KhazanahPeristiwa

Tantangan Literasi di Era Digital

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dalam sejarahnya untuk pertama kalinya, Hari Aksara Internasional atau International Day Literacy merupakan salah satu ‘hari besar’ pertama yang dinyatakan oleh PBB, sejak 8 September 1965. Dimana concern yang menjadi fokus PBB adalah upaya untuk menangani masalah buta huruf.

Sejalan dengan perkembangan zaman, isu mengenai buta huruf tampaknya tak sekrusial dengan era-era sebelumnya. Sebaliknya diperingatan Hari Aksara Internasional kali ini menyikapi bagaimana nasib literasi di era digital yang kian canggih.

Dosen Sastra Arab Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ibnu Burdah (17/5) memiliki pandangan tersendiri terkait nasib literasi tanah air. Menurutnya era digital telah membawa eksistensi literasi di Indonesia mengalami situasi yang paradoksal.

Dirinya tak menampik bahwa literasi saat ini semakin meningkat seiring dengan munculnya media-media baru. Bahkan, lanjut pakar kajian Timur Tengah ini, sumber-sumber informasi juga semakin banyak dan sangat mudah diakses.

Namun kemudahan-kemudahan tersebut, justru dianggap kotra produktif dan menimbulkan pendangkalan dalam berpikir. Meningkatnya ‘kesadaran’ membaca tak berbanding lurus dengan cara berpikir manusianya.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan dan Unhas Makassar Tandatangani MoU

“Hal ini justru kontra produktif, sebab menimbulkan persoalan-persoalan yang belum pernah ada presedennya. Akar masalahnya adalah kualitas sumber-sumber informasi itu dan kurangnya sikap kritis dan kedalaman masyarakat dalam memahami informasi,” ujar Ibnu Burdah.

Karenanya diperingatan hari aksara internasional, mestinya kita bisa menyadarkan masyarakat Indonesia untuk lebih jeli dan selektif dalam memilih dan memilah kualitas bacaan. Sekalipun demikian, Ibnu Burdah tak sepakat jika era digitalisasi yang massif saat ini disebut sebagai gejala era kematian buku.

Era digital baginya justru memberikan penyadaran akan pentingnya pengetahuan yang mendalam, komprehensif, dan diproduksi melalui proses yang ketat. Untuk menuju masyarakat dengan pengetahuan yang mendalam, komprehensif dan kritis, maka menurut Ibnu Burdah harus kembali ke buku sebagai jawabannya. Maka kembali menghargai aksara dengan membaca sangat penting untuk dikedepankan.

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 7