Ekonomi

Ini Isi Keterangan Pers Bersama Kemenko Ekonomi, Kemenkeu, BI, OJK dan LPS

siaran pers bersama, perekonomian indonesia, kondisi ekonomi, lembaga pernjamin simpanan pinjam, otoritas jasa keuangan, bank indonesia, menteri perekonomian, menteri keuangan, kebijakan ekonomi, stabilitas perekonomian, nusantaranews
Pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengeluarkan keterangan pers bersama bertajuk Penguatan Koordinasi dan Bauran Kebijakan untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian dan Keberlanjutan Reformasi, Senin (28/5/2018). (Foto: Istimewa/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pada 28 Mei 2018 lalu pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengeluarkan keterangan pers bersama bertajuk Penguatan Koordinasi dan Bauran Kebijakan untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian dan Keberlanjutan Reformasi.

Keterangan Pers Bersama (SPB) tersebut menyebutkan bahwa pemerintah, BI, OJK dan LPS semakin memperkuat koordinasi dan implementasi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kelanjutan pembangunan. Kondisi perekonomian Indonesia secara umum cukup baik dan kuat.

Tekanan pada stabilitas khususnya nilai tukar rupiah lebih berasal dari meningkatnya ketetatan likuiditas dan risiko global karena perubahan kebijakan di Amerika Serikat (AS). Penguatan koordinasi kebijakan diarahkan untuk memprioritaskan stabilitas jangka pendek dengan tetap mendorong pada pertumbuhan jangka menengah.

Baca juga: Penjelasan Lengkap Sri Mulyani Soal Utang yang Sudah Mencapai Angka Fantastis

Berikut isi beberapa poin dari Keterangan Pers Bersama tersebut seperti dikutip laman Kementerian Keuangan.

Pertama, kondisi perekonomian Indonesia cukup baik dan kuat

Kondisi ekonomi Indonesia cukup baik. Pertumbuhan ekonomi mencapai 5,06% pada triwulan I 2018. Inflasi pada April 2018 tercatat rendah, yaitu 3,41% (yoy), dan diperkirakan tetap rendah sesuai kisaran sasaran 3,5+1% pada akhir 2018. Defisit transaksi berjalan, sesuai pola musimannya, meningkat pada triwulan I 2018 menjadi 2,1% dari PDB, tetapi masih lebih rendah dibandingkan periode triwulan 1 tahun 2013 saat Taper Tantrum terjadi sebesar 2,61% dari PDB. Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan terjaga di bawah 2,5% dari PDB untuk tahun 2018 sehingga masih di bawah batas yang aman yaitu tidak melebihi 3% dari PDB.

Cadangan devisa lebih dari cukup untuk pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah, maupun untuk mengantisipasi kemungkinan pembalikan aliran modal asing ke luar. Stabilitas sistem keuangan juga tetap terjaga di tengah intermediasi perbankan yang terus membaik. Sementara itu, APBN menunjukkan implementasi yang sangat sehat.

Pada akhir April 2018, penerimaan perpajakan tumbuh sekitar 14,9%, dengan PPN yang tumbuh 14,1%, PPh Badan tumbuh 23,6%, dan pertumbuhan pajak yang kuat terjadi secara luas di berbagai sektor yang menggambarkan peningkatan aktivitas perekonomian serta kesehatan dunia usaha.

Defisit APBN sebesar 0,37% dari PDB dan keseimbangan primer mencatatkan surplus sebesar Rp 24,2 triliun yang mencerminkan makin sehatnya kondisi APBN dan terjaganya kesinambungan fiskal. Fundamental ekonomi seperti ini dipahami dunia internasional (termasuk para investor Indonesia) sebagai kondisi yang baik. Indonesia dipandang memiliki prospek ekonomi yang baik di masa depan.

Baca juga: Daya Beli Menurun Pemicu Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Gagal Capai Target

Kedua, stabilitas sektor jasa keuangan dan kondisi likuiditas di pasar keuangan Indonesia masih dalam kondisi terjaga

Permodalan dan likuiditas LJK masih sangat memadai, dengan CAR perbankan sebesar 22,38% serta RBC asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 310% dan 454%, serta excess reserve perbankan mencapai Rp 618 triliun.

Di sisi intermediasi, sampai dengan April 2018, kinerja sektor jasa keuangan masih tumbuh positif. Kredit perbankan dan piutang pembiayaan tumbuh masing-masing sebesar 8,94% yoy dan 6,36% yoy. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 8,06% yoy.

