Budaya / SeniCerpen

Kakek dan Kenangan yang tak Juga Hilang

Cerpen : Danang Febriansyah

Ketukan drum yang rancak dan tepukan tangan yang berirama memastikan tiap orang yang mendengarnya akan ikut bergoyang, setidaknya mengangguk-anggukkan kepalanya atau sekedar menghentak-hentakkan kaki.

You, doin’ that thing you do.

Breaking my heart into a million pieces

Like you always do …

Irama musik That Thing You Do begitu rancak. Rock and Roll yang di terbangkan The Beatles mendapatkan pesaing hebat. The Wonders!

Aku memulai cerita pada teman-temanku.

***

“Jadi kakek benar-benar hebat.” Aku begitu terpesona dengan apa yang dikatakan ayah dari ayahku.

“Kau orang yang kesekian juta kali yang berkata demikian. Namun satu dari dua orang yang istimewa yang mengatakannya,” sahut kakek bersemangat.

“Siapa lagi?”

“Nenekmu.”

Aku benar-benar terpana. Meskipun baru beranjak memasuki SMP, tapi lagu yang kakek putarkan itu benar-benar menghipnotisku.

Lagu rock and roll yang diputar kakek dari piringan hitamnya yang masih bisa dipakai itu mengetuk gendang telingaku.

 … And you, don’t mean to be cruel

You never even knew about the heartache

I’ve been going through …

Lirik itu membuatku membayangkan betapa banyak orang yang memuja kakek saat itu. Aku meliriknya, ia menyesap cokelat panas yang kubuatkan tadi. Sebagai imbalannya, aku diceritakan masa mudanya yang menggelora itu. Menumbuhkan semangatku.

“Saat itu kakekmu ini berumur 20 dan menjaga toko musik. Ya ampun, cita-cita kakekmu ini menjadi musisi jazz pupus saat harus bekerja di toko musik itu. Namun ada pemuda-pemuda gila yang mengajakku bermain band. Gila! Band mereka band balada, jelas itu berbeda dengan jazz, bagaimana bisa menyatu? Tapi James Mattingly atau Jimmy, Leonard Haise yang biasa kami panggil Lenny dan bassisnya sukses mengajak kakekmu ini untuk bergabung menabuh drum.

Kalau ada yang lain, mereka tentu tidak mengajakku. Jiwa kakekmu ini benar-benar jazz. Drummer jazz. Tapi ini mendesak, setelah drummer mereka terdahulu kecelakaan yang akhirnya mereka kehilangan seorang drummer. Mereka sangat membutuhkan drummer untuk ajang pencarian bakat saat itu. Dan jadilah aku bersama mereka. Jimmy sebagai vokalis dan pemain gitar, Lenny sebagai backing vokal dan pemain gitar, seorang pemain bass yang bercita-cita menjadi marinir dan aku, drummer.”

 … Well, I try to forget you, girl

But it’s just so hard to do

Every time you do that thing you do …

Lagu itu, gebukan drum kakek saat itu benar-benar eksotis. Tak ada sehebat dia. Aku makin terobsesi mendirikan sebuah band, dan aku drummernya, seperti kakek.

“Lalu apa nama band kakek?”

“The Oneders.”

“Nama yang sudah diucapkan.”

“Itu nama diberikan oleh Faye, pacarnya Jimmy. Gadis cantik yang pertama kali membuat kakekmu ini terpesona. Jimmy telah salah mengajakku bergabung dalam bandnya. Sebab Gadis itu telah mengikat hati kakekmu ini. Tapi aku belum berani terang-terangan.”

“Kakek gila juga ya?”

Kakekku itu malah terkekeh. Tertawa bangga mengenang masa lalunya. Cokelat panas kembali disesapnya.

“Tidak. Tidak. Meski kakek menyukai Faye, tapi kakek tidak sejahat itu. Faye kami jadikan penata kostum.”

I know all the games you play

And I’m gonna find a way to let you know

That you’ll mine someday …

“Kek, aku tidak tertarik dengan cerita cinta kakek. Aku ingin dengar band kakek The One … The Wan … The Won …” Aku garuk-garuk kepala mengeja nama band kakek itu.

“The Oneders.” Kakek memotong cepat.

“Tuh kan susah diejanya.”

Hanya dijawab tawa kakek.

“Kau tahu, penampilan pertama itu, kakeklah yang paling berjasa melambungkan nama The Oneders. Gara-gara kakekmu ini grogi tampil di atas panggung pertama kali, irama That Thing You Do yang balada itu malah jadinya Rock and Roll. Makanya ketukan drum jadi cepat, menghentak, yang pasti bikin pendengar jingkrak-jingkrak.”

