Mancanegara

Israel Mengakui Serangan Terhadap Pangkalan Udara Suriah Melalui Eks Intelijen Militer

NUSANTARANEWS.CO, Tel Aviv – Israel tampaknya menggunakan orang lain untuk mengakui bahwa serangan udara yang dilancarkan dua jet tempur F-15 terhadap sebuah pangkalan udara di provinsi Homs (T4) pada Senin (9/4) merupakan serangan pasukan pertahanannya (IDF). Israel sebelumnya bungkam terkait serangan tersebut kendati Rusia menyebutkan pelakunya tak lain adalah IDF.

Kepala Institute for National Security Studies (INSS) Amos Yadlin mengatakan jika benar Israel sebagai pihak yang melakukan serangan di lapangan terbang dekat Homs, itu tak lain dimotivasi keinginan IDF melumpuhkan kekuatan militer Iran di Suriah dan menjadi sinyal bagi Presiden Bashar Al-Assad.

Baca juga: Ghouta Timur, Benteng Terakhir Teroris Dukungan Aliansi AS, Israel dan Arab Saudi

Amos Yadlin yang mengomentari terkait serangan yang dilancarkan menggunakan peluru kendali jarak jauh tersebut merupakan mantan jenderal Angkatan Udara Israel (IAF), atase militer Pasukan Pertahanan Israel di Washington dan Kepala Direktorat Intelijen Militer IDF.

Baca Juga:  Amerika Memancing Iran untuk Melakukan Perang Nuklir 'Terbatas'?

Washington sendiri menolak bertanggung jawab atas serangan yang dilakukan terhadap lapangan terbang T-4 Suriah melalui wilayah udara Lebanon tersebut.

“Tetapi jika serangan itu dilakukan Israel, berarti serangan dilakukan untuk menghentikan pembangunan militer canggih Iran di Suriah. Di sisi lain, Israel memang tak menginginkan hal itu (pembanguann militer di Suriah) terjadi,” kata Yadlin kepada The Jerusalem Post, Selasa (10/4/2018).

Baca juga: Israel Bungkam Usai Bunuh 14 Tentara Suriah Lewat Serangan Udara

Yadlin beradlih, mungkin Israel melakukan serangan tersebut lantaran Presiden Bashar Al-Assad yang dituduh barat membunuh warganya sendiri dengan senjata kimia di kawasan Ghouta Timur.

Dia menuturkan, tindakan itu memiliki alasan tertentu dan boleh jadi karena dua alasan berbeda. Pertama, alasan strategis untuk menghentikan kekuatan Iran. Kedua, alasan moral bahwa penggunaan senjata kimia tidak dibenarkan. “Anda akan membayar biasa yang mahal. Tidak ada kontradiksi antara kedua alasan tersebut,” kata pesiunan IAF yang menerbangkan A-4 Skyhawk selama Perang Yom Kippur ini.

Baca Juga:  Atas Instruksi Raja Maroko, Badan Asharif Bayt Mal Al-Quds Meluncurkan Operasi Kemanusiaan di Kota Suci Jerusalem selama Ramadhan

Baca juga: Israel Sangat Khawatir Dengan Dominasi Iran Yang Terus Meningkat di Suriah

Seperti diketahui Israel telah sejak lama melancarkan propaganda anti Hizbullah dan Iran di kawasan Timur Tengah. Tercatat dua kali Hizbullah berhasil menendang pasukan Israel yang berusaha mengacaukan Suriah dan Lebanon. Pada tahun 2000, misalnya, pejuang Hizbullah berhasil menendang tentara Israel keluar dari Lebanon dan mengakhiri pendudukan selama 18 tahun. Demikian pula dengan invasi pasukan darat Israel ke Lebanon pada tahun 2006, berhasil dipukul mundur pula oleh Hizbullah.

Israel dan Suriah secara teknis masih berperang. Perang berhenti dengan gencatan senjata setelah tentara Israel berhasil merebut 1.200 kilometer persegi dari Dataran Tinggi Golan dari Suriah dalam perang enam hari ari tahun 1967 dan kemudian mencaploknya dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3