Ekonomi

Impor Garam Industri 3,7 Ton, Senator Nawardi: Swasembada Hanya Akal-Akalan

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Senator Ahmad Nawardi sesalkan pola kebijakan pemerintah yang memutuskan impor garam industri 3,7 ton awal tahun ini. Keputusan pemerintah dengan membuka keran impor, bagi Nawardi, adalah bukti ketidak seriusan pemerintah dalam swasembada dan kedaulatan garam nasional.

“Nilai impor garam kita, terutama garam industri, sangat besar dan sering. Di tengah kenyataan teritori sebagai negara maritim dengan luas panjang pesisir terbesar, volume impor tidak pernah turun,” sebut anggota DPD RI daerah pemilihan Jatim itu melalui sambungan telepon, Rabu, (24/10) pagi.

Menurutnya, kuota impor garam yang tiap tahun terus merangkak naik menjadi bukti buruknya tata kelola garam nasional. Dalam sepuluh tahun terkahir, pasokan garam luar negeri menurut Nawardi dilakukan berlebihan. Akibatnya, produksi garam nasional lumpuh dan petani-petambak garam ikut dirugikan.

“Bila kita baca, peta garam nasional itu selalu menunjukkan grafik buruk. Mulai dari nilai impor yang terus meningkat, tata kelola garam yang tidak berkemajuan dan efisien, hingga buruknya perusahaan pemerintah dalam produksi dan distribusi,” tegas ketua HKTI Jatim itu.

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

Nawardi menilai, pelonggaran pintu impor garam hanya akan menjadi bukti lemahnya tata kelola garam nasional oleh pemerintah. Tidak sedikit devisa mengalir ke negara-negara eksportir beberapa tahun terkahir ini, seperti Australia, Selandia Baru, Tiongkok, dan India.

“Masalah garam di Indonesia itu sebenarnya terletak pada tingkat produksi yang kurang, kualitasnya yang buruk, dan harga yang tidak kompetitif. Pemerintah justru memilih impor dengan angka fantastis tanpa mempertimbangkan strategi kelola garam dalam negeri,” sesalnya.

Data Badan Pusat Statistik mencatat bahwa sepanjang 2016, impor garam tumbuh 15 persen menjadi 2,14 juta ton dari tahun 2015 yang hanya 1,86 ton. Sementara nilainya tumbuh 7,8 persen menjadi US$ 86 juta dari tahun sebelumnya US$ 79,83 juta. Impor garam pernah mencapai puncak tertinggi pada 2014 seberat 2,69 juta ton dengan nilai US$ 104,35 juta, dan awal 2018 sebanyak 3,7 ton.

“Kebutuhan konsumsi dan industri garam masyarakat berbanding terbaik dengan angka produksi. Tahun kemarin angka kebutuhan garam dalam negeri mencapai hampir 4 juta ton, tetapi produksi garam rakyat anjlok hingga 96 persen pada tahun sebelumnya,” sebut mantan wartawan Tempo ini.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Berharap Semenisasi di Perbatasan Dapat Memangkas Keterisolasian

“Pemerintah lalu membuka keran impor selebar-lebarnya. Mereka kurang jeli melihat, pola dan strategi apa yang musti dilakukan untuk mencari solusi jitu atas beberapa masalah garam itu. Impor itu bukti bahwa swasembada dan kedaulatan garam yang dicanangkan pemerintah itu hanya pura-pura,” tegas Nawardi.

Pewarta: Muchlas Jaelani
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 13