“Respon teman-teman kakek?”

“Masak sih di atas panggung mereka akan protes? Memang Jimmy, Lenny langsung menoleh ke belakang, di balik drum kakek asyik sendiri dengan tabuhan drum. Tapi si pemain bass, entah lupa namanya kakekmu ini mengikuti irama drum. Jadi mau tak mau Jimmy dan Lenny mengikuti juga irama lagu yang jadi rock and roll itu.”

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

“Wah kakek hebat, kakek orang yang berpengaruh.”

“Ya, salah satu ciri pemimpin adalah bisa mempengaruhi orang lain.” Kakek kembali terkekeh.

Lalu mengambil minuman cokelatnya. Tapi rupanya cangkir itu sudah tandas. Dia melirikku, mengacungkan cangkir itu padaku agar membuatkan cokelat lagi. Aku merajuk. Ceritanya belum usai.

“Aku tak akan melanjutkan kisah itu kalau tak ada secangkir cokelat panas di sini.”

Aku luluh, aku terima cangkir itu dan berlalu membuatkan cokelat permintaan kakek. Kakek memang pandai mempengaruhi.

… ‘Cause we could be happy, can’t you see?

If you’d only let me be the one to hold you

And keep you here with me …

Aku kembali dengan secangkir cokelat panas untuk kakek, piringan hitam kembali mengulang lagu kebanggaan kakek, That Thing You Do.

Kakek menikmati cokelat itu, sampai lupa melanjutkan cerita. Aku masih menunggu. Kakek meletakkan cangkir. Pandangannya lalu menerawang ke langit-langit rumah.

“Pennsylvania…” gumamnya nyaris tak terdengar.

Aku masih menunggu kelanjutannya. Pemain band. Itu cita-citaku yang rupanya telah dilakukan oleh kakek. Tak salah kakek tiba-tiba menjadi idolaku saat meceritakan kisah masa lalunya itu. Tentu masa lalu yang dipenuhi pertanyaan olehku.

“Di kota itu semua gemerlap yang mengubah hidupku berawal.”

Aku tidak berminat mengganggu kakek mengenang masa lalunya, aku hanya diam bersabar menunggu apa yang akan dikatakannya. Tapi rasa penasaranku mengalahkan semuanya.

“Kenapa kakek bisa sampai kota itu?”

“Beasiswa, cucuku. Kakek dapat beasiswa untuk sekolah di sana, di Amerika. Makanya kamu sekolah yang pinter, biar dapet beasiswa dan sekolah di luar negeri juga.”

Aku mengangguk saja. Lalu menunggu kakek memperdengarkan kisah masa lalunya.

 … ‘Cause I try and try to forget you, girl

But it’s just so hard to do

Every time you do that thing you do …

Lagu yang diputar seperti menjadi backsound dari cerita kekek.

“Hal yang kulakukan… adalah menjadi diriku sendiri. Pada akhirnya aku duduk di belakang perangkat drum yang disediakan panitia pencari bakat.” Kakek menghela napas. “Wow … stik drum sudah kugenggam. Ini panggungku. Aku memulai dengan ketukan stik drum, menandai dimulainya lagu kami. That Thing You Do…”

Kakek kemudian tertawa. Aku hanya senyum saja. Menghargai tawa kakek, meski aku tak tahu apa yang ditertawakannya.

“Kau tahu apa yang dilakukan Jimmy, Lenny dan pemain bass kami saat drum aku gebuk dengan irama Rock and Roll?” Kakek tertawa lagi. “Mereka melihat kakek dengan tatapan bingung, ‘ini lagu Balada, ketukan drum kamu salah’ mungkin begitu dalam pikirannya. Tapi apa boleh buat, drum sudah kugebuk, mereka mau tidak mau harus mengikuti.”

Kakek tertawa lagi, lalu mengambil cangkir cokelat di depannya, menyesapnya lagi.

“Dan kau tahu, dari balik panggung, pacar Jimmy tersenyum melihat ulah kakekmu ini. Itu menyenangkan sekali.”

Aku tidak tertarik kisah pacar Jimmy itu. Aku ingin jadi pemain band, jadi aku lebih tertarik kisah kakek tentang band-nya. Biar teman-temanku merasa iri denganku, mereka akan memberi aplaus saat kuceritakan kisah hebat ini.

… I don’t ask a lot, girl

But I know one thing’s for sure

It’s the love I haven’t got girl

And I just can’t take it anymore …

Lagu That Thing You Do berputar ulang dari piringan hitam kakek. Larik demi larik cukup memikat di telingaku. Meski aku baru beranjak remaja, tapi lagu itu cukup menarik perhatianku, ditambah cerita hebat kakek sebagai seorang musisi.

