Oleh: Untari Febriani*
NUSANTARANEWS.CO – Literasi yang secara umum dipandang masyarakat sebagai kegiatan membaca, sebenarnya bukan hanya dapat diartikan seperti itu saja. Akan tetapi, lebih dari itu, literasi merupakan sebuah kegiatan yang sangat kompleks, di mana melalui literasi terdapat kemampuan untuk membaca dan mengolah kemampuan berpikir sekaligus dalam memperoleh informasi dari hasil membaca. Oleh karena itu, literasi bukan hanya soal kegiatan membaca, tetapi juga kemampuan seseorang untuk melakukan penalaran dan pemahaman dari hasil membaca untuk menemukan sebuah solusi. Dari hal tersebut juga bisa dilihat jika seseorang yang memiliki kemampuan literasi yang baik akan dengan mudah memahami dan memecahkan suatu masalah yang sedang mereka hadapi.
Di era digital seperti saat ini, perkembangan teknologi sudah sangat pesat dan tidak dapat dihindari lagi. Smartphone sudah menjadi barang yang wajib ada di setiap genggaman tangan. Selain itu, perkembangan di bidang informasi juga sudah sangat melampaui batas dan memang sangatlah mudah didapatkan, hal ini menjadi sebuah keuntungan bagi generasi muda sebagai penikmat era digital. Akan tetapi, di samping kemudahan dalam mengakses segala informasi yang ada perlu adanya wadah untuk menyaring informasi tersebut agar generasi muda tidak masuk dalam perpusaran informasi yang salah, wadah tersebut adalah kemampuan literasi yang baik.
Baca Juga:
- Literasi Digital Didorong Masuk Kurikulum Pendidikan
- Gerakan Kampanye Literasi Digital Kemkominfo
- Tantangan Literasi di Era Digital
Literasi di era digital saat ini bukan hanya mengenai kegiatan membaca buku, tetapi lebih mengarah kepada literasi media. Sehingga, literasi di era digital menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda saat ini. Di mana kemampuan mereka dalam menyerap informasi diuji dalam arti yang sebenarnya, di mana pada masa sekarang ini banyak bermunculan informasi yang membutuhkan tidak hanya kecermatan dalam membaca, tetapi juga kecermatan dalam menyerap informasi yang benar karena semakin pesatnya arus informasi yang masuk semakin pesat juga arus informasi yang belum tentu benar adanya, informasi seperti ini disebut dengan “hoax”.
Jika dilihat berdasarkan study “Most Literred Nation in theh World 2016” minat baca Indonesia masih tergolong rendah, yaitu menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara. Hal ini merupakan sebuah hasil yang sangat memprihatinkan jika pada kenyataanya Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, yaitu peringkat ke-4 di dunia harus berada pada posisi terbawah dan kalah dengan negara yang lebih sedikit penduduknya. Padahal Indonesia direncanakan akan mengalami bonus demografi, di mana jumlah penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya dan didorong dengan adanya era digital serta era revolusi industri 4.0 yang sedang banyak menjadi bahan perbincangan di banyak media. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan Indonesia ke depannya, bukan hanya untuk urusan perkembangan informasi dan teknologi saja, tetapi literasi dan minat baca sangat membantu dalam memecahkan suatu masalah. Bagaimana bisa seseorang akan mampu mendapatkan informasi yang baik jika tingkat literasi dan minat baca masih rendah?
Sudah seharusnya dengan semakin berkembangnya informasi dan teknologi diimbangi dengan semakin meningkatnya minat baca masyarakat Indonesia. Jika memang membaca sebuah buku terlalu sulit untuk digalakkan, di zaman yang serba digital ini sudah banyak sekali e-book yang dapat diunduh melalui smartphone mereka. Memang sekarang ini, manusia lebih dimudahkan dengan adanya teknologi yang semakin cepat, tetapi jika kita tidak mampu mengatur teknologi maka kita sebagai manusia yang akan dikendalikan oleh teknologi.
Sebenarnya, tantangan terbesar literasi di era digital bukanlah tentang bagaimana cara menggalakkan dan meningkatkan minat baca kepada masyarakat luas, tetapi lebih kepada bagaimana cara masyarakat terutama generasi muda untuk mampu mengolah potensi literasi media di era digital seperti saat ini, yang mana melalui genggaman mereka banyak sekali informasi yang tidak hanya dapat mereka baca, tetapi juga bisa mereka tanggapi, bahkan saling berbagi informasi yang mereka dapatkan. Jika dilihat dari hal tersebut, tantangan utamanya adalah kemampuan masyarakat untuk dapat memahami makna dari informasi yang mereka terima dengan melakukan peninjauan terhadap benar atau tidaknya informasi tersebut dan tidak menerimanya secara mentah-mentah.
Selain itu, kemudahan dalam memberikan komentar terhadap sebuah informasi juga dapat memberikan keleluasaan seseorang untuk mengemukakan pendapat. Bahkan lebih dari itu, dengan adanya kemudahan untuk saling berbagi sebuah informasi akan sangat cepat berpindah genggaman. Di sinilah peran literasi yang baik dan kemampuan menganalisis informasi diperlukan. Sebab literasi bukan hanya kemampuan membaca dengan baik saja, tetapi juga kemampuan dalam menganalisis sebuah informasi yang didapat melalui membaca.
Meskipun banyak sekali kentungan dari adanya literasi di era digital ini terbesit juga tantangan untuk menghadapinya. Di balik semakin mudahnya teknologi informasi ini mempengaruhi gaya hidup seseorang, di mana semakin banyaknya bermunculan media khusunya yang berkaitan dengan interaksi di dunia maya dapat menjadi sebuah keuntungan apabila dalam menjalankannya masyarakat terutama generasi muda dapat dimudahkan dengan adanya jangkaun yang luas, akan tetapi kemudahan akses tersebut dapat manjadi sebuah tantangan tersendiri apabila mereka salah memanfaatkannya dan akhirnya dapat terjerumus ke dalam pusaran arus teknologi tersebut.
Jadi, bukan kita yang menjalankan teknologi tetapi malah manusia yang menjadi mainan teknologi. Oleh karena itu, dengan semakin berkembangnya era digital yang ditunjukkannya dengan semakin berkembangnya arus teknologi sudah seharusnya menjadi perhatian bersama untuk mampu menghadapi transformasi yang begitu cepat di dunia dengan ketangguhan dan kemampuan untuk terus tumbuh dan mengembangkan diri dengan kemampuan literasi media yang baik.
“Manusia seharusnya menguasai teknologi, bukan teknologi yang menguasai manusia”.
Simak:
*Untari Febriani, Mahasiswa Manjemen dan Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Angkatan 2018.