Ekonomi

Semua Indikator Makroekonomi Jangka Pendek Dinilai Cukup Menggembirakan

Faisal Basri, Pengamat Ekonomi/Foto Andika
Ekonom Senior Indonesia, Faisal Basri. Foto: Dok. NusantaraNews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat Ekonomi Faisal Basri yakin ada tanda-tanda tertentu di lapisah terbawah pada kelompok Mid-40 mengalami tekanan daya beli. Setidaknya ada dua sebab yang membuat kelompok mid-40 ini daya belinya tertekan.

“Penyebab pertama, penghapusan subsidi listrik untuk pelanggan 900 VA yang berjumlah 19 juta. Akibat penghapusan subsidi, pengeluaran kelompok pelanggan ini naik lebih dua kali lipat, dari rerata per bulan Rp 80.000 menjadi Rp 170.000,” terang Faisal dalam pembuka isi orasinya bertajuk “Menoropong Perekonomian Indonesia sebagai bekal menapaki dunia nyata dengan optimisme” yang disampaikan kepada para  wisudawan Universitas Palembang, Palembang beberapa waktu lalu.

Penyabab kedua, kata Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) itu ialah gaji pegawai negeri/TNI/Polri dan uang pensiun sudah dua tahun tidak naik. “Untuk tahun 2018 pemerintah telah mengumumkan moratorium gaji,” ungkap Faisal seperti dikutip dari lamannya, Rabu (23/8/2017).

Baca: Perekonomian Tak Lesu, Meski Petani Tanaman Pangan Alami Kemerosotan Tajam

Baca Juga:  Sekda Nunukan Hadiri Sosialisasi dan Literasi Keuangan Bankaltimtara dan OJK di Krayan

Lebih lanjut Mantan anggota Tim Asistensi Ekonomi Presiden RI ini mengungkap hampir semua indikator makroekonomi jangka pendek menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan.

“Suhu perekonomian yang diukur dengan laju inflasi stabil pada kisaran 4 persen, bahkan bulan lalu hanya 3,9 persen. Tekanan darah sebagaimana diukur oleh suku bunga juga cenderung turun. Suku bunga acuan Bank Indonesia (Repo Rate 7-hari) turun dan sudah 10 bulan bertengger di bawah 5 persen, tepatnya 4,75 persen,” terangnya

Ditambahkan Faisal, Nilai tukar rupiah stabil dengan tingkat volatilitas yang mengecil walaupun di aras yang masih jauh di bawah nilai tertingginya. “Sementara itu cadangan devisa bertambah 16,3 miliar dollar AS selama 8 bulan terakhir. Ekspor mulai tumbuh positif setelah lima tahun berturut-turut sebelumnya terus menerus merosot,” jelasnya.

Faisa menjelaskan, kestabilan yang terjaga, sayangnya, belum mampu membawa perekonomian tumbuh mengakselerasi. Pertumbuhan ekonomi masih terus mengalami trend melemah, baik dalam jangka panjang maupun jangka menengah. Setelah krisis ekonomi 1998, pertumbuhan ekonomi tidak kunjung menembus 7 persen. Pada periode 2007-2012, pertumbuhan ekonomi hampir selalu di atas 6 persen.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

“Namun, sejak 2013 hingga sekarang cuma berkutat di kisaran 5 persen, bahkan pernah di bawah 5 persen pada 2015. Tekad pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo untuk meraih pertumbuhan rerata 7 persen selama masa baktinya hampir mustahil tercapai. Jangankan 7 persen, untuk mencapai 6 persen saja membutuhkan keajaiban. Realisasi pertumbuhan rerata setahun selama 2015-2019 diperkirakan hanya 5,2 persen,” papar Faisal.

Baca artikel sebelumnya:

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 18