“Dan That Thing You Do memukau juri dan para penonton. Tak tanggung-tanggung The Oneders menjadi juara, berkat Rock and Roll. Saat itu musik Rock and Roll ditolak para pemuka agama di sana. Kata rohaniawan itu musik setan.” Kakek tertawa lagi, mencibir olok-olok sebagai musik setan. “Hadiah seratus dolar ada di tangan kami. Ini kemenangan yang sensasional, karena kecelakaan ketukan drum.” Air mata kakek sampai menetes saat tertawa mengenang kemenangannya itu.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

“Ada kelanjutannya setelah kemenangan itu?”

“Tentu. Pintu The Oneders terbuka lebar. Cafe dan restauran mengantri agar kami bisa manggung di tempat mereka. Dan kebanggaan bagi kami saat stasiun radio lokal mulai memutar That Thing You Do. Kau juga akan bangga jika saat itu kau merasakan lagu kami sangat sering diputar. Akibatnya label rekaman besar A & R sampai rela menyuruh manajer handal mereka menemui kami. Mr. White, manajer itu menawarkan kepada kami untuk bergabung dalam anak perusahaan A & R, Play Tone Records. Kau bisa baca di sampul piringan hitam itu.

Dan kau yang susah mengeja nama The Oneders, cucuku, kini tak lagi kesusahan. Mr White mengubah nama The Oneders menjadi The Wonders. Rupanya Mr. White juga kekusahan mengeja nama itu, nama yang tidak menjual katanya.

Mr White punya pikiran ke depan, maklum dia sangat berpengalaman menangani band-band baru seperti kami. Dia memerlukan manajer tour buat kami, dia tahu apa yang kami butuhkan, bahkan kami tidak berpikiran sejauh itu. Lalu Faye, pacar Jimmy si vokalis itu yang jadi manajer tour kami.”

Pikiranku berkelana ke tahun 1964, ketika band kakek berjaya.

“Kau lihat kaca mata hitam itu?” Kakek menunjuk sebuah kaca mata hitam klasik yang tergeletak di meja baca kakek. “Itu kacamata pemberian Mr. White pada kakek, dan sejak saat itulah kacamata hitam adalah ciri khas kakek. Jauh sebelum band Indonesia, Radja lahir.” Kakek tertawa lagi, kakek tahu juga band idola ayahku, aku tersenyum.

… ‘Cause we could be happy, can’t you see?

If you’d only let me be the one to hold you

And keep you here with me …

Lagu yang terus terngiang dan cerita kakek ini membakar semangatku agar keinginanku mendirikan sebuah band cepat terwujud.

“Kami pun membuat album, bukan cuma single seperti band-band sekarang, cuma bisa bikin lagu sebiji saja merasa besar, legend dan menjadi sombong. Tidak, kami bikin album. Lagu andalan tentu That Thing You Do, dan sebuah lagu lain Little Wild One yang juga menjadi andalan. Meski kehebohan That Thing You Do susah tertandingi.

Tak hanya di situ, cucuku. The Wonders meroket, sibuk. Tak ada waktu buat istirahat. That Thing You Do menjadi pemuncak dalam tangga lagu Billboard. Kami dipuncak karier dalam waktu yang cukup cepat. Kami pernah menjadi band pembuka band The Supremes, band yang cukup legendaris saat itu. Namun karena That Thing You Do juga, status sebagai band pembuka itu hanya seperti iklan dalam TV, singkat. Karena kami melesat sebagai bintang di Amerika. Yang saat itu dijejali oleh The Beatles yang menjadi fenomena dalam dunia musik. Tak pelak, kami lalu digadang-gadang oleh pengamat musik sebagai pesaing berat The Beatles.

… ‘Cause it hurts me so just to see you go

Around wit someone new

And if I know you, you’re doin’ that thing

Everyday just doin’ that thing

I cant’ take you doing that thing you do …

Aku membiarkan kakek bersenandung lagunya. Kakek sangat bersemangat dalam bercerita. Mungkin karena mengenang masa lalu menjadi seorang idola atau karena aku setia mendengarkannya dengan baik.

Ia melanjutkan cerita mudanya setelah menandaskan minuman cokelat dalam cangkir porselennya.

