NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menyambut baik adanya kebijakan baru yang memastikan mengenai ketersediaan pasokan bahan baku garam industri.
“Kami memberikan apresiasi kepada pemeritah karena serius menyelesaikannya. Ini sesuai dengan harapan di kalangan industri dalam negeri yang membutuhkan garam sebagai bahan baku produksinya,” kata Tony, Jakarta, Minggu (18/3/2018).
Baca:
Tolak Impor Garam, Mahasiswa Geruduk Gedung DPRD Sumemep
Ribuan Mahasiswa Madura Menolak Impor Garam Asal Australia dan India
Petani Garam Sumenep Keluhkan Rencana Pemerintah Impor Garam
Impor Garam Industri 3,7 Ton, Senator Nawardi: Swasembada Hanya Akal-Akalan
Pemerintah melalui kementerian perindustrian terus mendorong kontinuitas produksi industri nasional, karena berdampak pada lapangan pekerjaan, pemenuhan untuk pasar domestik, serta penerimaan negara dari ekspor.
Kementerian Perindustrian mencatat, laju pertumbuhan industri makanan dan minuman pada pada tahun 2017 mencapai 9,23 persen, jauh diatas pertumbuhan PDB nasional sebesar 5,07 persen.Peran sektor ini terhadap PDB sebesar 6,14 persen dan terhadap PDB industri nonmigas mencapai 34,3 persen, terbesar dibandingkan sektor lainnya pada periode yang sama. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja cukup banyak, yakni lebih dari 3,3 juta orang.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman menyampaikan, industri makanan dan minuman membutuhkan setidaknya 550 ribu ton garam sebagai bahan baku setiap tahunnya.
“Angka tersebut naik sekitar 22 persen dibandingkan kebutuhan tahun lalu yang hanya 450 ribu ton. Hal ini seiring dengan peningkatan investasi dan ekspansi di sektor industri makanan dan minuman,” kata Adhi.
Menurut Direktur PT Asahimas Chemical Eddy S., garam industri merupakan bahan baku utama di sektor industri kimia dasar yang dibutuhkan lebih dari 400 perusahaan nasional. Kebutuhan garam industri ini juga untuk menopang peningkatan ekspor, salah satunya pabrik kimia di Cilegon, Banten yang telah melakukan perluasan usaha sejak tahun 2016 dengan nilai investasi lebih dari Rp5 triliun.
“Selain itu, ekspansi yang dilakukan dalam rangka mengurangi impor bahan kimia dan mengamankan pertumbuhan industri kimia dan industri-industri turunannya. Maka itu, kebutuhan garam industri pun meningkat seiring dengan perluasan investasi tersebut,” paparnya.
Baca: Garam Impor untuk Bahan Baku Industri Bukan untuk Kebutuhan Dapur
Diperkirakan, untuk industri-industri kimia sejenis, penggunaan garam industri impor saat ini sekitar 1,8 juta ton per tahun. Eddy menjelaskan, untuk industri kimia, garam industri yang diimpor dilakukan langsung oleh industri kimia dan diterima di pelabuhan sendiri dan digunakan sendiri.
“Jadi, tidak ada broker, hal ini untuk menjaga keberlangsungan produksi yang beroperasi 24 jam non-stop dan menjaga cost competitiveness dari produk kimia tersebut untuk kebutuhan di dalam negeri dan persaingan di pasar ekspor,” tuturnya.
Merujuk data Kemenperin, kebutuhan garam industri nasional tahun 2018 sekitar 3,7 juta ton. Bahan baku ini akan disalurkan kepada industri Chlor Alkali Plant (CAP), untuk memenuhi permintaan industri kertas dan petrokimia sebesar 2.488.500 ton.
Selain itu, bahan baku garam juga didistribusikan kepada industri farmasi dan kosmetik sebesar 6.846 ton serta industri aneka pangan 535.000 ton. Sisanya, kebutuhan bahan baku garam sebanyak 740.000 ton untuk sejumlah industri, seperti industri pengasinan ikan, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri tekstil dan resin, industri pengeboran minyak, serta industri sabun dan detergen.
Pewarta: Achmad S.
Editor: M. Yahya Suprabana