Oleh: Isna Yuli*
NUSANTARANEWS.CO – Berbagai kasus dan langkah politik di negeri kita akhir-akhir ini selalu dikaitkan dengan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Terlepas dari perdebatan panjang tentang semua tudingan kebijakan politik yang menyangkut-pautkan dengan ormas yang telah dicabut BHPnya itu. Masyarakat seolah dibuat antipati dengan diskusi-diskusi yang dilakukan oleh kalangan intelektual tentang apa yang selama ini diperjuangkan oleh HTI, yaitu ajaran islam tentang khilafah.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir masyarakat sudah tak asing lagi dengan kata-kata Khilafah, terbukti dengan banyaknya lembaga survei yang mengambil data tentang syariah dan khilafah. Salah satunya adalah survei Alvara Research Center menemukan ada sebagian milenial atau generasi kelahiran akhir 1980-an dan awal 1990-an, setuju pada konsep khilafah sebagai bentuk negara. Survei dilakukan terhadap 4.200 milenial yang terdiri dari 1.800 mahasiswa dan 2.400 pelajar SMA di Indonesia. Mayoritas milenial memang memilih Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk negara. Namun ada 17,8 persen mahasiswa dan 18,4 persen pelajar yang setuju khilafah sebagai bentuk negara ideal sebuah negara. (CNN Indonesia).
Baca Juga:
- Generasi Baru Indonesia, Generasi Milenial
- Elektabilitas Jokowi Jatuh di Kalangan Milenial
- Ratusan Aktivis Milenial Tolak Politisasi Kampus
Khilafah saat ini menjadi buah bibir di masyarakat. Terlepas benar atau salah, mendukung atau mempersekusi. Faktanya publik mulai membicarakan khilafah. Akan tetapi masih banyak yang membicarakan khilafah seolah-oleh sebuah ajaran yang menyesatkan, bahkan ada yang berpandangan khilafah akan mengancam negeri.
Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang khilafah, ada baiknya jika kita mendudukkan khilafah dari sisi keislaman terlebih dahulu. Bukan dari sisi yang lain (demokrasi/sekulerisme). Diperlukan pola berfikir konstruktif dan kejernihan hati dalam memahami ajaran Islam. Pada dasarnya seluruh ajaran Islam itu adalah Rahmatan lil ‘alamin. Islam tidak hanya menjelaskan dan mengatur urusan ibadah ritual saja. Islam memiliki aturan yang paripurna dalam seluruh aspek kehidupan.
Masyarakat selalu disuguhi contoh aturan-aturan islam yang ‘seram’ dibanding penjelasan dan manfaat dari penerapan syariat Islam. Contoh yang umum dijadikan momok menyeramkan adalah hukuman potong tangan bagi pencuri dan rajam bagi pezina. Sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan bagi seseorang yang tidak menyalahi aturan Islam, bahkan mereka akan berterimakasih dengan penerapan aturan dan hukuman dalam Islam. Hukuman hanya akan ditakuti oleh manusia yang menyalahi aturan.
Tidak hanya kalangan milenial yang mendukung ajaran khilafah, ulama dan kaum intelektual juga telah banyak memberikan penjelasan dan penguatan tentang urgensi dan kewajiban khilafah. Dan faktanya mereka bukanlah kader atau simpatisan HTI. Mereka memahami ajaran khilafah dari berbagai literatur dan fakta sejarah. Mereka yang menyebut diri sebagai milenial lebih terbuka (open mind) dan bukan tipe paranoid. Jika mereka mendapatkan doktrin tentang sesuatu (khilafah) maka tidak serta merta mereka percaya begitu saja sebelum mendapat bukti yang kuat. Justru dari rasa penasaran mereka terhadap ajaran yang dikatakan sesat tersebut mereka mendapat pencerahan tentang arti dan makna khilafah itu sendiri.
Jika syariah dan khilafah memang ajaran Islam, lantas mengapa masyarakat khususnya kaum muslim menentang ide tersebut?, perlu kita ketahui bahwa munculnya perdebatan itu terjadi setelah adanya langkah-langkah politik. Setelah pemerintah melalui Kemenkumham mencabut BHP HTI. Sebab memperjuangkan syariah dan khilafah lah yang akhirnya menjadi tuduhan. Selanjutnya, pemerintah senantiasa menyebarkan kebencian terhadap khilafah dan ajarannya, berikut dengan intelektual dan ulama untuk justifikasi tentang kesalahan ajaran khilafah.
Dibalik upaya memunculkan kengerian terhadap ajaran khilafah, ada banyak hal yang justru ditenggelamkan dari hadapan publik, yaitu tentang besarnya bahaya sekulerisme dan imperialisme yang nyata mengintai negeri ini. Ideologi Kapitalisme liberal yang diusung oleh Barat inilah yang sejatinya adalah ancaman. Ancaman ini sudah kian nyata, bukan sebatas baru potensi.
Dengan ideologi Kapitalisme liberal yang dipaksakan atas negeri ini, Barat memecah-belah Indonesia. Dengan alasan HAM dan demokrasi, Timor Timur lepas dari Indonesia. Upaya yang sama juga sedang mereka lakukan terhadap Papua. Ekonomi liberal saat ini telah menjadikan Indonesia berada diambang kebangkrutan, dengan hutang Negara mencapai Rp. 4 800 Triliun lebih.
Simak:
Tidak hanya itu, dengan ideologi liberal yang sekarang ini diterapkan di Indonesia, generasi muda kita terancam. Indikasinya adalah meningkatnya jumlah pemakai narkoba, pelaku seks bebas dan LGBT, pelacuran, dan kriminalitas lainnya. Semua ini akibat sistem liberal yang diterapkan di Indonesia.
Walhasil, siapa saja yang mau jujur melihat realitas ini, penerapan syariah dan Khilafah bukanlah ancaman. Syariah dan Khilafah justru merupakan rahmat bagi alam semesta. Sebaliknya, tak terbantahkan lagi, Kapitalisme telah menjadi ancaman nyata bagi negeri ini sehingga keberadaannya harus segera diakhiri. WalLâhu ‘alam.
*Penulis adalah pegiat Women Movement Institute