Politik

Ratusan Aktivis Milenial Tolak Politisasi Kampus

aktivis milenial, kaum milenial, politisasi kampus, uin sunan kalijaga, aktivis jogja, nusantaranews, nusantara news
Himpunan Aktivis Milenial (HAM) Indonesia menggelar pertemuan nasional di Gedung Teatrikal Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Yogyakarta – Himpunan Aktivis Milenial (HAM) Indonesia menggelar pertemuan dengan ratusan aktivis milenial yang mewakili berbagai daerah di Indonesia melalui Rembuk Nasional Aktivis Milenial di Gedung Teatrikal Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta.

Koordinator Nasional (Koornas) HAM Indonesia, Asep Irama menuturkan HAM Indonesia muncul atas keresahan dirinya bersama aktivis milenial lainnya tentang situasi bangsa dan realitas politik mutaakhir yang berpotensi merusak masa depan demokrasi Indonesia.

Mirisnya, kata Asep, kelompok milenial yang seharusnya menjadi pioner dan wadah pencerahan publik, justru terjebak dalam masifnya informasi hoaks dan fitnah, yang berpotensi merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam situasi inilah, Asep melalui HAM Indonesia berusaha merevitalisasi peran dan tanggung jawab milenial dalam ikut serta dan ambil tempat untuk menyelesaikan masalah kebangsaan.

“Atas dasar itulah, bersama beberapa aktivis lainnya, HAM Indonesia resmi dideklarasikan, yang diproyeksikan sebagai wadah perjuangan sekaligus upaya membangun kesadaran bersama bahwa milenial punya peran dan tanggung jawab besar dalam memperbaiki persoalan kebangsaan,” kata Asep melalui keterangan tertulis, Senin (24/9).

Baca Juga:  Pleno Kabupaten Nunukan: Ini Hasil Perolehan Suara Pemilu 2024 Untuk Caleg Provinsi Kaltara

Asep juga menyinggung soal demografi pemilih milenial di Indonesia yang mencapai proporsi 40% dari total pemilih. Tentu saja, hal ini menurut Asep menjadi lahan empuk sejumlah elite kepentingan untuk mengantongi suara pemilih tengah itu dalam setiap kontestasi politik.

“Bahkan, kecenderungan aktivitas kalangan milenial yang serba digital justru dimanfaatkan sebagai senjata untuk saling menjatuhkan. Buktinya, ujaran kebencian dan SARA di media sosial banyak dilakukan oleh kalangan milenial,” kata dia.

“Kegaduhan di media sosial dipicu karena basis sosial politik netizen tidak dibarengi dengan pendidikan politik yang menyeluruh. Karena itu, Deklarasi Nasional dibentuk sebagai forum konsensus sejumlah perwakilan dan kantong komunitas milenial lintas disiplin untuk membangun partisipasi yang tidak sekadar ikut-ikutan, tetapi karena landasan ide yang jelas,” terang Asep.

Oleh karena itu, kegiatan pendidikan politik dan usaha berjejaring ini akan terus dilanjutkan di sejumlah provinsi di Indonesia.

“Secara politik, Rembuk Nasional ini dibentuk karena kecemasan atas menipisnya pendidikan politik kalangan milenial di Indonesia,” demikian Asep.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar Paripurna Laporan LKPJ Bupati TA 2023

Usulkan Lima Poin Deklarasi

Sementara itu, Rembuk Nasional Aktivis Milenial menghasilkan lima rekomendasi sebagai bentuk partisipasi kalangan milenial jelang Pemilu 2019 yang dibacakan masing-masing. Pertama, menolak secara tegas politisasi kampus. Kedua, menolak pemimpin dengan rekam jejak kejahatan HAM masa lalu.

Ketiga, mengawal partisipasi politik perempuan milenial. Keempat, menolak dengan tegas politik identitas dan politisasi agama. Kelima, menciptakan ruang publik virtual yang demokratis, santun, dan menyejukkan.

Adapun poin-poin deklarasi dibacakan masing-masing delegator yang mewakili kantong-kantong milenial.

“Kampus adalah ruang akademik yang mesti bersih dari segala kepentingan politik praktis. Itulah sebabnya, kami menolak dan mengutuk keras ketika kampus menjadi intrumen politik kandidat tertentu dalam Pemilu 2019 mendatang. Kampus merupakan tempat suci yang haram hukumnya diseret dalam kepentingan politik sesaat,” tegas Faiz Rifki saat ikut memaparkan poin deklarasi.

Sekretaris Jenderal HAM Indonesia Muchlas Jaelani, yang juga jadi salah satu deklarator, mengatakan, pihaknya menolak calon pemimpin yang punya rekam jejak kejahatan HAM. Sebab, demokrasi substansinya adalah konstitusi. Dan isi konstitusi separuhnya adalah HAM. Dengan demikian, HAM adalah induk dari konstitusi.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menang Telak di Jawa Timur, Gus Fawait: Partisipasi Milenial di Pemilu Melonjak

“Apa yang kita dapat (dari penolakan pemimpin yang punya rekam jejak kejahatan HAM) HAM itu bukan nasi yang bisa dibeli. HAM itu adalah sesuatu yang given,” jelas Muchlas. (mj/rfk/asp)

Editor: Novi Hildani

Related Posts

1 of 3,149