NUSANTARANEWS.CO – Ramainya pemberitaan tentang terbongkarnya kelompok penjaja akun-akun palsu yang disebut sebagai sindikat Saracen menjadi buah bibir di masyarakat. Mereka divonis sebagai kelompok penyebar ujaran kebencian dan berita hoax.
Sebenarnya, Saracen atau yang istilah populernya dikenal buzzer bukanlah hal baru di negari ini. Pada mulanya, buzzer populer digunakan dalam dunia ekonomi, khususnya dunia marketing guna mempengaruhi konsumen.
Dalam ranah bisnis usaha, keberadaan buzzer akun-akun palsu ini memiliki peran vital dalam mendongkrak penjualan. Ia bertugas endors atau melakukan simulasi yang seolah-olah si akun yang berbicara di kanal media sosial ini adalah orang sungguhan.
Hal-hal yang ditonjolkan biasanya seputar keunggulan dan keistimewaan produk yang dipromosikan. Buzzer menempatkan dirinya sebagai orang di luar produk tersebut. Tujuannya supaya calon pembeli merasa yakin dan tertarik untuk membeli barang dagangannya.
Namun dalam perkembangannya, metode buzzer ini kemudian diadopsi ke dalam ranah politik. Tak jauh berbeda dalam dunia marketing, buzzer dalam politik juga difungsikan untuk mempengaruhi publik. Fenomena ini lazim terjadi di negara-negara dunia.
Dalam kampanye partai politik misalnya, buzzer-buzzer yang hanya dioperasikan oleh 4 sampai 5 orang ini digunakan untuk mendukung kelompoknya melalui media sosial. Di Indonesia, sejak Pilpres 2014 lalu, penggunaan akun abal-abal (buzzer) dengan mengatasnamakan warganet (real) sudah digunakan sebagai strategi dalam menggiring opini publik. Dan terbukti ampuh.
Bahkan setelah hajatan selesai, akun-akun buzzer (akun bodong) ini masih digunakan oleh pihak yang pro pemerintah maupun yang beropisisi. Pihak yang pro pemerintah memanfaatkan akun-akun buzzer ini untuk memframing keberhasilan yang dicapai pemerintah. Tujuannya sama agar netizen (warganet) menjadi percaya. Pun sebaliknya.
Itu artinya, Saracen (penjaja akun bodong) tidak melulu menyangkut ujaran kebencian, melainkan juga sebagai media bully (menghina) atau menyudutkan rival-rival politik. Citra seorang pemimpin juga bisa dibangun oleh kelompok-kolompok ini. Baik yang pro maupun yang kontra. Keduanya bisa saling serang dan saling cerca.
Pewarta/Editor: Romandhon