Budaya / SeniKhazanah

Kemendikbud Akan Gali Informasi Non-Kognitif Siswa di Balik Nilai UN

siswa-siswa kelas akhir mengkuti UN. (FOTO: Ilustrasi/Kemendikbud)
siswa-siswa kelas akhir mengkuti UN. (FOTO: Ilustrasi/Kemendikbud)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana menggali informasi non-kognitif melalui angket yang kan diberikan pada para siswa. Upaya ini adalah salah satu yang berbeda dari pelaksana Unian Nasional (UN) tahun 2019 dari tahun-tahun sebelumnya.

Tujuan dari langkah tersebut supaya diperoleh analisis menyeluruh mengenai faktor-faktor yang memengaruhi capaian siswa dalam mengikuti UN.

Baca Juga:

Dikutip dari laman resmi Kemendikbud, akan ada lima jenis angket yang dapat dikerjakan oleh siswa usai mengerjakan UN. Kenadti demikian, setiap siswa hanya perlu mengerjakan satu jenis paket. Angket tersebut, kata dia, diharapkan mampu menjawab banyaknya pertanyaan yang perlu diketahui responsnya dari siswa.

“Pertanyaan di dalam angket terkait indikator sosial-ekonomi seperti pekerjaan dan pendidikan orangtua serta kepemilikan barang. Selain itu digali juga persepsi siswa dalam mengenali bakat dan keunggulan diri, serta cita-cita siswa,” demikian keterangan di laman tersebut.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Ketua Badan Standar Pendidikan Nasional (BSNP) Bambang Suryadi mengatakan, angket diberikan kepada siswa setelah menyelesaikan Ujian Nasional, karena ingin mengaitkan hasil ujian dengan latar belakang kecenderungan yang dimiliki oleh siswa tersebut.

“Anak yang nilai UN-nya rendah sebenarnya karena apa sih? Tidak pernah ada info apa-apa sebelumnya. Dengan angket ini kita bisa memberikan preferensi,” ujar Bambang.

Hasil angket nantinya dapat menjadi tolok ukur dalam memberikan pelatihan, yaitu dengan mempertimbangkan pendekatan yang bersifat individual.

“Sekolah, guru, harus tahu anak masing-masing kecenderungannya seperti apa, itu banyak tidak terjadi di sekolah. Kadang guru tahu ada aspek non-kognitif anak, tapi tidak bisa mengaitkan itu dengan performa belajar, mungkin karena keterbatasan, karena enggan, tidak ada waktu, tidak paham,” tuturnya.

Ia mencontohkan, saat ini Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbud telah mendesain jenis-jenis pelatihan guru yang tidak bersifat massal atau pun berdasarkan satu modul yang sama, namun berdasarkan kebutuhan.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Bambang Suryadi menambahkan, nantinya angket bukan hanya ditujukan kepada siswa, tetapi juga kepada guru dan kepala sekolah. Namun berbeda dengan angket siswa, angket bagi guru dan kepala sekolah hanya terdiri dari satu jenis saja. (dita/nn)

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,147