Budaya / SeniResensi

Kisah Perjuangan Dua Tokoh demi Nyawa Buku

Buku Ini Tidak Dijual. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)
Buku Ini Tidak Dijual. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)

Judul Buku : Buku Ini Tidak Dijual

Penulis : Henny Alifah

Penerbit : Indiva Media Kreasi

Cetakan : I, Maret 2015

Tebal : 192 Halaman

ISBN : 978-602-1614-48-8

Peresensi : M Ivan Aulia Rokhman*

 

NUSANTARANEWS.CO – Novel yang dibalut suspense ini berawal dari kisah buku milik Padi yang dijual ayahnya, yaitu Kakek. Karung yang berisi majalah, buku sekolah dari SD hingga SMA, dan novel-novel dibungkus oleh Gading, anak Padi, untuk dijual ke tukang loak. Ada lima karung yang dijual. Saat pulang ke rumah, padi geram melihat hal ini. Ia pun ngotot ingin bukunya kembali. Kingkin dan Gading harus menemukan siapa orang yang membeli buku itu. Padi menginginkan buku itu harus pulang dalam keadaan utuh.

Karena buku itu, Gading mengalami banyak hal. Ia bertemua dengan anak penjual buku bekas, sedangkan Kingkin bertemu dengan sadis yang membantunya mencari buku hingga pulang ke rumah. Tapi naasnya, kejadian itu hampir membawa Gading pada kematian, bahkan perampokan. Dapatkah mereka menuntas misinya?

Baca Juga:

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Novel ini bertema literasi ini ditulis oleh penulis pendatang baru, Henny Alifah. Buku yang memenangi juara 1 Lomba Menulis Novel Inspiratif dari Penerbit Indiva ini, bertema sederhana dengan gaya bahasa yang segar dan membumi. Seperti layaknya novel lokal lainnya, novel ini lebih banyak menampilkan kritik sosial secara halus di setiap babnya. Meskipun di beberapa bagian kurang tereksplorasi dengan baik.

Ada beberapa bab yang membahas tentang kritik sosial yang dilontarkan Padi tentang orang yang tidak menghargai buku, misalnya saja Kakek yang tega menjual buku Padi pada tukang loak. Ada pula kritik sosial tentang pendidikan di mana dimunculkan tokoh anak-anak madrasah di sekolah swasta yang kekurangan dana untuk membeli buku. Perpustakaan yang tidak terawat, bahkan sistem pendidikan yang lebih menitikberatkan pada pendidikan formal. Sisi agama tidak terlalu diekspos, padahal jika seperti anak-anak madrasah yang bisa belajar tifa bahasa dalams sepekan, dan merutinkan shalat, akan tercipta nuansa lain. Bukan hanya otak anak yang terisi, tapi juga akhlak.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Suasana pendesaan terlihat nyata digambarkan penulisnya, dari sawah, hingga sekolah bahkan mushala tempat kejadian ini terjadi. Pertemuan dengan penjagat menjadi klimaks dari cerita, dengan gaya bertutur yang meliuk-liuk, penulis berhasil memunculkan adegan ini dengan baik. Tidak menyangka Gading dan Kingkin akan mengalami kejadian, mengejutkan di akhir cerita.

Perbedaan pendapat diantara keduanya membuat keadaan rumah tidak nyaman. Gading memilih menenangkan diri di sawah. Disana ia bertemu sepupunya. Kingkin dan Gading pun menceritakan masalah yang sedang terjadi di rumah. Rupanya Kingkin mengenali ciri-ciri orang yang membeli koleksi buku Padi. Masih ada kemungkinan buku yang telah dijual dapat dimiliki kembali. Sehingga pertengkaran di rumah bisa segera teratasi (hal 29).

Ketika ide tersebut tersampaikan, Padi malah tidak mau mendatangi tempat mengepul barang bekas yang disebut Kingkin. Alasannya karena ia masih lelah karena baru saja sampai dari Jakarta. Padahal alasan yang sebenarnya ia tidak ingin meninggalkan Bapak sendirian di rumah. Ternyata dalam keadaan marah sekalipun, Padi masih memperhatikan Bapak (hal 35).

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Akhirnya Gading dan Kingkin yang mendatangi rumah pengembul barang bekas tersebut. Namanya Pak Mersudi, rumahnya terbagi menjadi dua bagian. Salah satu bagian yang digunakan sebagai tempat tinggalnya bersama keluarga. Sebagian lainnya digunakan sebagai tempat penampungan barang bekas.

Para pengawai Pak Mersudi tampak sedang memilah barang bekas sesuai dengan jenisnya. Tidak hanya buku, koran, dan majalah bekas, berbagai macam peralatan rumah tangga yang sudah tidak terpakai pun ada di tempat penampungan tersebut. Sayangnya buku yang mereka baru saja dibawa anak Pak Mersudi kepada seorang pembeli (hal 47).

Nilai-nilai baik dari buku sangat berguna sekali bagi kehidupan. Sebagai bacaan novel ini cukup menghibur dan membawa kebaikan yang telah diapresiasi terbaik kepada pembaca.

*M Ivan Aulia Rokhman, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dr Soetomo Surabaya. Lahir di Jember, 21 April 1996. Lelaki berkebutuhan khusus ini meraih anugerah “Resensi / Kritik Karya Terpuji” pada Pena Awards FLP Sedunia. Saat ini menjabat di Devisi Kaderisasi FLP Surabaya dan Anggota UKKI Unitomo.

Related Posts

1 of 3,142