Kolom

Kasihan Bangsa-Ku, Miskin Rasa Hayat Sejarah dan Peradaban

NusantaraNews.co – Dalam kemiskinan rasa hayat sejarah dan peradaban, kita menjumpai missink link, keterlepasan masa silam gilang gemilang. Akibatnya, kita tertatih-tatih menyiapkan “titik berangkat” dan merenda masa depan. Makin hari benturan antar anak bangsa makin terasa, ganti harti ganti masalah, ganti masalah timbul masalah baru.

Kita menerima takzim disebut bangsa muda, hanya karena ketika Inggris bikin maklumat Magna Charta (1215) yang membatasi monarkhi, sementara kerajaan Singasari baru hendak berdiri. Saat Eropa dilanda renaisans, kita masih mendekap mistis dan takhayul.

Rendah diri ini menyesatkan. Kita punya Borobudur dan banyak prasasti adiluhung hasil olah karsa leluhur bahkan dibilang karya para Nabi, Rakyatnya tidak percaya. Juga Sriwijaya dan Majapahit, bukti eksistensi daulat Maritim Nusantara jauh sebelum Britania Raya menguasai dunia. Tidak dijadikan energi penggerak hanya dijadikan slogan presentasi.

Kita kedodoran meneruskan peran pemersatu Negara-negara bekas jajahan melanjutkan Kiprah Bung Karno memimpin KAA dan menawarkan Pancasila di PBB (To Build the World A New, New York 1960). Semua kejayaan itu seolah onggokan artefak, beku dilorong gelap sejarah. Singkatnya kita terjebak kebodohan kolektif yang bermula dari kemiskinan karakter, sengkarut bernegara, akhirnya kesulitan melakukan transformasi paradigmatic dan aksi.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Pembodohan sejarah dan kepentingan kekuasaan adalah pelajaran yang menyakitkan yang bisa membawah kehancuran bangsa ini. Kita enggan mengungkap “Api” kedaulatan dan sukarela masuk dalam pusaran globalisasi. Padahal sejatinya kita punya modal untuk kemajuan mandiri sebagai bangsa yang berdaulat seperti halnya bangsa lain yang telah maju yang tak pernah kompromi dalam meneguhkan kepentingan Nasionalnya.

Kita butuh banyak figur dengan karakteristik enabler bukan provider, leader bukan dealer, pemimpin bukan pembesar. Negarawan otentik dengan visa melanting kedepan, bukan kontestan yang menjual keajaiban. Konfigurasi tantangan dan beban negara menghendaki ekspresi keteguhan sikap, keputusan dan tindakan yang menyatukan visi besar bersama, bukan malah memperkeruh suasana.

Penulis: Mbah Salim

Related Posts

1 of 9