Berita UtamaEkonomiFeatured

Candu Belanja Online Gerogoti Omzet Perbelanjaan Modern

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi terbaru yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Agustus ini menunjukkan perekonomian Indonesia pada triwulan II-2017 tumbuh 5,01 persen, persis sama dengan pertumbuhan triwulan I-2017. Dengan kata lain, perekonomian Indonesia tetap tumbuh. Kendati tak mengalami akselerasi atau percepatan pertumbuhan.

Demikian pandangan Pengamat Ekonomi Faisal Basri dalam pembuka isi orasinya bertajuk “Menoropong Perekonomian Indonesia sebagai bekal menapaki dunia nyata dengan optimisme” yang akan disampaikan kepada para  wisudawan Universitas Palembang, Palembang, Sabtu, 19 Agustus 2017.

Faisal menegaskan jika perekonomian Indonesia kini tidak sedang menunjukkan kelesuan. Dimana,dunia usaha dan pemerintah terus menambah investasi sehingga pembentukan modal terus berlangsung yang meningkatkan kapasitas produksi perekonomian.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa, penurunan omzet di pusat-pusat perbelanjaan modern tertentu dan menimpa beberapa jenis barang seperti makanan, pakaian, semen, pemakaian listrik, dan beberapa produk lain tidak bisa dijadikan patokan untuk menyimpulkan terjadi penurunan daya beli mayarakat. “Betapa amat banyak ragam barang dan jasa yang beredar di pasar,” ujarnya seperti dikutip dari lamannya, Sabtu (19/8/2017)

Baca Juga:  Polres Pamekasan Sediakan Bantuan Kesehatan Gratis untuk Petugas KPPS Pasca Pemilu 2024

Simak artikel sebelumnya: Soal Daya Beli Masyarakat, Faisal Basri:  Perekonomian Indonesia Tidak Menunjukkan Kelesuan

“Masyarakat pun terdiri dari berbagai kelompok pendapatan, ada yang sangat kaya, kaya hingga yang amat miskin. Di antaranya ada kelompok berpendapatan menengah yang bisa dipecah menjadi menengah-bawah, menengah-tengah, dan menengah-atas. Penduduk berpendapatan rendah bisa dipecah menjadi kelompok sangat miskin, miskin, dan nyaris miskin (near poor),” imbuhnya.

Mantan anggota Tim Asistensi Ekonomi Presiden RI itu menegaskan, tidak hanya konsumsi rumahtangga yang menunjukkan peningkatan (pertumbuhan positif). Survei Bank Indonesia terbaru (Hasil Survei Penjualan Eceren, Juni 2017, _red) pun menunjukkan penjualan eceran Juni 2017 meningkat sejalan dengan kenaikan permintaan masyarakat selama Ramadhan dan menjelang Idul Fitri sebagaimana tercermin dari  peningkatan Indeks Penjualan Riil (IPR) Juni 2017 sebesar 6,3% dibandingkan Juni tahun lalu.

Telaahan lebih seksama, lanjutnya, menunjukkan bahwa yang terjadi bukan penurunan daya beli masyarakat, melainkan perubahan pola konsumsi masyarakat sejalan dengan transformasi struktural yang terjadi. Ari Kuncoro dalam tulisannya “Anomali Data Makro dan Mikro, Kompas.id, 9 Agustus 2017”  juga menjelaskan tidak ada anomali data mikro dan makro. Yang terjadi adalah pergeseran pola konsumsi, antara lain karena perubahan gaya hidup kelas menengah-atas.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Akan Perjuangkan 334 Pokir Dalam SIPD 2025

Fenomena yang tergolong baru ini mulai didalami oleh BPS. Temuan berdasarkan data tiga setengah tahun terakhir menunjukkan memang ada gejala pergeseran pola konsumsi. Pertumbuhan konsumsi leisure meningkat sedangkan konsumsi non-leisure menurun. “Komsumsi non-leisure meliputi makanan dan pakaian; konsumsi non-leisure meliputi hospitality (hotel dan restoran) serta rekreasi dan budaya,” terang Faisal.

Ia menyatakan bahwa, semakin banyak data pendukung yang menunjukkan perubahan pola konsumsi di atas (Baca: Faisal Basri, “Pergeseran Pola Konsumsi,” faisalbasri.com, 14 Agustus 2017).  “Yang cukup kentara antara lain adalah peningkatan jumlah penumpang angkutan udara dan kereta api. Demikian pula dengan peningkatan nilai tambah sektor transportasi dan sektor hospitality,” ujarnya.

“Peningkatan pesat arus wisatawan mancanegara turut memberikan sumbangsih bagi pertumbuhan sektor transportasi dan hospitality. Pada tahun 2015 kedatangan turis asing telah menembus 10 juta dan setelah itu tumbuh semakin pesat. Pertumbuhan turis asing pada semester I-2017 sebesar 22,4 persen merupakan merupakan rekor tertinggi,” imbuhnya.

Baca Juga:  Sumbang Ternak Untuk Modal, Komunitas Pedagang Sapi dan Kambing Dukung Gus Fawait Maju Pilkada Jember

Di sisi lain, kata dia, ada yang berpandangan bahwa penurunan omzet pusat perbelanjaan modern bukan disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat melainkan karena kehadiran belanja online atau ecommerce. Memang betul peningkatan penjualan ecommerce sangat pesat, bahkan berlipat ganda. Namun, porsi penjualan ecommerce di Indonesia pada tahun 2016 hanya 1,2 persen dari keseluruhan penjualan eceran (Lihat: Nomura Research, berdasarkan data dari Euromonitor, Internet live stats, Similanweb, Statista, PWC, Alista).

“Singapura yang menduduki posisi teratas di ASEAN mencapai 4,1 persen. China memimpin dengan 13,8 persen,” ungkapPendiri Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 11