“Kami benar-benar sibuk. Bayangkan, tour keliling Amerika. Bukankah itu luar biasa bagi band pemula seperti kami. Dielu-elukan banyak orang, tak pelak, pipi kakek memerah karena banyak yang mencubitnya. Kacamata hitam kakek bahkan pernah direbut penggemar, tapi segera diambil kembali oleh petugas keamanan. Saat itu, kacamata pemberian Mr. White tak lagi kupakai, aku mengenakan duplikatnya saja. Benar-benar capek menjadi idola itu.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Dampak lain dari terkenal adalah tawaran bermain dalam sebuah film. Seingat kakek, itu film bertema pantai, Weekend at Party Pier kalau nggak salah judulnya. Namun di sinilah The Wonders memulai keretakannya. Pemain bass kami yang memang bercita-cita menjadi marinir, bertemu para marinir di pantai. Dia pun menghilang tanpa kami ketahui kabarnya, mungkin melanjutkan cita-citanya sebagai marinir.

Padahal saat itu kami juga harus datang di acara talkshow secara live. Kau tahu, itu acara talkshow yang sangat diimpikan oleh banyak selebritis. Kami sangat beruntung diundang dalam acara itu. The Hollywood Television Showcase nama talkshow paling populer saat itu.

Tapi apa kata dunia saat kami kehilangan pemain bass? Namun, ah rupanya talkshow tetap berlangsung dengan baik meski kami baru saja merekrut bassis yang baru.

Kelegaan setelah mendapatkan pengganti bassis ternyata hanya sekejap mata. Mencapai puncak dalam waktu cepat rupanya juga berlaku sebaliknya, bahkan menukik lebih cepat. Kami jatuh berdebam. BAM!” Kakek setengah berteriak membuatku terlonjak.

“Perpecahan yang lebih besar terjadi. Ego kami yang masih muda-muda ini tidak bisa ditolerir. Ditambah kisah cinta Jimmy dan Faye yang juga mengalami keretakan. Meski bagiku itu sebuah anugerah. Jimmy menjalin cinta dengan sekretaris di A & R. Faye pun yang sebelumnya dalam kesibukan kami jarang mendapat perhatian Jimmy, kini makin putus asa. Kakekmu ini dengan sok pahlawan menjadi pengobat sakit hati Faye. Sampai kini, nenekmu Faye masih bersama kakek.

Perpecahan itu semakin dimantapkan oleh Mr. White, sebagai manajer, dia sudah tak mampu lagi menjalani peran secara maksimal.

Dan selesai. Sekali naik dengan cepat, turunpun juga tak kalah cepat. 1 album 1 fenonema, bukankah itu ajaib? Sesuai dengan nama band kami, The Wonders.” Kakek menghela napas, merapikan rambut berubannya dengan kedua tangan.

“Lalu setelah The Wonders bubar, kemana para personelnya?” tanyaku penasaran.

“Jimmy kembali ke jiwanya, meneruskan karier sebagai penulis lagu-lagu balada. Aku meneruskan langkahku yang terhenti sebagai musisi jazz, bermain dari satu band ke band lain dan menjadi guru musik untuk melanjutkan hidup di sana.”

Aku menatap wajah kakek yang memang masih menyisakan ketampanan. Kakek telah membuatku bangga.

***

Teman-temanku di sekolah yang kuceritakan kisah hebat kakek semua terkagum-kagum. Aku bangga, hingga salah seorang teman menyeletuk.

“Bukankah nama kakekmu itu Giyo?”

Aku mengangguk, masih merasa bangga dengan cerita yang baru kuperdengarkan.

“Setahuku, drummer The Wonders itu bukan Giyo, tapi Guy Petterson.”

Aku menelan ludah.

“Dan, The Wonders itu, ‘kan?”

Pandangan teman-teman yang lain tajam padaku.

-selesai-

 

Danang Febriansyah, belajar menulis di FLP Soloraya dan Komunitas Sastra Alit Solo. Mengelola taman baca dan tergabung dalam Forum Taman Bacaan Masyarakat (Forum TBM) Wonogiri. Karya-karya tersiar di sejumlah media seperti Radar Mojokerto, Joglosemar, Solopos, Koran Muria, Koran Pantura, Majalah Hadila, Majalah Serambi Al-Muayyad, Merah Putih Pos 2016. Juga termaktub dalam besejumlah antologi Antologi Cerpen “Joglo 4 : Cerpenis Terpilih” (TBJT 2007), Antologi Cerpen “Love Never Fails #3” (nulisbuku.com, 2014), Antologi Cerpen “Joglo 15 : Botol-botol Berisi Senja” (Taman Budaya Jawa Tengah, 2007) Antologi Cerpen “Temukan Warna Hijau” (Elex Media Komputindo, 2014), Antologi Puisi “Jendela dari Koloni” (Taman Budaya jawa Tengah, 2015), Antologi Puisi “Luka-luka Bangsa” (Pangaro Media Utama, 2015) dan Novellet “Lot & Purple Hole” (Elex Media Komputindo, Agustus 2015).

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 49