Premi asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi tumbuh tinggi masing-masing sebesar 38,44% yoy dan 18,61% yoy. Hingga 21 Mei 2018, penghimpunan dana di pasar modal telah mencapai Rp 61 triliun dengan tambahan emiten baru tercatat sebanyak 16 perusahaan, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu. Telah dalam pipeline, penawaran umum akan dilakukan oleh 58 perusahaan dengan nilai indikatif sebesar Rp 66,35 triliun. Total dana kelolaan investasi (reksadana dan kontrak pengelolaan investasi lainnya) meningkat dan per April 2018 telah mencapai Rp 739,71 triliun, naik 7,64% ytd.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Launching SOA Barang Ke Long Bawan dan Long Layu

Sementara itu, dari sisi risiko, risiko kredit dan risiko pasar masih dalam level yang manageable. Rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan tercatat sebesar 2,79% dan rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 3,01%. Sementara itu cakupan penjaminan LPS terhadap DPK mencapai 99,9% (nasabah) dan 52,15% (nominal) yang menunjukkan kepercayaan dan keamanan masyarakat terhadap system perbankan nasional cukup baik.

Baca juga: Ekonom Konstitusi: Salah Kaprah Merasiokan Utang Luar Negeri Terhadap PDB

Ketiga, tekanan terhadap stabilitas khususnya nilai tukar Rupiah lebih karena perubahan kebijakan di AS yang berdampak ke seluruh negara, termasuk Indonesia.

Semakin membaiknya perekonomian dan meningkatnya inflasi di AS akan mendorong peningkatan suku bunga the Fed, yang oleh sebagian pelaku pasar keuangan diperkirakan dapat lebih agresif menjadi 4 kali kenaikan dalam tahun ini. Sementara itu, penurunan pajak dan ekspansi pengeluaran fiskal Pemerintah AS akan berdampak pada peningkatan defisit fiskalnya yang diperkirakan akan mencapai sekitar 4% dari PDB tahun ini dan 5% tahun 2019.

Kedua perubahan kebijakan AS tersebut telah memicu secara cepat kenaikan yield US Treasury Bond, seperti untuk tenor 10 tahun hingga sempat mencapai 3,1%, dan penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Ketidakpastian global juga meningkat sehubungan dengan potensi perang dagang antara AS dan Tiongkok, serta beberapa ketegangan geopolitik regional.

Baca juga: Paradoks Slogan ‘Kerja’ Ketika Rupiah Melemah Tembus Rp 14.000

Berbagai faktor global tersebut telah memicu pembalikan modal asing (capital outflow) dan memberikan tekanan pada pasar keuangan di negara maju dan EMEs, termasuk Indonesia, baik penurunan harga saham, meningkatnya yield obligasi, maupun melemahnya nilai tukar terhadap dolar AS.

Keempat, ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang cukup kuat terhadap tekanan eksternal pada saat ini sebagaimana ditunjukkan pula pada periode-periode tekanan global sebelumnya. Secara year to date (sampai dengan 25 Mei 2018) mata uang rupiah terdepresiasi 3,91%. Tingkat tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang negara-negara EMEs lainnya seperti Turki, Filipina, dan Brasil.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga menunjukkan pelemahan yang cukup terkendali yaitu sebesar 5,98% (ytd) akibat keluarnya arus modal asing dari pasar saham. Ketahanan ekonomi Indonesia didukung oleh kondisi fundamental ekonomi yang cukup baik dan prospektif, serta bauran kebijakan makroekonomi dan struktural yang sehat dan terkoordinasi antara Pemerintah, BI, dan OJK.

Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomer 9 tahun 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan yang memberikan fondasi kepastian hukum untuk bagi pemerintah bersama BI, OJK, dan LPS dalam menjaga dan memelihara stabilitas sektor keuangan termasuk mewaspadai berbagai ancaman yang mungkin terjadi.

Baca juga: Parameter Ambigu Jokowi, Ketika Yuan China Sebagai Kiblat Rupiah

Sasaran dan Langkah Penguatan Koordinasi Kebijakan yang Ditempuh

Kelima, menyikapi perkembangan ekonomi global yang sangat cepat, Pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan terus berkoordinasi dan meningkatkan kewaspadaan dan siap mengambil kebijakan yang perlu untuk terus menjaga stabilitas ekonomi dan keberlangsungan pembangunan.

