NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Eksepsi atau nota keberatan Setya Novanto atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) ditolak oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Sebelum sidang ditutup Setnov mengaku akan tertib dalam menjalani persidangan.
Lantas akankah Setnov mengajukan diri sebagai Justice Collaborator (JC) dan membongkar aktor lain yang lebih besar?
“Belum, nanti yah masih didiskusikan,” tutur Kuasa Hukum Setnov, Maqdir Ismail usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, (4/1/2018).
Sebab, sambung Maqdir, untuk menjadi JC harus ada fakta dan bukti pendukung lainnya. Tujuannya agar JC yang diajukannya nanti tidak menjadi bulan-bulanan bahwa Setnov merupakan ‘tukang fitnah’. “Seperti sidang-sidang yang lain dulu,” katanya.
Meski demikian Maqdir memastikan kliennya akan kooperatif dalam sidang-sidang selanjutnya. Namun ia tak menjelaskan secara ditel bentuk kooperatif seperti apa yang dimaksud.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi Setya Novanto (Setnov) atas dakwaan tim Jaksa KPK. Persidangan perkara korupsi e-KTP, untuk terdakwa Setya Novanto pun akan kembali dilanjutkan.
Menurut Ketua Majelis Hakim yang mengadili Setnov, Yanto mengatakan, dakwaan yang disusun dan telah dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sah menurut hukum.
“Dakwaan tersebut sah menurut hukum. Karena keberatan Setya Novanto tidak dapat diterima, maka persidangan akan dilanjutkan,” kata Hakim Yanto.
Hakim Yanto berpandangan, dakwaan yang telah disusun Jaksa KPK untuk terdakwa Setnov telah memenuhi unsur-unsur syarat materiil maupun formil. Oleh karenanya, dakwaan tersebut akan kembali diperiksa dengan menghadirkan sejumlah bukti dan saksi. “Menyatakan dakwaan telah memenuhi syarat formil dan materiil dan dapat diterima,” pungkasnya.
Setya Novanto sendiri didakwa secara bersama-sama melakukan perbuatan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sekira Rp2,3 triliun dalam proyek pengadaan e-KTP, tahun anggaran 2011-2013.
Setya Novanto selaku mantan Ketua fraksi Golkar diduga mempunyai pengaruh penting untuk meloloskan anggaran proyek e-KTP yang sedang dibahas dan digodok di Komisi II DPR RI pada tahun anggaran 2011-2012.
Atas perbuatannya, Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Restu Fadilah
Editor: Achmad S.