Politik

Fahri Hamzah: Kegagalanmu Membangun Negara Bangsa Tak Bisa Dikelabuhi dengan Beton-Beton

fahri hamzah, garbi, kegelisahan, nusantaranews
Fahri Hamzah. (Foto: Instagram/Fahri Hamzah)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menulis sebuah pernyataan bernada metaforis bahwa beton-beton yang dibangun tidak bisa menutupi kegagalan seorang pemimpin dalam membangun negara dan bangsanya.

“Kegagalanmu membangun negara bangsa beserta seluruh nilai luhur di dalamnya tidak bisa kau kelabui dengan beton2 dan perkakas alat berat. Mata batinku memandang jauh ke dalam tangis ibu pertiwi yang melihat dusta dan sandiwara mengemas kepalsuan,” tulis Fahri dengan tagar #ArahBaru2019 di akun Twitter, @Fahrihamzah, Selasa (12/3/2019).

Kendati dalam pernyataan di atas Fahri tidak menyebut nama selain menggunakan kata ganti “mu”, namun nampak hal itu ditujukan kepada Pemimpin Indonesia sekarang yakni Presiden RI Joko Widodo. Hal tersebut dapat ditengarai pada cuitan lanjutannya.

“Kalau mau tau beda antara Prabowo dengan petahana (Joko Widodo, -red), lihat kejadian di Cianjur itu. Sang jenderal takkan membiarkan ada kezaliman di depan matanya. Dia ambil tindakan. Tapi tindakannya itu dipotret sebagai kejahatan. Ia difitnah karena sikapnya. Mereka ciptakan phobia,” cuitnya.

“Itulah Prabowo yang saya kenal sejak saya kuliah. Itulah yang membuatnya berbeda dengan elit Orba yang pekerjaannya menjilat pantat pak Harto. Dia tidak pernah diam melihat hal-hal yang janggal. Dia katakan dan mengambil tindakan. Dalam sistem feodal karakter ini gak cocok,” imbuhnya.

Baca Juga:  Ini 10 Nama Caleg Pemenang Pemilu 2024 Dapil 1 Nunukan Versi Quick Count Tenripada Research

Sebaliknya, kata Fahri, pemimpin yang dikelilingi “asal bapak senang” sebagai prinsip dalam feodalisme maka orang-orang di sekitarnya menciptakan “comfort zone” dan menjaga agar realitas terdistorsi. “Akhirnya pemimpin hidup dalam sangkar emas yang nyaman dan memisahkannya dengan rakyat,” ujarnya.

Fahri mengungkapkan, di sekitar pemimpin feodal lahir para penjilat. “Setiap hari mereka. Ikon laporan, ‘beres pak, semua sudah ditangani, bapak tenang saja, biar kami selesaikan’. Begitulah setiap hari mereka membuat laporan yang membuat pemimpin feodal itu kapalan dan tak lagi punya rasa,” ungkapnya.

“Waktu rakyat digusur, mereka melapor, “tenang pak presiden, lanjutkan bikin tol dan infrastruktur pakai pinjaman asing itu, rakyat senang karena mendapatkan ganti untung”. Lalu mereka membungkam berita, menutup suara dan menyogok orang2 supaya diam atau mengancam,” sambungnya.

Tidak hanya itu, Fahri juga menuliskan bahwa, waktu ada bencana, pemimpin itu datang ke tengah rakyat yang berbaris menunggu nasib. “Lalu ia berpidato di depan rakyat dan pejabat, “bagaimana penyelesaian korban dan bencana?”. Serentak mereka menjawab, di depan rakyat: “siap, seminggu, ada yg terdengar, sebulan”. Siap!” tegas Fahri.

Baca Juga:  KPU Nunukan Gelar Pleno Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara Pemilu 2024

Betapa senangnya, kata dia, rakyat mendengar kesigapan para pejabat utama di depan mereka, rasanya ringan. Tapi waktu berjalan, pemimpin dan pejabat pergi meninggalkan mereka tanpa beban. Sementara rakyat tinggal mendekam di balik tenda dengan janji yang tak pernah sampai.

“Demikianlah dunia penegakan hukum, orang-orang yang menjilat presiden datang dengan agenda, ‘kami Sudah hadapi semua musuh bapak, mereka memang terbukti melanggar hukum pak, memang musuh bapak itu semua pelanggar hukum, pembohong dan pembuat hoax, tenang saja kami akan hadapi’,” kicau Fahri.

Fahri menambahkan, pemimpin feodal itu sumringah. Rasanya ia menemukan seluruh alasan untuk berkuasa kembali. Karena menurut orang di sekitarnya hanya dia yang pantas. Tak ada lagi. “Bapak adalah kesempurnaan dan keberkahan bagi bangsa ini, bagaiman nasib bangsa ini tanpa bapak?”, demikian tulis Fahri.

“Ada seorang penyidik anti korupsi, disiram air keras, ada ulama yg diburu, seorang nenek tua dibui, artis ditahan di kam konsentrasi dan banyak lagi. Kasus seperti ini, apabila ditagih, pemimpin bilang, jangan bicara kriminalisasi lapor saja, kita harus percaya hukum,” cuit Fahri lagi.

Baca Juga:  Bukan Emil Dardak, Sarmuji Beber Kader Internal Layak Digandeng Khofifah di Pilgub

Menurut dia, rakyat dan kaum intelektual terkunci. “Entah apa lagi cara kita mengingatkan feodalisme yang bangkit kembali. Karena media bungkam, media sosial kena ITE, mimbar kampus koyak, dan mahasiswa telah tiada. Maka, untung ada emak-emak. Yang punya agenda mengganti penguasa,” lanjutnya.

“Ini sebulan lagi. Mari hentikan feodalisme. Kalau negeri ini masih mau punya harapan. Hentikan kepemimpinan yang membangun kultur,” tandasnya dengan tagar “AsalBapakSenang”. (mys/nn).

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,167