NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Setiap tanggal 24 September diperingati sebagai hari tani nasional. Hal itu lantaran pada tanggal tersebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 mulai diundangkan. Tanggal 24 September 2017, peringatan Hari Tani Nasional sudah mencapai 57 tahun.
Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN) Ahmad Rifai menganggap bahwa saat ini dibutuhkan lahirnya Undang-Undang (UU) yang mendorong terwujudnya reforma agraria seperti yang dicita-citakan oleh UUPA 5/1960.
“UU ini merupakan manifestasi dari UUPA 5/1960 yang disesuaikan dengan kondisi agraria saat ini,” kata Rifai dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (23/9/2017).
Menurut Rifai, UU yang berkaitan dengan agraria saat ini menghambat pelaksanaan reforma agraria. Pasalnya, peraturan tersebut tidak membatasi kepemilikan korporasi dan individu dalam menguasai tanah.
- Membaca Ulang Perang Asimetris di Indonesia
- Meikarta Masih Terus Dipersoalkan
- Swasembada Pangan
- Keadilan Tidak Datang Dari Langit
- Tanah Untuk Rakyat, Jadi Petani itu Bahagia
- Tanah Dikuasai Taipan, AEPI: Inilah Pemicu Konflik di Masyarakat
- Membiarkan Tanah Dikuasai Asing, Bentuk Makar Pemerintah Pada Rakyat
- Penganiayaan Rohingya Lebih Disebabkan Kepentingan Bisnis Ketimbang Agama
Bahkan, selama ini negara terkesan melindungi korporasi dan individu tertentu untuk menguasai tanah di Indonesia. Sehingga petani semakin tersingkirkan dari tanahnya sendiri.
“Negara malah melindungi korporasi dan orang-orang kaya dalam menguasai tanah, sehingga petani harus menjadi korban,” ujar Rifai.
Bagi Rifai, lahirnya UU baru ini untuk menjamin bahwa tanah digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal itu dapat dilakukan dengan membatasi korporasi dan individu dalam kepemilikan tanah.
Selain itu, tambahnya, harus ada juga peraturan yang membatasi ekspolitasi terhadap kekayaan alam bawah tanah. “Eksploitasi sumber daya alam saat ini menjadi penyebab utama terjadinya konflik agraria yang melibatkan korporasi dan petani,” paparnya.
Ia juga menekankan pentingnya kedaulatan pangan nasional, yakni dengan melibatkan rakyat dalam menentukan kebijakan pangan.
“Harus dibentuk Dewan Tani yang terdiri dari Dewan Kedaulatan Pangan, Dewan Penetapan Harga Pangan, dan lembaga-lembaga agraria lainnya,” tutupnya.
Bangun persatuan nasional, wujudkan kesejahteraan sosial, menangkan Pancasila. Tanah, modal, teknologi modern, murah massal untuk pertanian kolektif di bawah kontrol dewan tani. (ed)
(Editor: Eriec Dieda)