Hukum

Pengacara Setnov Ingin Jaksa KPK Informasikan Saksi Setiap Sebelum Sidang

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ada yang menarik dalam sidang perkara pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa KPK hari ini, Senin (15/1/2018). Maqdir Ismail meminta agar Jaksa KPK memberitahukan dan menyampaikan siapa saja saksi-saksi yang akan diperiksa sebelum waktu sidang.

“Terkait saksi, kami mohon kiranya kami diberitahukan informasinya,” tutur Maqdir di Pengadilan Tipikor, Bungur, Jakarta Pusat.

Diakuinya memang tidak ada kewajiban Jaksa KPK untuk menyampaikan saksi-saksi yang akan dihadirkan di sidang.

“Memang tidak ada kewajiban Jaksa KPK menyampaikan siapa hadirkan siapa saksi-saksi. Tapi jangan lupa pemeriksaan perkara ini untuk mencari keadilan dan kebenaran,” katanya.

Selain itu kata Maqdir, pemberitahuan saksi-saksi itu juga penting agar pihaknya bisa menyiapkan pertanyaan lebih dulu.

“Sebenarnya kami sudah bisa-bisa saja tahu karena bagaimanapun juga berkas sudah kita baca. Tetapi akan lebih memudahkan untuk kita smua apa sih sesunguhnya yang dikemukakan diterangkan saksi itu. Yang mau kita cari kebeneran saksi ya. Kalau sehari dua hari sebelumnya kita diberi tahu kan akan lebih baik karena bagaimana pun juga saksi yang dihadirkan bukan rahasia negara,” katanya.

Baca Juga:  Polisi Tangkap 4 Tersangka Penganiayaan di Babakan Setu

Diketahui ada lima saksi yang dihadirkan dalam sidang kali ini. Sejumlah saksi dari beberapa money changer dihadirkan di muka sidang untuk membuktikan lalulintas transfer uang korupsi e-KTP. Saksi-saksi tersebut adalah Lulu Fransiska, Rudi Trianto, Meliyana, Moni, dan Neni.

Dalam perkara korupsi e-KTP, terdakwa Novanto diduga menerima aliran uang lintas negeri. Di antaranya yang diduga kuat adalah dari Johannes Marliem (Alm).

Setya Novanto didakwa menyalahgunakan kewenangan selaku anggota DPR dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik. Perbuatan Setya Novanto itu menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Menurut jaksa, Setya Novanto, yang kini menjabat Ketua DPR RI itu, secara langsung atau tidak langsung mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP tahun 2011-2013.

Penyalahgunaan kewenangan itu dilakukan Setya Novanto untuk menguntungkan diri sendiri, serta memperkaya orang lain dan korporasi.

Jaksa menyebutkan, sejak awal proyek e-KTP telah diatur untuk menggunakan anggaran rupiah murni yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tujuannya, agar pencairan anggaran membutuhkan persetujuan DPR RI.

Baca Juga:  INILAH TAMPANG DEDENGKOT KORUPTOR PERS INDONESIA BINAAN DEWAN PERS

Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1.

Reporter: Restu Fadilah
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 69