Terbaru

Petisi dan Himabauan Rakyat Demi Keselamatan Pemilu 2019

fahri hamzah, garbi, kegelisahan, nusantaranews
Fahri Hamzah. (Foto: Instagram/Fahri Hamzah)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mencetuskan petisi dan himbauan rakyat. Isinya ialah memohon kerelaan hati agar seluruh aparat birokrasi sipil, POLRI dan TNI serta penyelenggara pemilu supaya netral dalam penyelenggaraan pemilu 2019 pada 17 April 2019 mendatang.

“Memohon kerelaan hati agar seluruh aparat birokrasi sipil, POLRI dan TNI serta penyelenggara pemilu agar netral dalam pemilu 2019 ini agar NKRI kita selamat. Ini 27 hari menuju TPS momen krusial, biarkan rakyat berpesta, aparat jaga jarak,” cetus fahri dengan tagar #PetisiDanHimbauanRakyat di akun twitternya, @Fahrihamzah, Selasa (19/3/2019).

Baca Juga:

Menurut Fahri, meski kita hidup dalam demokrasi setelah amandemen ke-4 UUD 1945 kita tuntaskan, tapi apa yang dilakukan oleh petahana tetap nampak sebagai sebuah “mempertahankan kekuasaan” dan apa yang dilakukan sang penantang disebut sebagai “merebut kekuasaan”. “Keduanya harus dilakukan dengan etika,” ujarnya.

Baca Juga:  HUT Ke 107 Tahun, RSUD dr Iskak Tulungagung Naik Tingkat Rumah Sakit Tipe A

Dalam demokrasi, lanjutnya, semua tindakan kita tidak saja harus berdasarkan hukum, tetapi juga harus berdasarkan Etika. Petahana harus mempertahankan kekuasaannya secara etis dan penantang harus merebut kekuasaan juga secara etis.

“Etika-lah yang membuat bangsa ini tenang meski sedang ‘perang’,” tegas pencetus Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) ini.

Dahulu kala, tutur Fahri, sebelum ada negara bangsa, raja-raja dan penguasa mempertahankan kekuasaan dengan kejam dan menghalalkan segala cara. Lalu hal itu, membuat rakyat memberontak dan menggalang pembangkangan juga dengan segala cara. “Situasi ini kita sebut perang sipil. Perang saudara,” kata dia.

Lebih lanjut dia menjelaskan, perang saudara atau sering juga disebut Civil War, atau perang warga sipil atau perang madani, bukan perang antar negara, tapi perang faksi-faksi dalam negara. Ada banyak contohnya, hampir semua negara besar pernah mengalaminya. “Ini adalah sengketa antar kelompok,” katanya.

Menurut dia perang sipil bukan fenomena sebelum abad 21 saja. “Sepuluh tahun memasuki abad ini, tahun 2010 kita menyaksikan peristiwa Arab spring di Tunisia, atau pemberontakan Arab yang tidak saja melahirkan gelombang unjuk rasa tapi juga perang sipil di banyak negara Arab,” tegasnya.

Baca Juga:  Transisi Tarian Dero Menjadi Budaya Pop

Di antara sebab yang sangat menonjol dari perang sipil, kata dia lagi, adalah karena rasa tidak percaya kepada penguasa; apabila penguasa mulai nampak tidak bisa dipercaya, hukum berat sebelah, membela kawan dan menekan lawan, tebang pilih dan pilih kasih. “Intinya hilang etika,” kata dia.

“Inilah yang harus kita jaga sekarang, kita harus mengingatkan aparat sipil, POLRI dan militer juga penyelenggara pemilu untuk tidak saja adil tetapi juga nampak adil. Ini adalah “power Struggle” dalam demokrasi, sebuah pemilu damai yang tetap memiliki unsur kompetisi,” jelasnya.

Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk menjunjung tinggi hukum dan Etika dalam kompetisi. “Kita sudah siapkan aturannya dan bahkan kode Etik-nya. Ada lembaganya, termasuk dewan kehormatan penyelenggara pemilu. Jangan sekali-kali kalian nampak tidak adil apalagi berbuat curang. Bahaya!,” tandas Fahri. (mys/nn)

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,172