Politik

CIPG Ungkap Nilai Transaksi Agensi Buzzer untuk Satu Calon

CIPG Ungkap Nilai Transaksi Agensi Buzzer untuk Satu Calon
Buzzer Politik. (Ilustrasi/nn)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pertarungan politik tanah air, baik Pilgup maupun Pilpres, sudah bukan rahasia lagi jika ada peran buzzer di dalamnya. Keberadannya di dunia maya tidak diingkari oleh publik. Buzzer begitu aktif membicarakan politik di media sosial, bahkan perannya terhadap kemenangan clien yang menyewanya cukup signifikan.

Mulanya, buzzer merupakan strategi marketing untuk mempromosikan sebuah produk lewat media sosial. Namun, seiring berjalannya waktu, buzzer juga digunakan untuk mempromosikan isu atau wacana politik untuk mendongkrak elektabilitas atau popularitas tokoh atau partai politik.

Baca: Pengakuan Mantan Buzzer: Gaji Buzzer Politik Cukup Menggiurkan

Peneliti dari Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) Rinaldi Camil mengutarakan kepada CNNIndonesia.com, terdapat nilai transaksi agensi buzzer sebesar Rp3 miliar untuk satu calon pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017.

“Sebagai gambaran di putaran kedua pilkada DKI 2017 nilai transaksi proyek mencapai Rp3 miliar,” ujar Rinaldi di Jakarta, Kamis (10/1/2019).

Baca Juga:  Jatim Menang Telak, Khofifah Ucapkan Selamat ke Prabowo Menang Pilpres

Rinaldi menambahkan, agensi menerima bayaran sebesar Rp100 juta rupiah per paket. Paket yang dimaksud seperti pembuatan website dan menjadi peternak akun.

“Untuk yang bulanan bisa mencapai Rp100 juta rupiah ke agensi. Ada yang perbulan tapi juga ada yang perpaket. Termasuk dalam paket biasanya ada pembuatan website dan bot. Seperti saracen kalau masih ingat,” kata Rinaldi

Rinaldi pun mengakui buzzer merupakan lahan yang besar karena besarnya pangsa pasar di Indonesia. Rinaldi mengatakan buzzer lahir dari konsep marketing untuk mempromosikan produk di media sosial. Buzzer mulai beraksi pada tahun 2012 saat Pilkada DKI Jakarta.

“Pada tahun 2012, Pangsa pasar ini kemudian setelah dimanfaatkan di dunia periklanan, orang orang melihat peluang ini bisa menjadi politik. Karena melihat penetrasi internet dan angka pengguna besar dan menargetkan dewasa muda,” kata Rinaldi.

Di saat yang sama, Mantan buzzer Rahaja Baraha menuturkan setiap bulan dirinya mendapatkan fee Rp7 juta ketika dia jadi buzzer dalam masa pilkada DKI Jakarta 2017. Saat itu organisasi buzzer-nya direkrut oleh sebuah partai, kemudian ia berperan sebagai koordinator yang membawahi tim kecil berjumlah 10 orang.

Baca Juga:  DPC PDIP Nunukan Buka Penjaringan Bakal Calon Kepala Daerah Untuk Pilkada Serentak 2024

“Saya sudah 1,5 tahun berkecimpung di konsultan politik ini. Dari 2016 awal sampai 2017 tengah, sampai Pilkada usai,” akunya.

Sementara untuk anggota tim yang dimilikinya, tutur Rahja, hanya punya gaji sesuai dengan UMR Jakarta tahun 2017 yakni Rp 3,3 juta. Gaji ini dinilai cukup menarik bagi kalangan tertentu karena sebagian buzzer ini masih duduk di bangku kuliah.

“Semua tim saya UMR Jakarta Rp3,3 juta sekian. Kalau saya sendiri hampir Rp7 juta. Uang segitu karena saya koordinator di tim itu,” tuturnya.

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 3,147