NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Partai Bulan Bintang (PBB) adalah sebuah partai politik yang cukup eksis di belantara perpolitikan nasional. Sejak berdiri pada 17 Juli 1998 silam, PBB terbilang selalu aktif mengikuti Pemilihan Umum pada 1999, 2004, 2009 dan 2014. Pemilu 2019 mendatang partai yang sudah berusia 20 tahun ini dipastikan bakal berpartisipasi kembali.
Namun, keberadaan PBB di pentas politik nasional boleh dibilang sangat tidak diperhitungkan. PBB cenderung diabaikan. Padahal, partai ini pernah punya sejarah cukup gemilang di mana pada Pemilu 1999 mampu meraup sekitar 2 juta suara. Pemilu 2004 bahkan sukses meraup hampir 3 juta suara.
Sejak mengalami kemerosotan pada Pemilu 2009 dan 2014, PBB pun akhirnya dipandang tak punya kekuatan oleh parpol-parpol lain sehingga diabaikan dan tak diperhitungkan. Padahal, dalam dua kali Pemilu tersebut PBB masih sanggup meraup sekitar 1,8 juta suara.
Kondisi itu diperparah oleh hasil survei sejumlah lembaga survei nasional. Survei LSI Denny JA pada 29 Juni-5 Juli 2018 misalnya menyebut PBB sebagai partai gurem lantaran hanya memiliki elektabilitas sebesar 0,1 persen.
BACA JUGA:
- Bawaslu Nyatakan PBB Lolos Sebagai Peserta Pemilu 2019
- 14 Partai Politik Ini Sah Jadi Peserta Pemilu 2019
- Yusril Tegaskan PBB Menerima Bacaleg Dari Semua Kalangan Kecuali Penista Agama
- Yusril Pasrah Jokowi dan Prabowo Tak Anggap Penting PBB
- Jika Tak Cermat, KPU Bisa Merusak Sistem Ketatanegaraan
Namun begitu, Yusril Ihza Mahendra sebagai pemimpin PBB tak pernah surut memperjuangkan partainya agar tetap eksis di panggung politik nasional. Terbaru Yusril menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena menyatakan PBB tidak lolos sebagai partai politik yang akan bersaing di Pemilu 2019. KPU mendapat sorotan tajam usai mendiskualifikasi PBB.
Yusril berjuang keras melawan KPU yang dinilainya telah melakukan praktik kotor. Terutama para komisioner KPU. Bahkan Yusril menilai komisioner KPU diperintahkan orang untuk mendiskualifikasi PBB sebagai peserta Pemilu 2019.
Berkat kigigihan Yusril, PBB akhirnya memenangkan sengketa dengan KPU. Dan Badan Pengawas Pemilu (BAwaslu) akhirnya meloloskan PBB sebagai peserta Pemilu 2019 mendatang. Putusan Bawaslu tersebut ditetapkan dalam sidang ajudikasi di Kantor Bawaslu RI, Jakarta pada Minggu (4/3/2018).
Tetapi, konsistensi PBB di pentas perpolitikan nasional selama kurun waktu 20 tahun belakangan tampaknya telah dipandang sebelah mata oleh parpol lain. Parpol-parpol besar menjelang Pemilu dan Pilpres 2019 bahkan tidak mengajak PBB untuk berkoalisi mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Seperti diketahui koalisi PDIP, PKB, Golkar, Nasdem, PPP, Hanura, Perindo, PKPI dan PSI telah resmi mengusung Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Sementara koalisi Partai Gerindra, PKS dan PAN mengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kedua koalisi parpol itu tidak memasukkan nama PBB dalam barisan mereka. Celakanya, di koalisi parpol pendukung Jokowi-Ma’ruf, ada dua nama parpol yang sama sekali belum terbukti punya pengalaman mengikuti Pemilu yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Perindo.
Selain itu, tak ubahnya PBB, di sejumlah lembaga survei juga menyebutkan PSI, Hanura dan PKPI merupakan tiga parpol lain yang hanya memiliki elektabilitas sebesar 0 persen, alis partai gurem.
Namun bedanya dengan PBB terletak pada dipilihnya Hanura, PSI dan PKPI sebagai parpol pendukung Jokowi-Ma’ruf.
Untuk Pemilu 2019 pun, menurut hitungan Lembaga-lembaga survei PBB diduga takkan lolos PT (parliamentary threshold/ambang batas parlemen-red) 4 persen. Karena itu, kedua pasangan capres/cawapres tidak memperhitungkan kita. Kalau orang lain menganggap kita tidak penting, janganlah kita GR (gede rasa, tersanjung-red) merasa diri kita penting. Kita tidak perlu menjadi seperti orang menderita sakit jiwa merasa diri kita penting dan besar (megalomania), padahal kenyataannya kita tidak seperti itu,” kata Yusril, Jakarta, Jumat (10/8). (bya/edd/nn)
Editor: Banyu Asqalani & Eriec Dieda