Ekonomi

Kisruh Mafia Impor Migas, Presiden Dinilai Perlu Tetapkan Agregator Migas

skk migas, fatar yani, omong kosong, wakil kepala skk migas, nusantaranews
SKK Migas. (Foto: Ilustrasi/Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerhati ekonomi-politik Salamuddin Daeng mengatakan presiden perlu menetapkan agregator migas menyikapi soal kisruh mafia impor migas.

Jika menyimak pernyataan presiden Jokowi soal mafia migas, maka tergambarkan bahwa mafia yang dimaksud ada dalam kegiatan impor migas. Mafia yang menjadi penyebab tekornya neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan Indonesia,” kata Daeng, Jakarta, Rabu (4/12/2019).

Lalu siapa yang melakukan impor migas? “Yakni Pertamina dan perusahaan swasta,” ucapnya.

Kemudian, siapa saja perusahaan swasta yang melakukan impor migas? “Yakni perusahaan nasional dan perusahaan asing. Perusahaan yang melakukan impor migas adalah perusahaan besar dan jumlahnya tidak banyak,” sambung peneliti AEPI Jakarta ini.

Dengan demikian, lanjutnya, langkah presiden Jokowi untuk menangkap  mafia migas tidak terlalu sulit, karena perusahaan-perusahaan yang melakukan impor migas ada di depan mata pemerintah sendiri.

Dari sisi hukum juga tidak terlalu sulit, kata Daeng. Presiden Jokowi tinggal membentuk tim yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan dan hakim untuk melaksanakan operasi sapu bersih mafia di perusahaan-perusahaan impor migas tersebut. Tim bentukan presiden ini dapat dibentuk dengan peraturan  dibawah UU Migas.

Baca Juga:  Relawan Anak Bangsa Gelar Bazar Tebus Sembako Murah di Kalibawang

Daeng menjelaskan, dalam proses yang sedang berjalan presiden Jokowi dapat membekukan ijin impor migas oleh importir yang ada sekarang.

“Pemerintah mengambil alih secara langsung impor migas dengan sepengetahuan presiden. Jadi, setiap satu liter BBM impor nantinya diketahui oleh presiden siapa importirnya dan berapa harganya. Karena jumlah importir ini tidak banyak maka bukan hal yang sulit,” papar dia.

Ke depan, lanjutnya, seluruh kegiatan impor migas kalau bisa satu pintu. Dilakukan oleh badan pemerintah di bawah presiden langsung. Pintu impor migas satu pintu ini akan menutup habis celah beroperasinya mafia migas.

“Kesulitan pemerintah selama ini adalah swasta dan BUMN melakukan impor sendiri sendiri untuk pasar sendiri. Akibatnya pemerintah tidak dapat mengontrol besarnya impor,” ungkap Daeng.

“Meskipun sekarang pertamina tidak diperbolehkan melakukan impor solar, karena difokuskan agar bisa memproduksi B20, akan tetapi swasta boleh melakukan impor solar untuk pasar dan perusahaan mereka sendiri. Akibatnya pemerintah tidak dapat mengontrol pasar, pasokan maupun harga,” papar pengamat ekonomi-politik ini.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Agregator  Migas

Minyak dan gas adalah kebutuhan dasar masyarakat. Migas tidak boleh mengalami kelangkaan, namun juga tidak boleh over suppy karena bisa merugikan badan yang menanganinya. Mengingat jumlah yang harus diimpor sangat besar, kalau badan yang menanganinya kekurangan uang, maka pasokan di masa mendatang akan terganggu dan membahayakan stabilitas ekonomi dan  keamaman.

Oleh karenanya pemerintah harus membuat kebijakan agregator migas. “Yakni pihak yang diberi kewenangan tunggal untuk melakukan impor migas, mengumpulkan migas yang diproduksi di dalam negeri termasuk mengumpulkan B20 dan  mendistribusikan migas dan B20  yang dikumpulkan kepada distributor dan masyarakat,” terangnya lagi.

Daeng mengatakan ada tiga pihak yang dapat ditunjuk pemerintah atau presiden langsung sebagai agregator migas.

Pertama, pihak swasta besar yang selama ini memang sanggup membiayai impor dalam jumlah besar.

Kedua, Pertamina yang merupakan BUMN migas satu-satunya milik pemerintah dan memiliki kemampuan keuangan sebagai agregator migas.

Ketiga, badan otoritas impor yang dibentuk oleh pemerintah melalui peraturan setingkat di bawah UU migas.Badan ini menggunakan APBN untuk membiayai impor migas.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

“Ketegasan pemerintah dalam menunjuk agregator dalam mengurusi impor dan mengumpulkan migas termasuk B20 merupakan cara yang efektif dalam menjamin stabilitas migas, baik dari sisi pasokan atau pun harga migas di seluruh indonesia. Agregator migas ini nantinya membuat laporan berkala paling sedikit setiap bulan secara langsung kepada presiden,” kata Daeng.

Agregator ini juga nanti akan memastikan program B20, B30 hingga B100 yang menjadi program prioritas pemerintah ini dapat berjalan. Karena tanpa agregator dapat dipastikan program energi baru terbaharukan ini tidak akan berjalan.

“Jika pemerintah tetap memberikan ijin impor solar kepada swasta asing dan AKR, maka produksi B20, B30 dan seterusnya, sulit untuk dapat diserap oleh pasar. Agregator migas akan berfungsi untuk memastikan bahwa produksi energi baru di dalam negeri dibeli oleh agregator dan didistribusikan ke masyarakat secara mandatori atau wajib,” pungkasnya.

Pewarta: Romadhon

Related Posts

1 of 3,076