Berita UtamaKolomRubrikaTerbaru

Transisi Tarian Dero Menjadi Budaya Pop

Transisi Tarian Dero Menjadi Budaya Pop

Malam itu, purnama menggeliat manja di langit danau Poso. Di salah satu sudut kota Tentena, dua puluh orang muda mudi menari membentuk lingkaran sambil berpegangan tangan. Mereka bergerak riang gembira, mengikuti beat musik dansa elektronik (EDM) yang cepat dan menghentak hentak. “Malam ini kami latihan dalam rangka mengikuti lomba Dero kreasi di Tentena,” tutur Debby, sambil tersenyum manja, memperlihatkan lesung pipitnya yang aduhai.
Oleh: Aslamuddin Lasawedy

 

Dero memang sangat populer di wilayah Poso dan sekitarnya. Sehingga sering dilombakan dan dipentaskan di acara padungku (pesta panen), pesta pernikahan, acara adat atau acara sosial lainnya. Tari Dero ini menjadi simbol identitas budaya suku Pamona, di kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Menjadi lambang kebersamaan, persatuan, gotong royong, dan harmoni.

Awalnya, tari Dero ini diiringi oleh musik tradisional seperti gendang dan gong, tanpa interaksi fisik atau berpegangan tangan. Pementasannya di dalam Lobo yang merupakan tempat ibadah suku Pamona, sebelum mereka mengenal agama Samawi. Saat penjajahan Jepang, tarian ini mengalami perubahan. Tarian Dero menjadi hiburan. Menjadi tarian pergaulan dan persahabatan untuk merawat kebersamaan. Inilah awal tarian dero dilakukan sambil berpegangan tangan

Baca Juga:  Pencak Silat Budaya Ramaikan Jakarta Sport Festival 2024

Belakangan ini, di beberapa acara hiburan atau festival, tarian Dero versi modern dikombinasikan dengan musik elektronik atau pop. Musisi lokal dan pramuirama atau disjoki memasukkan unsur musik Poso (seperti ritme gendang dan gitar) ke dalam aransemen musik dansa elektronik (EDM), atau pop Indonesia. Ini membuat Dero menjadi lebih menarik, lebih rileks dan makin meriah.

Beberapa tahun terakhir, gerakan Dero dalam versi kreatif sering muncul dalam bentuk konten digital. Platform digital seperti TikTok, Instagram, dan YouTube menjadi medium baru  untuk menampilkan dan mempromosikan Dero.  Ini tidak hanya memperkenalkan Dero kepada publik yang lebih luas, tapi juga membangkitkan kebanggaan lokal dan menghubungkan diaspora Sulawesi Tengah dengan kampung halaman mereka. Inilah yang membuat tari dero menjadi salah satu tren tari di media sosial.

Tarian Dero juga menjadi sarana untuk mempromosikan pariwisata daerah, baik itu berbentuk video promosi maupun pertunjukan di destinasi wisata. Saat lomba atau festival, kostum penari Dero dimodifikasi agar terlihat atraktif. Ini menciptakan peluang bisnis baru bagi desainer dan seniman lokal.

Baca Juga:  Hongaria Dukung Program Otonomi Khusus untuk Menyelesaikan Sengketa Sahara Maroko

Transformasi tarian Dero menjadi budaya pop ini, menjadi contoh bagaimana tradisi budaya lokal beradaptasi dengan perubahan zaman. Dimana Dero terintegrasi ke dalam musik, media sosial, dan industri pariwisata. Ini menjelaskan bahwa budaya tradisional bisa berkembang seirama zamannya, tanpa harus tercerabut dari akar budayanya.

Meski modernisasi dan popularitas Dero dalam budaya pop ini meningkatkan eksposur dan pelestariannya. Perlu kesadaran kolektif agar modernisasi budaya ini tetap menghormati nilai-nilai asli budaya lokal. Sehingga tarian Dero tidak menjadi bentuk hiburan yang keluar dari akar budayanya.

Beberapa kalangan tradisional khawatir bahwa modernisasi modero ini dapat mereduksi makna spiritual atau  kearifan lokal tari Dero. Benturan antara generasi muda dan para orang tua kerap muncul seputar tata cara dan konteks menampilkan Dero. Sejumlah  orang tua menganggap bahwa Dero sebaiknya tidak dipentaskan keluar dari konteks adatnya.

Ringkasnya, tari Dero atau Modero, kini  menjadi bagian dari ekspresi budaya pop. Hal ini bermakna positif membuat warisan budaya lokal lebih relevan dengan perubahan zaman. Pun ditujukan untuk menjaga keberlangsungan tradisi lokal di era modern. (*)

Baca Juga:  BNPT, KPTIK, dan FORMAS Sukses Gelar JKM di Universitas Warmadewa
Penulis: Aslamuddin Lasawedy, Pemerhati masalah budaya dan politik

Related Posts

1 of 16