NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Aktivis 98 Haris Rusli Motti menegaskan bahwa, revolusi 1945 di Indonesia bukan revolusi sosial, agama, bukan pula revolusi ideologi. Revolusi 1945 lahir dari sebuah perjuangan seluruh anak bangsa untuk membebaskan diri dari Penjajahan. Pelakunya tidak dari satu golongan atau satu agama tertentu. Tetapi dari seluruh eleman bangsa Indonesia. Dari yang beragama Islam, Kristen, Budha, Katolik, dan Hindu semua berjuang. Seluruh lapisan masyarakat, dari petani, buruh, nelayan, tentara hingga kaum tehnokrat ikut berjuang. Oleh karena itu, Pancasila dijadikan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Tidak bisa NKRI ini dirubah dasar negaranya dari pancasila menjadi Komunisme atau khilafah. Jadi, Indonesia tidak bisa menggunakan sistem seperti yang diterapkan di Prancis atau Jerman. Sebab, Indonesia memiliki sejarah perjuangannya sendiri,” kata Haris saat menjadi salah satu Narasumber dalam Diskusi Publik yang diinisiasi nusantaranews.co bertajuk “Membedah Agenda Politik Komunisme dan Khilafah di Pilpres 2019”, di kawasa Ciniki, Sabtu (13/10/2018).
Baca Juga:
- Menguji Kebenaran Agenda Politik Komunisme dan Khilafah di Pilpres 2019
- Diskusi Publik 13 Oktober: Menelisik Agenda Politik Komunisme dan Khilafah di Pilpres 2019
- Jokowi Terus Dibayangi Isu Komunisme dalam Pemberitaan di Media Cetak
Akan tetapi, tanya Haris, kenapa bangsa Indonesia justru terus bertikai oleh sebuah ideologi impor yaitu komunisme atau khilafah? Atas pertanyaan tersebut, ia terus mendengungkan gagasan solutif untuk mengakhirinya.
“Kalau kita mau mengakhiri pertikaian ideologis seperti ini–saya berkali-kali menekan di forum-forum–cobalah kita koreksi sistem di era reformasi seperti sekarang. Sebagai biang keladi dan sebagai macam masalah belaka,” hemat Haris.
Menurut pengamatan Haris, tidak ada di negara mana pun, misal di Amerika, pemerintah mengadu-domba rakyatnya, yang ada adu domba hanya di Indonesia. Malaysia dan Singapura, lanjutnya, tidak ada pemerintah yang mengadu-domba rakyatnya.
Baca: Haris Ke Boni Hargens: Sampaikan Pada Jokowi, Negara Ini Bisa Bubar
“Hal tersebut terus menerus kita rawat proses adu domba antara sesama anak bangsa ini. Jadi, kata Haris, supaya ke depan ini lebih memberi harapan bagi kehidupan bangsa dan negara ini, sekali lagi saya tekankan kembalilah ke UUD 1945. Lalu kita adendum secara waras dan rasional,” tegasnya.
Haris juga menyinggung bahwa, tidak ada yang salah dari para pendiri bangsa ini. Justru para penerus bangsa sendiri yang membuat perjalanan Indonesia menjadi terseok-seok lantaran hanya menjadi anak bangsa yang merasa paling pintar.
Simak:
- Membuka Ruang Cela Khilafah HTI
- Menakar Polemik Gagasan Khilafah
- Rais Aam PBNU Pertegas Republik Indonesia Tanpa Sistem Khilafah
“Tidak ada yang salah dari para pendiri bangsa ini. Kita ini yang sok pintar. Sekolah di Amerika, sekolah di Eropa, setelah pulang merasa menjadi yang paling pintar. 20 tahun reformasi Indonesia bisa bubar malah. Inilah karya kita,” ujarnya.
Lebih lanjut Haris menekankan kepada prajurit TNI, Intelejen Negera, Pamuda dan seluruh anak bangsa untuk kembali ke akarnya masing-masing. Prajurit TNI kembalu setia pada Sumpah Prajurit dan Sapta Marga. Intelejen kembali kepada sumber intelejen negara. Pemuda kembali pada Sumpah Pemuda. Dan semua kembali pada Pancasila.
Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.