka
Menyatu dengan kodrat alam sekitar
Jari jemarinya berbau getah hutan
Peluh tersentuh angin laut

Lihatlah ibu Indonesia
Saat penglihatanmu semakin asing
Supaya kau dapat mengingat 
Kecantikan asli dari bangsamu
Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif
Selamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia

Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan adzan mu
Gemulai gerak tarinya adalah ibadah
Semurni irama puja kepada Illahi
Nafas doanya berpadu cipta
Helai demi helai benang tertenun
Lelehan demi lelehan damar mengalun
Canting menggores ayat ayat alam surgawi

Pandanglah Ibu Indonesia
Saat pandanganmu semakin pudar
Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu
Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya.

Pewarta: Achmad S.
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 791