Mancanegara

Mencermati Peta Politik Luar Negeri AS Setahun Terakhir

NUSANTARANEWS.CO – Kebijakan kontroversial Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan mensahkan Yerussalem sebagai ibukota Israel mengundang banyak tanda tanya. Apa sesungguhnya motif Amerika dalam hal ini? Apakah sedemikian dangkalkah politik kebijakan luar negeri Amerika sehingga mengorbankan marwahnya runtuh di mata dunia internasional?

Jika mencermati kecenderungan peta politik luar negeri Paman Sam selama setahun terakhir, terdapat sinyal kuat jika Amerika sesungguhnya tengah mengambil langkah untuk tak mengatur agenda global. Ia sudah tak ingin menjadi polisi dunia.

Sebagaimana diketahui, pasca keputusan Presiden Donald Trump menarik Amerika Serikat (AS) dari kesepakatan iklim Paris 2015 semakin memperjelas perbedaan kepentingan antara AS dan Uni Eropa. Bukan itu saja, perubahan kebijakan luar negeri AS secara langsung telah mengguncang tatanan internasional yang berdampak pada stabilitas NATO, WTO, G7, PBB dan NAFTA.

Hal ini sama persis dengan kasus Amerika dengan mensahkan Yerussalem sebagai ibukota Israel. Dimana dalam voting di PBB, Amerika kalah telak yang mengakibatkan kebijakan tersebut memicu sekutu Eropanya hengkang meninggalkannya. Praksis situasi ini membuat Amerika seperti berada dalam situasi game over.

Lagi-lagi pertanyaannya, apakah sedemikian konyolkah politik luar negeri Amerika? Atau ada hal lain di balik itu semua?

Baca Juga:  Amerika Memancing Iran untuk Melakukan Perang Nuklir 'Terbatas'?

Situasi ini mengingatkan kembali dengan kebijakan Presiden Donald Trump pada awal bulan Juni 2017 lalu yang mengumumkan bahwa negerinya mundur dari kesepakatan iklim Paris 2015. Peristiwa ini mungkin menjadi momen bersejarah paling penting dalam kebijakan luar negeri AS sejak akhir Perang Dunia Kedua.

Trump menarik diri dari kesepakatan iklim Paris dengan alasan ketidaksenangannya bahwa AS dipaksa untuk memberikan kontribusi yang tidak proporsional dalam perang global melawan perubahan iklim.

Penarikan Trump terhadap kesepakatan Paris jelas merupakan simbol dari kebijakan luar negerinya yang ingin melepaskan kepemimpinan global AS serta penolakannya untuk mengorganisir kerja sama global – sebuah peran yang telah dimainkan AS sejak akhir Perang Dunia Kedua dalam melindungi kepentingan nasional dan sekutunya.

Trump tampaknya bertujuan menggeser peran AS sebagai negara adidaya global menuju kebijakan luar negeri yang lebih transaksional. Trump tidak melihat keuntungan kebijakan luar negeri yang tetap melestarikan kepemimpinan global AS di muka bumi.

Baca Juga:  Rezim Kiev Terus Mempromosikan Teror Nuklir

Jadi pesannya jelas bahwa Washington tidak ingin lagi mengatur agenda global, seperti yang sudah-sudah selama tujuh dekade terakhir. AS tidak mau mengambil tanggung jawab lebih besar untuk mendorong kerja sama global melawan tantangan global. (*)

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 2