PolitikTerbaru

Kini, Pengkhianat Bangsa Sedang Menjajah Indonesia

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mantan anggota DPR RI Habil Marati menegaskan, kalau bangsa Indonesia mau kuat dan besar harus berani melepaskan diri dari agenda pencaplokan invisible hand (tangan-tangan yang tidak kelihatan) dari negara-negara asing melalui berbagai isu yang dihembuskan seperti radikalisme dan penolakan eksistensi pribumi.

“Bicara radikalisme atau terorisme merupakan stempel yang diberikan penjajah Belanda terhadap para pejuang bangsa Indonesia. Namun hari ini, isu radikalisme dan rasisme digunakan untuk melemahkan Islam, karena Islamlah yang menolak praktik-praktik anti-tuhan seperti judi, riba, free sex dan komunisme, sekulerisme dan atheis,” kata Habil seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jakarta, Senin (23/10/2017).

“Demikian juga halnya ketika pribumi memperjuangkan hak-hak keadilan dan sosialnya dicap sebagai rasis,” sambungnya.

Habil menjelaskan, isu radikalisme bagi orang cerdas, pintar dan jujur pasti berani mengatakan bahawa di Indonesia ini khususnya umat Islam tidak ada. “Radikalisme itu tidak ada di Indonesia,” cetusnya.

“Kalau ada orang teriak teriak radikalisme pasti orang-orang ini agen dari kreator agenda radikalisme,” ucap Habil.

Baca Juga:  Seorang Difable Tunarungu Ikuti Diklat Jurnalistik Warga PPWI

Politisi senior ini mengungkapkan, pada waktu Pangeran Diponegoro, Pangeran Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, Teuku Umar, Si Pitung, Bung Tomo, jenderal Soedirman saat terjadi penjajahan Belanda bukankah mereka ini juga dianggap radikalis oleh Belanda.

“Demikian juga bahwa kalau ada orang yang memperjuangkan hak-hak pribumi, lalu dianggap rasisme tidak menutup kemungkinan orang tersebut keturunan penghianat bangsa,” ucapnya.

Menurutnya, bangsa Indonesia harus cerdas dan jujur menyikapi isu radikalisme dan rasisme. Sebab, saat ini kedua isu tersebut bertujuan untuk membekukan gerakan nasionalisme pribumi.

“Bisa dibayangkan bagaimana porak-porandanya bangsa dan negara Indonesia baik secara politik, ekonomi, sosial, agama, budaya, tanah pusaka serta hajat hidup dan keberlangsungan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia jika seandainya nasionalisme pribumi dimatikan dan diberangus dengan isu radikalisme dan rasisme,” Habil megingatkan.

Waktu kolonialisme Belanda dulu, kata dia, Belanda mati-matian memberangus serta mematikan bangkitnya solidaritas nasionalisme pribumi. “Untuk membrangus dan mematikan gerakan nasionalisme pribumi khususnya umat Islam belanda melancarkan politik devide et impera tapi Belanda gagal,” katanya.

Baca Juga:  Risma Sudah Lama Hengkang, Masyarakat Surabaya Lebih Pilih Khofifah di Pilgub Jawa Timur

Ia menambahkan, sejarah akan berulang. Isu radikalisme dan rasisme bertujuan devide  et impera jilid kedua. Sebab, munculnya isu radikalisme dan rasisme telah berhasil mengotak-kotakan serta memecah -belah sesama anak Bangsa Indonesia khususnya, pribumi.

“Radikalisme dan rasisme adalah isu yang sengaja didesain untuk menghancurkan dan melemahkan Islam dalam bidang politik, ekonomi dan sosial,” tandasnya. (ed)

Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews

Related Posts

1 of 9