NUSANTARANEWS.CO – Jelas sudah NATO dan PBB mengakui “kedaulatan” teroris di Idlib. Sel teroris ISIS di Idlib meski diperkuat dengan pasokan senjata Amerika Serikat (AS) dan sekutu Atlantik-nya dengan persenjataan berat, termasuk rudal anti-tank dan rudal permukaan ke udara, tetap saja tidak mampu membendung gempuran pasukan koalisi pemerintah Suriah. Rudal pertahanan anti serangan udara (SAMS) para teroris dikabarkan juga tidak bedaya mengatasi serangan jet-jet tempur Angkatan Udara Rusia dan Suriah sejak akhir Desember tahun lalu.
Bahkan rudal anti-tank TOW yang dipergunakan oleh Angkatan Darat AS terlihat tidak berdaya untuk melumpuhkan tank T-72 Rusia. Dalam sebuah cuplikan video yang diposting di media sosial memperlihatkan bagaimana para teoris menembakkan rudal anti-tank TOW ke tank T-72 pasukan pemerintah Suriah, namun terlihat tidak mempan.
Sebaliknya, gempuran pasukan koalisi pasukan pemerintah Suriah sebagaimana dilaporkan oleh Abkhazian Network News menunjukkan bagaimana serangan udara jet-jet tempur Rusia dan Suriah di pedesaan Idlib tenggara begitu efektif menghancurkan tank tempur para teroris, kendaraan lapis baja, peluncur roket, dan perimeter pertahanan mereka.
Angkatan Darat pemerintah Suriah juga berhasil menembus garis pertahanan teroris sejengkal demi sejengkal secara konstan. Dalam serangan di Idlib tenggara, pasukan pemerintah Suriah berhasil merebut beberapa kendaraan lapis baja dan Mortar HY 12 120 mm buatan Turki.
Provinsi Idlib yang terletak di barat laut Suriah, dan berbatasan langsung dengan Turki merupakan Markas Besar komando Utama para teroris dan pemberontak yang kini secara terang-terangan di dukung oleh AS dan Turki, sesama anggota NATO, dan PBB menjadi wasit yang bertugas melindunginya.
Tanpa malu-malu lagi rezim AS dan Turki membela habis-habisan para teroris di Idlib dengan pengerahan militer skala penuh untuk menghadapi gempuran pasukan koalisi Suriah, Rusia, Iran dan Hizbullah. Bahkan menurut Vassily Nebenzia utusan Rusia untuk PBB mencatat bahwa Dewan Keamanan PBB selalu menggelar sesi khusus untuk dilakukan gencatan senjata di saat pasukan Suriah mencapai kemajuan yang signifikan.
Nebenzia mengatakan: “Pertemuan-pertemuan ini diadakan setiap posisi teroris di Suriah terdesak dan terancam oleh gerak maju pasukan pemerintah Suriah yang ingin merebut kembali wilayah kedaulatannya.”
Dengan kata lain, teroris-teroris yang berafilisasi dengan Al-Qaeda dan ISIS, seperti Al-Nustra dan Hayat Tahrir al-Sham yang berkuasa di Idlib – yang telah membunuh ratusan ribu orang dan mengusir jutaan orang keluar dari tanah airnya menjadi pengungsi – telah diakui oleh Dewan Keamanan PBB. Luar biasa!
Padahal jelas-jelas seluruh dunia tahu bahwa tanah itu adalah wilayah kedaulatan Suriah dan sudah menjadi kewajiban pemerintah mana pun di dunia untuk berperang membela tanah airnya. PBB tampaknya telah mengingkari “Piagam” nya sendiri demi melegalkan pencurian minyak di Suriah oleh sekempok negara yang juga menjadi anggota PBB, bahkan menjadi anggota tetap Dewan keamanan PBB yang memiliki hak veto.
PBB juga menutup mata melihat rezim AS dan Turki yang setiap hari bolak-balik sambil “berpura-pura gembar-gembor melawan teroris” – padahal untuk memasok para teroris dengan senjata berat dan peralatan perang modern lainnya untuk mengimbangi peralatan perang modern Rusia yang diterjunkan di medan pertempuran. Rusia bahkan telah melibatkan jet tempur terbarunya: Su-57 dan perangkat perang elektroniknya.
Seperti diberitakan, Pentagon telah mengirimkan ribuan tentara, paramiliter, dan kontraktor militer swasta (PMC) untuk tetap menduduki wilayah bagian utara dan selatan Suriah, terutama di wilayah yang kaya minyak. Penggarongan besar-besaran minyak Suriah ini diselundupkan melalui perbatasan Turki untuk memenuhi pasar gelap. Keuntungannya jelas dinikmati oleh kepentingan swasta AS dan Turki, termasuk Saudi dan Israel.
Kementerian Luar Negeri Rusia melalui juru bicaranya Maria Zakharova melaporkan bahwa sejak Desember, para teroris Idlib mulai bangkit mengerahkan persejataan berat dan artileri menyerang posisi pasukan pemerintah. Serangan bukan saja membunuh tentara tetapi juga warga sipil yang tak berdosa.
Pentagon dan PBB tampaknya sudah tak peduli dengan rekam jejak pembantaian massal oleh para teroris dukungannya selama sembilan tahun di Suriah yang mengakibatkan krisis pengungsi terberat sejak Perang Dunia II.
Pasukan pemerintah Suriah setelah berhasil membebaskan diri dari pengepungan para teroris dan pemberontak – sejak pertengahan Desember mulai melancarkan operasi militer besar-bearan untuk membebaskan Idlib yang menjadi pusat komando perlawanan teroris.
Kantor Berita Suriah (SANA) dengan semangat selalu memberitakan kemajuan dan kemenangan pasukan pemerintah di berbagai medan pertempuran. SANA juga mengabarkan bagaimana pasukan pemerintah memasuki Al Halba di Idlib tenggara. Lalu kabar mengenai keberhasilan membunuh puluhan teroris Al-Nusra di dekat Jarjanaz. Mengutip TASS bahwa, sampai Januari 2020, sejak operasi pembebasan Idlib dilancarkan, pasukan pemerintah telah membebaskan sedikitnya 50 kota dan desa. Damaskus berhasil merebut kembali 320 kilometer persegi wilayahnya yang diduduki oleh para teroris dukungan AS dan sekutunya.
Idlib adalah benteng teroris terakhir di Suriah. Membebaskan Idlib berarti melepaskan negara dan rakyat Suriah dari cengkraman teroris yang sudah terlalu lama dibiarkan menghirup udara bebas Suriah.
Setelah membebaskan Idlib, pekerjaan rumah Suriah selanjutnya adalah memaksa AS pergi meninggalkan wilayah pendudukannya di utara dan selatan Suriah – untuk menciptakan pemulihan kedaulatan dan kedamaian di Suriah.
Tidak mengherankan bila Presiden Suriah, Bashar Al-Assad bersumpah untuk membebaskan seluruh wilayah Suriah dari pendudukan asing.
Pertempuran terus berlanjut di Idlib dan tempat lain. (Agus Setiawan).