NUSANTARANEWS.CO – Badan Intelijen Negara (BIN) nampaknya kembali kecolongan setelah sebelumnya BIN kecolongan karena ledakan Bom Thamrin, Januari lalu. Kali ini BIN kecolongan karena adanya pejabat negara yang dipilih Presiden Jokowi namun memiliki dua kewarganegaraan. Pejabat tersebut adalah Arcandra Tahar. Padahal jika merujuk pada Undang-Undang yang ada, pejabat publik dilarang keras memiliki kewarganegaraan ganda. Dimana disebutkan pejabat publik harus memiliki satu kewarganegaraan saja. Oleh sebab itu bukan tidak mungkin Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III akan memanggil Kepala BIN Sutiyoso.
“Oiya (pemanggilan) itu akan kami komunikasikan dahulu, paling menunggu masa sidang selesai,” kata Anggota Komisi III Taufiqulhadi saat dihubungi nusantaranews.co, di Jakarta, Sabtu, (13/8).
Archandra Tahar merupakan menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), dia mendapat jabatan menteri setelah presiden Jokowi melakukan reshuffle jilid II dua minggu lalu. Dia yang menggantikan Sudirman Said dikabarkan memiliki dua kewarganegaraan, yakni Indonesia dan Amerika Serikat. Kabar tersebut pun semakin diperkuat dengan secara diam-diam Archandra menyambangi Istana Kenegaraan, Pagi tadi. Padahal di hari Sabtu seperti ini, jarang sekali Jokowi memanggil menteri-menterinya ke Istana.
Kabar tersebut pertama kali beredar melalui pesan berantai via WhatsApp, berikut isinya :
KASUS PELANGGARAN HUKUM MENTERI ESDM
Integritas Menteri ESDM Arcandra Tahar Patut Dipertanyakan. Posisi ybs memegang jabatan yang luar biasa strategis bagi bangsa dan negara bisa menjadi potensi ancaman bagi keamanan nasional RI.
Berdasarkan informasi dr berbagai sumber terpercaya dan akhirnya pengakuan Arcandra sendiri (setelah diconfront), Presiden RI dan beberapa anggota kabinet baru-baru saja menyadari bahwa Arcandra melakukan tindakan melawan hukum dan UU RI sebelum dan sesudah dilantik sebagai Menteri oleh Presiden RI Joko Widodo. Ybs merupakan WN Amerika Serikat melalui proses naturalisasi pada bulan Maret 2012 dengan diambilnya oath of allegiance atau sumpah setia ybs kepada negara Amerika Serikat. karena Indonesia belum mengakui dwi kewarganegaraan, maka otomatis secara hukum ybs kehilangan status WNI-nya.
Sebulan sebelum resmi menjadi WN AS, tepatnya Februari 2012, Arcandra mengurus paspor RI kepada KJRI Houston dengan masa berlaku selama 5 tahun. Sangat mungkin ybs sudah mengetahui akan mendapatkan WN AS nya maka dia segera mengurus paspor RI untuk kepentingan pribadi (walaupun illegal) dikemudian hari.
Sebagai orang pintar dan pastinya mengetahui bahwa Indonesia belum menganut dwi kewarganegaraan, paska Maret 2012 dia melakukan 4 kali perjalanan pp ke Indonesia dengan menggunakan Paspor Amerika Serikat karena memang secara hukum paspor RI ybs seharusnya sudah tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke Pemerintah RI.
Yang menjadi masalah adalah ketika dia diminta menjadi Menteri ESDM oleh Presiden dan dilantik pada tanggal 27 Juli 2016. Kembalinya ybs ke Indonesia untuk pelantikan menggunakan paspor RI yang secara hukum sudah tidak sah digunakan oleh ybs.
Kenyataan dia menggunakan paspor RI yang sebelumnya selalu menggunakan paspor AS merupakan bukti kesengajaan ybs utk mengelabui hukum dan aturan di Indonesia hanya untuk memenuhi keinginan ybs utk dilantik jadi Menteri RI. Yang sangat disayangkan juga adalah ybs dengan sengaja tidak terbuka dan tidak jujur mengenai status kewarganegaraannya dan pelanggaran hukum yg telah dilakukan kepada Presiden RI ataupun pihak lain disekitar Presiden.
Berdasarkan fakta-fakta dimaksud, terdapat beberapa masalah konflik kepentingan yang perlu dicermati sebagai ancaman terhadap keamanan nasional:
1. Ybs sudah jelas memilih menjadi WN AS dan memutus ikatannya sebagai WNI sejak tahun 2012. Sebagaimana diketahui banyak perusahaan AS yang terlibat di sektor ekstraktif di Indonesia, salah satunya Freeport yang tengah menunggu kepastian kelanjutan usahanya di Indonesia dan berbagai kasus perusahaan AS lainnya;
2. Kebohongan ybs kepada Presiden RI yang membuat prihatin terhdap kredibilitas proses pemilihan kabinet di era Presiden Joko Widodo, khususnya terkait proses due dilligence dan kesetiaan kepada NKRI dari para Menteri;
Disamping hal-hal itu yang paling mengkhawatirkan adalah integritas ybs. Fakta diatas menimbulkan pertanyaan terhadap komitmen dan ketulusan ybs utk mendorong kemajuan sektor ESDM yang bermanfaat bagi rakyat banyak. ybs terbukti sudah melakukan berbagai pelanggaran hukum dan kebohongan publik. Pelanggaran ybs lakukan terhadap UU no. 6 Th 2011 tentang Keimigrasian, UU no. 26 Tahun 006 tentang Kewarganegaraan, serta UU No 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara merupakan tindakan melawan hukum, dan kebohongan terhadap Presiden dan rakyat Indonesia mengenai status ybs sebenarnya merupakan sebuah kebohongan publik yang luar biasa.
Taufiq menambahkan saat ini, pihak-pihak terkait masih terus menelusuri kebenaran kabar tersebut. Untuk itu, dia meminta kepada masyarakat untuk tidak risau dan panik. Namun jika itu terjadi, maka status Warga Negara Indonesia (WNI) Arcandra Tahar wajib hukumnya untuk dicopot karena di Indonesia tidak mengenal Kewarganegaraan ganda.
“Begitu juga dengan jabatannya, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya,” katanya.
Sebagai informasi, Tahar terakhir menjabat sebagai President Direktur (Presdir) Petroneering di Houston. Sebuah perusahaan pengembangan tekhnologi dan engineering yang fokus dalam desain dan pengembangan kilang offshore yang lebih tahan lama, efektif, dan aman.
Dia mempunyai pengalaman lebih dari 14 tahun di bidang hidrodinamika dan offshore. Selain itu, dia juga menjadi praktisi di Industri tersebut, setelah mengembangkan keahlian khususnya di sekolah.
Dia juga sudah bekerja di berbagai perusahaan migas baik sebagai pengembang maupun produksi seperti Spar, TLP, Compliant Tower, Bouyant Tower dan Multi Colum Floater selama 13 tahun terakhir.
Dia menerima gelar Bachelor of Science di bidang tekhnik mesin di Institut Tekhnologi Bandung (ITB), Indonesia. Dia juga merupakan lulusan Ocean Engineering dari Texas A & M Universitas pada tahun 2001 dengan gelar Master of Science and Doctor of Philosophy degrees in Ocean Engineering. (Restu)