Berita UtamaMancanegara

India Prihatin Atas Kekerasan Bersenjata di Myanmar

NUSANTARANEWS.CO – Sebuah kelompok militan, Arakan Rohingya Salvation Army atau ARSA, mengklaim bertanggung jawab atas serangan pada Kamis malam di lebih dari 25 pos polisi Myanmar. Kelompok itu mengaku aksi mereka untuk membela etnis Rohingya yang telah disiksa oleh pasukan pemerintah Myanmar. Klaim ini disampaikan dalam pernyataannya di Twitter.

Menurut laporan PBB, sudah lebih dari 80 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak konflik pecah bulan Oktober tahun lalu.

Melihat situasi perbatasan Myanmar yang terus bergolak, juru bicara Kementerian Luar Negeri India mengungkapkan keprihatinannya, terutama atas serangkaian serangan teroris terhadap pos polisi Myanmar. India prihatin dengan serangan militan baru-baru ini di Myanmar barat dan berharap para pelakunya dibawa ke pengadilan.

“India sangat prihatin dengan laporan tentang kekerasan dan serangan baru oleh teroris di negara bagian Rakhine, Myanmar utara, Kami sangat sedih atas hilangnya nyawa di antara anggota pasukan keamanan Myanmar … Serangan semacam itu pantas dikutuk….” Kata Raveesh Kumar, juru bicara Kementerian Luar Negeri India, dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga:  Ketua Lembaga Dakwah PCNU Sumenep Bahas Tradisi Unik Penduduk Indonesia saat Bulan Puasa

Juru bicara tersebut juga menambahkan bahwa India menawarkan dukungan kepada pemerintah Myanmar. Sebagai catatan, bila India dan Myanmar bekerjasama, maka muslim Rohingya akan semakin terjepit antara Budha (Myanmar) dan Hindu (India) di perbatasan.

Seperti telah diberitakan, bentrokan bersenjata kian meningkat di negara bagian Rakhine, Myanmar, dalam tiga hari terakhir ini yang menewaskan hampir 100 orang. Bentrokan bersenjata ditengarai berawal dari serangan etnis minoritas muslim Rohingya terhadap 30 pos polisi, Jumat lalu yang menyebabkan 32 orang tewas. Serangan tersebut merupakan insiden terburuk sejak Oktober 2016,

Pemerintah Myanmar telah mengevakuasi sedikitnya 4.000 warga desa non-Muslim di tengah bentrokan yang berlangsung di Rakhine barat laut. Evakuasi khusus penduduk non-Muslim itu dilakukan karena serangan berasal dari etnis minoritas Muslim Rohingya, yang selama ini diperlakukan tidak adil oleh pemerintah Myanmar.

Sementara sudah puluhan ribu warga Rohingya yang melarikan diri ke Banglades sejak konflik bersenjata pertama terjadi pada Oktober 2016 di mana militan membunuh sembilan polisi di pos berbatasan Rakhine.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Bentrokan sengit terjadi di pinggiran kota Maungdaw, menurut penduduk dan pemerintah. Serangan itu menandai peningkatan dramatis konflik yang telah merebak di kawasan ini sejak Oktober lalu.

Di samping itu, kekerasan terbaru di Rakhine, Myanmar dalam tiga hari terakhir ini, kembali memicu gelombang pelarian warga Muslim Rohingya untuk melintasi perbatasan menuju Bangladesh

Melihat eskalasi konflik yang terus meningkat, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Heather Nauert mendesak militer Myanmar untuk tetap menghormati hukum dan melindungi hak asasi etnis minoritas Rohingya dalam operasi militernya di pos perbatasan pada Jumat lalu. AS meminta pemerintah Myanmar untuk menahan diri setelah bentrokan bersenjata antara militer dan milisi Rohingya yang menewaskan 12 tentara serta 77 warga Muslim Rohingya, termasuk para milisi, dilansir Fox News, Sabtu 26 Agustus 2017. (Banyu)

Related Posts

1 of 25