Ekonomi

AEPI: Tanggung Jawab Pemerintah di Sektor BBM Tinggal Seupil

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng. (Foto: Ahmad Hatim/ NUSANTARANEWS.CO)
Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik
Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng. (Foto: Ahmad Hatim/ NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menilai subsidi yang diberikan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi masyarakat hanya tinggal seupil.

“Itu mirip belas kasihan saja, bukan kebijakan subsidi,” kata Daeng melalui keterangan resmi di Jakarta, Rabu (4/7/2018).

Baca Juga:

Menurut Daeng, subsidi BBM adalah kewajiban pemerintah yang ditetapkan oleh Konstitusi Dasar negara ini dan diatur dengan UU sektor energi. Subsidi merupakan cara suatu negara mempertahankan dan memperkuat ketahanan ekonomi negara tersebut dari gempuran liberalisasi perdagagan.

“Tapi dalam kenyataannya Pemerintah Indonesia terus mengeliminasi subsidi dan menuju penghapusan secara total segala bentuk subsidi. Ini adalah ideologi yang dianut oleh pemerintah Indonesia sekarang. Ideologi ini disebut neoliberal,” ungkapnya.

Bahkan, kata dia, pada level kebijakan energi saat ini, pemerintah dapat dikategorikan ultra neo liberal. Seluruh rantai suplay energi dijadikan ajang bisnis. “Pemerintah memperlihatkan sikap yang sangat anti pada subsidi. Subsidi bahkan telah dipandang sebagai suatu yang menjijikkan,” tegas Daeng.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Serahkan Bantuan Sosial Sembako

“Apa buktinya? subsidi BBM hanya berkaitan dengan kurang dari 1/3 BBM yang didistribusikan kepada masyarakat. Itupun nilai subsidi yang diberikan sangat kecil,” imbuhnya.

Di dalam APBN 2017, sambung dia, nilai subsidi BBM hanya Rp. 32,3 triliun untuk elpiji, tabung gas dan solar Rp.500/liter. Sementara subsidi premium diserahkan menjadi tanggung jawab Pertamina yang berakibat Pertamina selaku BUMN kelabakan.

“Jadi bagaimana pemerintah dikatakan melaksanakam tanggung jawbanya melaksanakan subsidi BBM? Subsidi solar hanya Rp. 500 /liter dari APBN. Nilai tersebut kurang dari 10 % dari harga solar. Itu bukan subsidi itu sama belas kasihan,” jelas dia.

Daeng menambahkan, jika dikalikan dengan pasokan solar setahun 14 juta KL maka anggaran subsidi hanya Rp. 7 triliun setahun. bandingkan dengan penjualan BBM selama setahun yang mencapai Rp. 500 triliun lebih. Maka subsidi BBM hanya 1 % dari seluruh penjualan BBM.

“Kalau dalam bahasa Sumbawa itu disebut Akal Bolong,” tandasnya.

Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,170