Ekonomi

AEPI Sebut APBN Dirancang Defisit

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menyebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) seoal-olah dirancang defesit. Dalam hal ini, dirinya menjelaskan, defisit anggaran 2018 lebih rendah dari 2017.

Defisit ini, kata dia sebesar Rp 325,9 triliun atau 2,19% dari PDB. Akan tetapi target defisit ini dipastikan akan berubah pada APBNP 2018, ungkap Daeng.

Sebagaimana APBNP 2017 yang menetapkan angka defisit hingga 2,92% PDB. Ketetapan ini dalam rangka pemerintah menarik pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri dalam rangka menutup kekurangan penerimaan negara dari pajak dan sumber daya alam.

Menurutnya, APBN defisit karena pengeluaran pemerintah lebih besar dari pendapatan.
“Lebih besar pasak dari pada tiang,” ungkap Daeng.

Pengeluaran pememerintah yang besar tersebut disebabkan oleh dua pengeluaran besar yakni (1) pengeluaran rutin dalam bentuk gaji PNS, anggota DPR, MPR dan tunjangan serta anggaran rutin lainnya dalam menjalankan roda pemerintahan. (2) pengeluaran untuk pembayaran kewajiban pemerintah yakni bunga utang, cicilan utang dan utang jatuh tempo yang jumlahnya sangat besar setara dengan seluruh gaji, tunjangan, PNS dan anggota DPR, MPR. Kedua pengeluaran tersebut menyedot lebih dari 75% APBN.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Untuk dapat menutupi pengeluaran tersebut, sambung dia maka pemerintah menyandarkan pada utang baru. “Sebetulnya jumlah utang baru pemerintahan Jokowi yang rata-rata jumlahnya sebesar Rp. 500 triliun setahun tidak cukup untuk menutupi kewajiban yang disebabkan oleh utang lama atau akumulasi utang yang diciptakan oleh pemerintah,” ujarnya.

Sementara itu, mengenai evaluasi pengelolaan hutang negara yang terus membengkak, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Komisi XI DPR RI (4/9/2017) lalu menggelar rapat kerja bersama. Hutang pemerintah saat ini hampir tembus 4.000 triliun atau tepatnya Rp 3.706,52 triliun perakhir Juni 2017 lalu.

Nominal ini meningkat sebesar Rp 34,9 triliun dari bulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam APBN Perubahan 2017 sebesar 3.717 triliun, rasio utang pemerintah hingga Juni 2017 sebesar 27,02% dari PDB.

Hingga akhir tahun ini pemerintah menargetkan rasio utang pemerintah pusat sebesar 28,1% terhadap PDB. Sementara itu, batas aman utang pemerintah yang diperbolehkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sebesar 60% dari PDB.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

Namun, anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyatakan bahwa dalam praksisnya merujuk paparan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani belum melakukan upaya strategi pengelolaan utang. “Saya belum melihat strategi pengelolaan utang.  Menurut saya ini bukan strategi hutang tapi strategi mengelola APBN,” tegas Misbakhun di Gedung Parlemen Senayan, Senin (4/9/2017).

Misbakhun juga memberikan catatan paparan Menkeu Sri Mulyani yang ia nilai kurang detail. “Sebenarnya saya ingin Ibu Sri Mulyani lebih detail. Strategi ke depan seperti apa?” tanya politisi Golkar itu.

Misbakhun berpendapat bahwa pemerintah tidak bisa membandingkan utang negara Indonesia dengan Jepang atau negara maju lain dan masih ada risiko yang sangat besar walaupun porsi SUN dimiliki oleh 62% investor dalam negeri. Pasalnya, pembandingan hutang yang digunakan oleh Menkeu hanya dengan negara-negara G20.

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 21