NUSANTARANEWS.CO – Wacana pemerintah yang akan menaikkan harga rokok hingga mencapai Rp50 ribu/bungkus menurut Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan harus ditolak. Heri mengungkapkan, bahwa bila kebijakan itu disetujui, maka akan banyak pabrik yang tutup, terutama pabrik rokok kretek yang sebetulnya sudah sangat tertekan oleh serbuan rokok luar. Jika hal itu, dibiarkan, lanjut Heri, maka berimbas pada munculnya pengangguran baru, dan kelompok miskin baru.
“Untuk diketahui, tahun 2014 saja, industri rokok melibatkan 5,98 juta pekerja yang terdiri dari 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur, plus 1,7 juta pekerja di sektor perkebunan. Sementara itu, jumlah pabrik rokok yang semula 4.669 telah berkurang menjadi 700 pada 2015 akibat kebijakan yang beberapa tahun belakangan,” ungkapnya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (29/8/2016).
Heri mengatakan, terganggunya struktur industri rokok sudah pasti akan berdampak pada penerimaan cukai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tahun 2015 saja, menurut Heri, tercatat penerimaan cukai negara sebesar Rp144,6 triliun dan 96,4%-nya adalah sumbangan dari cukai rokok. “Ini jauh lebih tinggi dari kontribusi deviden BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang hanya mencapai Rp37 triliun,” ujarnya.
Bahkan, Heri menyebutkan, tanpa dinaikkan saja, penerimaan negara dari cukai rokok sudah mulai menurun akibat berbagai kebijakan yang ada, termasuk peredaran rokok illegal yang sudah mencapai 11,7% yang sudah merugikan negara sekitar Rp9 triliun.
“Akibatnya, penerimaan cukai di kuartal I-2016 turun 67% dari kuartal I-2015 atau menjadi hanya Rp7,9 triliun dari yang tadinya sebesar Rp24,1 triliun,” kata Politisi dari Partai Gerindra itu.
Di samping itu, Heri menambahkan, kenaikan harga rokok tidak otomatis akan membuat perokok berhenti merokok. Yang paling mungkin terjadi adalah perokok-perokok itu akan beralih ke yang lain.
“Lebih-lebih kita tahu peredaran rokok ilegal naik drastis. Ini justru akan mencuatkan masalah baru,” ungkapnya lagi. (Deni)