Mancanegara

Bungkam atas Penindasan Rohingya, Aung San Suu Kyi Kembali Kehilangan Gelar

NUSANTARANEWS.CO, Washington – Museum Peringatan Holocaust di Amerika Serikat (AS) mencabut penghargaan utama untuk pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi. Ia dinilai gagal menghentikan kebrutalan pasukan keamanan pemerintah yang menindas etnis Rohingya di Rakhine State pada 2017 lalu.

Kasus pembantaian etnis Rohingya ini telah menjadi perhatian dunia. Tak sedikit yang mengecam tindakan pemerintahan Myanmar yang dinilai berusaha melakukan tindakan pembersihan etnis terhadap minoritas Rohingya. PBB bahkan menyebut tindakan kekerasan tersebut sebagai upaya ethnic cleansing atau pembersihan etnis.

Suu Kyi yang selama bertahun-tahun dikenal sebagai tokoh pro demokrasi di Myanmar malah justru tak bisa bebruat banyak melihat kengerian yang terjadi di negaranya.

Bahkan dilaporkan, Suu Kyi dan Liga Nasional untuk Demokrasi menolak bekerja sama dengan penyidik PBB dan melarang akses kepada wartawan untuk mendatangi daerah-daerah di Rakhie State.

BACA: Kepentingan Cina di Balik Kekerasan Berdarah di Rakhine

Direktur Museum Sara Bloomfield mengatakan tak mudah bagi pihaknya mengambil keputusan pencabutan tersebut. Namun, keputusan harus diambil karena pihaknya mengaku harus bertindak menghadapi menghadapi pengusiran dan pembunuhan massal yang diatribusikan pada pasukan keamanan pemerintahan Myanmar.

Baca Juga:  Burundi Reiterates Support for Morocco's Territorial Integrity, Sovereignty over Sahara

Sara Bloomfield mengaku tak menyangka Suu Kyi melakukan pembiaran terhadap tragedi kemanusian di Rohingya tersebut. “Kami sempat berharap anda akan melakukan sesuatu untuk menghentikan operasi brutal militer dan menyuarakan solidaritas pada populasi Rohingya,” kata Bloomfield dikutip CNN, Kamis (8/3/2018).

Alih-alih menyelesaikan persoalan, Suu Kyi juga ikut melarang penyidik PBB masuk ke Rohingya, membiarkan wartawan ditindas dan mendukung retorika kebencian terhadap Rohingya.

Ini penghargaan berikutnya yang dicabut dari Suu Kyi yang pada 1991 silam meraih Nobel Perdamaian. Sebelumhya Suu Kyi sudah kehilangan penghargaan Freedom of the City of Oxford, yang diberikan kepadanya 1997 silam.

BACA: Di Balik Konflik Etnis Rohingya di Rakhine

Diketahui, lebih dari 600 ribu etnis Rohingya keluar dari Rakhine State untuk menyelamatkan diri dari operasi pembersihan yang dipimpin militer Myanmar tahun lalu. Operasi ini digelar dengan dalih memburu militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang sebelumnya menyerang pos keamanan di perbatasan. (red)

Baca Juga:  Klausul 'Rahasia' dari 'Rencana Kemenangan' Zelensky: Bergabung dengan NATO dan Memperoleh Senjata Nuklir

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 4