Dalam jangka pendek, fokus koordinasi kebijakan diprioritaskan pada memperkuat stabilitas dan ketahanan perekonomian nasional terhadap tekanan global, yaitu pada stabilitas nilai tukar rupiah, inflasi yang rendah, defisit fiskal yang sehat, dan defisit transaksi berjalan yang aman. Hal ini ditempuh melalui penguatan bauran kebijakan moneter Bank Indonesia, kebijakan fiskal oleh Kementerian Keuangan, ketersediaan bahan pokok strategis, dan juga penguatan pengawasan lembaga keuangan oleh OJK serta peningkatan pemantauan perkembangan DPK oleh LPS.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar RDP Terkait PHK Karyawan PT. BHP

Sementara itu, implementasi kebijakan reformasi struktural di sektor riil terus dipercepat, seperti peningkatan daya saing, perbaikan iklim investasi, dan pembangunan infrastruktur strategis, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.

Keenam, dalam jangka pendek Bank Indonesia memprioritaskan kebijakan moneter untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah.

Pertama, respons kebijakan suku bunga secara pre-emptive, front-loading dan ahead the curve akan ditempuh untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah, di samping tetap konsisten dengan upaya menjaga inflasi 2018-2019 agar tetap rendah dan terkendali sesuai sasaran 3,5+1%. Kedua, intervensi ganda (dual intervention) di pasar valas dan di pasar SBN terus dioptimalkan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, penyesuaian harga di pasar keuangan secara wajar, dan menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang. Ketiga, strategi operasi moneter diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas khususnya di pasar uang rupiah dan pasar swap antar bank. Keempat, komunikasi yang intensif khususnya kepada pelaku pasar, perbankan, dunia usaha, dan para ekonom untuk membentuk ekspektasi yang rasional sehingga dapat memitigasi kecenderungan nilai tukar rupiah yang terlalu melemah (overshooting) dibandingkan dengan fundamentalnya.

Sementara itu, untuk mendukung berlanjutnya momentum pertumbuhan ekonomi Bank Indonesia tengah mempersiapkan langkah lanjutan untuk pelonggaran kebijakan makroprudensial dan, berkordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan OJK, mengakselerasi upaya pendalaman pasar keuangan khususnya untuk pembiayaan infrastruktur dari swasta.

Ketujuh, kebijakan fiskal oleh Pemerintah diarahkan untuk menjaga APBN 2018 secara kredibel dan terus memperkuat kesehatan APBN dalam rangka menciptakan ruang fiskal yang memadai bagi stabilisasi dan menjamin kesinambungan fiskal dalam jangka menengah.

Pengelolaan kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN sampai saat ini tetap sesuai dengan arah yang telah ditentukan. Mobilisasi penerimaan negara dilakukan dengan menjaga iklim investasi, sambil tetap mendorong reformasi perpajakan seperti yang telah direncanakan. Sampai dengan April 2018, penerimaan perpajakan tumbuh mencapai 14,9% (yoy). Baik pajak penghasilan maupun PPN juga tumbuh dengan tingkat yang sangat baik.

Pertumbuhan pajak terlihat pada semua sektor dan terjadi secara broad based. Belanja negara dipastikan tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, sambil terus mendorong efisiensi anggaran. Keseimbangan primer diarahkan menuju positif dalam jangka menengah. Defisit anggaran per April 2018 tercatat sebesar 0,37% dari PDB, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 0,53% dari PDB. Pemerintah terus berkomitmen dalam jangka menengah untuk menjaga defisit APBN yang semakin kecil dengan meningkatkan sisi penerimaan negara dan menjaga efektivitas serta produktivitas belanja.

Di sisi pembiayaan, strategi front loading di awal 2018 terbukti tepat, sehingga sampai April ini pembiayaan anggaran di APBN 2018 telah direalisasikan hampir 57,9% dari target. Dalam jangka pendek, Pemerintah akan mengoptimalkan bauran pembiayaan dari bilateral, multilateral dan dari pasar untuk mendapatkan pembiayaan defisit yang optimal dan aman bagi keuangan negara dan perekonomian. Pemerintah akan terus melakukan pemantauan pasar keuangan global, untuk memastikan strategi dan pengelolaan pembiayaan yang prudent dan inovatif.

