Politik

Reuni 212 Luput Dari Pemberitaan Media Mainstream, Rocky Gerung: Penggelapan Sejarah

Rocky Gerung vs Boni Hargens di ILC pasca Reuni 212. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)
Rocky Gerung vs Boni Hargens di ILC pasca Reuni 212. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Reuni 212 sukses tergelar dengan khidmad, damai, tertib dan bersih. Sisanya, selain kenangan besar yang dibawa para peserta Reuni, ialah asumsi-asumsi yang bertebaran di media sosial mulai dari berapa jumlah yang jumlah, muatan politik dalam reuni 212, dan hadirnya calon presiden nomor urut 01 Prabowo Subianto yang hadir serta ketidakhadiran calon presiden nomor urut 02 Joko Widodo.

Ramai di medsos dan opini-opini bertebaran di media massa, salah satu tv swasta nasional menggelar dialog dengan topik “Pasca Reuni 212”, Selasa (4/12/2018) malam. Hadir dalam acara tersebut, salah satunya pengamat politik Rocky Gerung.

Baca Juga:

Mengawali argumentasinya, Rocky memaknai foto ilustrasi dialog yang dipimpin Karni Ilyas, ialah foto Prabowo Subianto dan Joko Widodo berhadapan dengan backround Monas saat reuni 212 berlangsung. Memaknai ilustrasi tersebut, Rocky menyampaikan kalau melihat ilustrasi “foto Prabowo Subianto dengan Joko Widodo berhadapan dengan backrpund reuni 212 di monas” itu peristiwa sejarah.

Baca Juga:  LANAL Nunukan Berhasil Lepaskan Jaring Yang Melilit KM Kandhega Nusantara 6

“Bayangkan misalnya kalau TVone pada waktu itu, gansetnya mati, listriknya konslet, maka tidak ada yang memberitakan peristiwa sejarah itu,” kata Rocky.

Jadi, lanjut Rocky, kalau pers nasional tidak memberitakan acara Reuni 212, itu artinya pers memalsukan sejarah. “Karena orang tidak pernah tahu bahwa ada satu peristiwa, mau dikasih nama apa saja itu, dengan kumpulan orang sebanyak itu, dengan ketertiban, dengan kepemimpinan intelektual, tapi tidak dimuat oleh pers. Mau disebut apa itu? Bukankah itu disebut penggelapan sejarah oleh pers Indonesia,” cetus Rocky.

“Kalau saya lihat berita-berita itu, akhirnya pers kita itu sekedar jadi humas pemerintah, baca pers mainstream itu kaya brosur pemerintah itu, berkali-kali saya baca,” imbuhnya.

Menyaksikan kenyataan tersebut, Rocky membayangkan misal ada orang asing melihat foto tersebut kira-kira apa yang akan jadi imajinasi mereka. Dalam imajinasi Rocky, yang muncul adalah peristiewa 1963 di Washington, ketika Martin Luther King bicara tentang “I have a dream” dalam pidatonya. “Martin Luther King di sebelah kanan pada posisi Jokowi (dalam foto), dan itu jadi foto yang ada dimana-mana, di sebuah galeri, toko, cafe,” ujar Rocky.

Baca Juga:  Tak Netral di Pilkada, LMP Laporkan PPDI Tulungagung Ke Bawaslu

Jadi, sambung Rocky, kita diingatkan, bahwa 212 itu memang sesuatu yang sebut saja meomentnya itu memang 2016, tapi kemudian dia menjadi monumen. “Dia pindah dari moment menjadi monumen. Itu soalnya,” ujarnya.

https://www.youtube.com/watch?v=arlHS3dQ4cE

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 3,150