Hukum

Akankah Setya Novanto Lolos (Lagi) dari Jeratan Hukum?

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Akhirnya Setya Novanto harus berurusan dengan KPK usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan KTP berbasis elektronik (e-KTP) pada Senin 17 Juli 2017. Tak berlebihan kiranya momen ini disebut-sebut sangat dinanti publik, terlebih sedikitnya ada 70 pihak yang terlibat dalam ‘bagi jatah’ uang haram korupsi e-KTP. Selain itu KPK juga telah berjanji bakal menyeret semua pelaku mega korupsi yang dikatakan merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun.

Dari sekian banyak pihak yang terlibat, nama Ketua DPR Setya Novanto juga termasuk salah satunya. Setnov, begitu sapaan akrab Setya Novanto diduga hendak memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi dengan duit haram korupsi proyek e-KTP tersebut. Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Tak tanggung-tanggung, Setnov diduga meminta jatah sebesar 574 miliar bersama dengan mitranya Andi Agustinus alias Andi Narogong. Duet Andi-Narogong disebut-sebut pemain kunci memuluskan mega proyek e-KTP. “SN (Setya Novanto) juga diduga telah mengkondisikan peserta lelang barang dan jasa e-KTP,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, Senin (17/7).

Baca: Jadi Tersangka e-KTP, Ini Rincian Harta Setnov

Atas perbuatannya ini, Setnov disangkakan melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi senagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca Juga:  Laura Hafid Apresiasi Penggagalan Penyelundupan Barang Ilegal di Nunukan

Terlepas dari itu, nama Setya Novanto diketahui memang tak lepas dari kontroversi. Redaksi mencoba untuk melakukan penelusuran terkait dengan kasus apa saja yang pernah menimpa dan menjerat Setnov.

Pada 1999, Setnov diketahui sudah berurusan dengan penegak hukum. Di tahun ini, Setnov terjerat kasus pengalihan hak tagih Bank Bali. Kasus ini tercium usai Bank Bali mentransfer Rp500 miliar lebih kepada PT Era Giat Prima. Perusahaan ini diketahui milik Setnov bersama dua rekannya Djoko S. Tjandra, dan Cahyadi Kumala. Dan pengalihan hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang diduga merugikan negara Rp904,64 miliar. Dalam kasus ini, Setnov lolos setelah pada 18 Juni 2003 kejaksaan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Lolos dari kasus pengalihan hak tagih Bank Bali pada 2003, di tahun ini juga nama Setnov kembali terseret kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton. Kasus ini dilaporkan pada Februari-Desember 2003. Setnov tak sendiri, ia dilaporkan bersama rekannya di Golkar Idrus Marham. Keduanya diduga telah dengan sengaja memindahkan 60 ribu ton beras dari gudang pabean ke gudang nonpabean yang diimpor hingga merugikan negara sebesar Rp122,5 miliar. Tapi, Setnov dan Idrus berhasil lolos dan hanya diperiksa di Kejaksaan Agung pada 27 Juli 2006 silam.

Baca Juga:  Pengacara Sunandar Yuwono Ambil Alih Perkara Tunggakan Pengembang Tenjo City Metropolis 

Pada 2006, setelah lolos dalam kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton, Setnov kembali berulah. Ia terseret kasus penyelundupan limbah bahan beracun berbahaya (B3) yang ditemukan di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau. B3 itu diketahui seberat 1.149 ton. Setnov diduga berperan sebagai negosiator dengan eksportir limbah di Singapura.

Enam tahun berselang, kembali Setya Novanto bersinggungan dengan penegak hukum. Tepatnya pada 2012, ia diperiksa KPK atas dugaan terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan sarana dan prasarana PON 2012. Meski sempat diperiksa KPK, Setnov lolos dan membantah tuduhan serta mengaku tahu-menahu soal kasus PON. Akhirnya Gubernur Riau Rusli Zainal saja yang ditetapkan sebagai tersangka. Diketahui pada 19 Agustus 2013 Setnov diperiksa KPK untuk tersangka Rusli Zainal.

Lolos kasus PON 2012, berselang setahun kembali nama Ketua Umum Golkar ini disebut-sebut terlibat dalam kasus e-KTP. Ia diduga terlibat dalam korupsi pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tapi, Setya membatah ikut-ikutan korupsi sampai akhirnya pada 2017 KPK berhasil membuktikan keterlibatan Setya dalam kasus yang sudah terjadi sejak lama ini.

Pada 2014, Setya juga sempat diduga terlibat dalam skandal kasus korupsi yang menyeret hakim MK Akil Mochtar. Setya sempat diperiksa sebagai saksi untuk Akil dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah di MK.

Baca Juga:  Bea Cukai Nunukan Lakukan Hibah dan Musnahkan Barang Ilegal Lainnya

Terakhir, kasus ‘Papa Minta Saham’ pada 2015. Kasus ini heboh setelah Menteri EDSM waktu itu Sudirman Said melaporkan Setya ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di DPR. Setya dilaporkan terkait pencatutan nama Presiden RI Joko Widodo dalam perbincangan tentang saham Freeport antara Presiden PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid.

Akibat kasus ini, Setya dicopot dari kursi Ketua DPR karena sedang melawan proses hukum di Kejaksaan dengan melakukan gugatan uji materi atas Pasal 88 Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 15 tentang Pemberantasan UU Tipikor. Setya melakukan gugatan uji materi ke MK dan berhasil menang.

Setelah menang, Setya kembali ke kursi yang telah ditinggalkannya selama beberapa waktu. Ade Komarudin (Akom) yang sempat menggantikan posisi Setya harus berbesar hati menyerahkannya kembali ke sang empunya, Setya Novanto.

Sekadar informasi, harta kekayaan Setya Novanto seperti tertulis dalam laporan harta kekayaan terakhirnya ke KPK (13 April 2015) tercatat sebesar Rp114.769. 292.837 dan US$49.150. Jumlah itu meningkat dari pelaporan sebelumnya pada Desember 2009, yakni sebesar Rp73.789.728.051 dan US$17.781.

Kini, Setya kembali berurusan dengan penegak hukum (KPK) usai ditetapkan sebagai tersangka kasus e-KTP. Akankah Setya lolos lagi?

Pewarta: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 27