Kedelapan, pemerintah juga akan terus menjaga kesehatan keuangan dan tata kelola serta transparansi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN saat ini terus menjalankan perannya sebagai penggerak ekonomi nasional dengan corporate governance yang baik, dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian juga berfokus meningkatkan value perusahaan di saat yang sama maksimal menjalankan pelayanan bagi masyarakat.

Baca Juga:  Percepat Konektivitas, Pemkab Sumenep Luncurkan Pelayaran Perdana Kapal Express Bahari 8B

Dalam menjalankan misi pembangunan, BUMN akan semakin mengoptimalkan penggunaan pembiayaan ekuitas dan menjaga tingkat leverage yang aman. Untuk menjalankan peran BUMN sebagai penggerak ekonomi nasional, BUMN menggunakan berbagai alternatif innovative financing seperti sekuritisasi aset, KIK Efek Beragun Aset, Komodo Bond, kerjasama dengan investor strategis serta meningkatkan sinergi antar BUMN.

Langkah ini dilakukan melalui koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK. Pemerintah secara khusus memberi perhatian terhadap kondisi keuangan Pertamina dan PLN yang mendapatkan penugasan pemerintah terkait penyediaan energi, termasuk pembangunan kilang, pembangkit listrik, dan penyaluran energi bersubsidi agar tetap sehat dan tetap dapat menjalankan penugasan sesuai target yang diharapkan. Pemerintah juga memperhatikan kondisi keuangan dari BUMN Karya yang membangun infrastruktur.

Kesembilan, kebijakan pengawasan sektor keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) difokuskan untuk menjaga sektor keuangan yang sehat.

OJK terus mendorong program pendalaman pasar keuangan baik dari sisi permintaan maupun penawaran, dan penguatan infrastruktur pasar, serta memfasilitasi penerbitan obligasi daerah dan sekuritisasi aset. OJK menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dengan cara memelihara kesehatan industri, memperkuat fundamental emiten, dan menerapkan policy measures yang tepat pada saat pasar keuangan mengalami tekanan.

OJK mendorong pertumbuhan kredit dan pembiayaan sektor keuangan dengan memprioritaskan pertumbuhan pembiayaan yang berorientasi mendorong komoditas ekspor. Di samping itu, OJK akan terus meningkatkan inklusi keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas antara lain melalui pengembangan KUR klaster, bank wakaf mikro, dan teknologi finansial.

Kesempuluh, Lembaga Penjaminan Simpanan akan meningkatkan intensitas monitoring dan evaluasi terkait memadainya skema penjaminan simpanan: Besaran serta Tingkat Bunga Penjaminan.

LPS terbuka untuk melakukan penyesuaian yang diperlukan pada kesempatan pertama terhadap kebijakan Tingkat Bunga Penjaminan sesuai dengan perkembangan data tingkat bunga simpanan perbankan dan hasil evaluasi atas kondisi stabilitas sistem keuangan terkini. Peningkatan intensitas ini dilakukan dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat kepada sistem perbankan Indonesia.

Kesebelas, Indonesia akan terus melakukan langkah untuk memperkuat keseimbangan eksternal (neraca pembayaran) dengan terus meningkatkan ekspor melalui peningkatan daya saing ekonomi, memacu produktivitas, memperbaiki iklim dan kemudahan investasi, serta mempercepat dan memperdalam reformasi struktural di sektor riil untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkelanjutan.

Dengan fundamental ekonomi yang baik, Indonesia memiliki prospek pertumbuhan jangka menengah yang sangat baik. Sumber pertumbuhan adalah ekspor dan investasi. Ekspor juga menjadi kunci penurunan defisit transaksi berjalan yang sifatnya struktural. Langkah reformasi struktural dilakukan antara lain melalui perbaikan infrastruktur, perijinan, kepabeanan, dan lain-lain.

Perbaikan iklim investasi juga ditempuh dengan melakukan percepatan proses perijinan berusaha di tingkat Lembaga/Kementerian dan Pemda melalui implementasi Online Single Submission (OSS).

Selain itu untuk mendorong investasi industri dari hulu ke hilir, pemerintah memberikan insentif investasi berupa Tax Holiday, Tax Allowances, dan super deduction untuk penggantian biaya pendidikan dan pelatihan vokasi serta biaya penelitian dan pengembangan research and development.

Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menerbitkan peraturan dengan memberikan Tax Holiday 100% kepada industri pionir. Keseluruhan upaya reformasi struktural di atas diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi dan ekspor untuk menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada jangka menengah. (red/nn)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,062