Ekonomi

Ekonom: Rupiah Akan Terus Melemah

keterangan pers bersama, perekonomian indonesia, propaganda ekonomi, fuad bawazier, ancaman krisis, skandal keuangan, skandal ekonomi, defisit transaksi berjalan, kementerian keuangan, ojk, bi, lps, kementerian perekonomian, kondisi perekonomian nasional, tahun politik, nusantaranews
Kurs rupiah terhadap dolar terus mengalami penurunan drastis, apakah Indonesia dilanda krisis ekonomi? (Foto: Ilustrasi/Ist)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat ekonomi Fuad Bawazier menuturkan dirinya sudah berkali-kali mengingatkan dan menuliskan bahwa sepanjang tahun 2018 rupiah cenderung akan melemah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diketahui terus melemah, bahkan di awal ramadhan sudah mencapai angka 14 ribu per dolar AS. Pada 29 Juni kemarin bahkan sempat merosot ke angka 14.400 per dolar AS.

“Saya sudah berkali-kali mengingatkan dan menuliskan bahwa sepanjang tahun 2018 ini rupiah cenderung akan melemah. Mungkin saja ada waktu-waktu tertentu rupiah seperti menguat, tetapi itu hanya sementara saja dan selanjutnya akan melemah lagi. Jadi kalau ditarik garis lurus atau berjangka relatif panjang, pergerakan rupiah akan terus melemah,” kata Fuad dikutip dari keterangan tertulisnya, Jakarta, Sabtu (30//2018).

Menurutnya, kalaupun rupiah menguat itu sifatnya hanya sementara saja. Misalnya karena bunga rupiah dinaikkan atau dolar pas melemah karena faktor yang tidak ada hubungannya dengan ekonomi Indonesia, atau karena sedang ada intervensi di pasar valas oleh BI dan lain-lain.

Baca Juga:  Pertama di Indonesia, Pekerja Migran Diberangkatkan dari Pendopo Kabupaten

“Tetapi semua ‘obat kuat’ itu bukannya tidak berisiko. Naikkan bunga akan memberatkan perekonomian kita dan semakin sulit bersaing dengan negara lain. Intervensi valas akan menggerus cadangan devisa kita yang terus menurun. Karena inti melemahnya rupiah adalah supply dolar atau pemasukan dolar ke ekonomi Indonesia lebih kecil dari demand atau permintaan atau kebutuhan akan dolar, maka rupiah melemah. Dalam bahasa ekonominya adalah karena defisit transaksi berjalan Indonesia tahun ini diperkirakan USD 25Miliar. Defisit atau ketekoran inilah sumber utama melemahnya rupiah terhadap dolar,” jelas mantan Menteri Keuangan ini.

Baca juga: BI Angkat Bicara Soal Rupiah Melemah

Jadi, kata dia, jangan bingung atau terus menerus menyalahkan ekonomi global dan sebagainya. Defisit transaksi berjalan ini terjadi karena neraca perdagangan (ekspor minus impor barang dagangan) tanah air defisit. Begitu pula neraca transaksi jasa yang defisit.

Sebelumnya gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pelemahan rupiah terjadi akibat tekanan global. Hal itu dengan ditandai likuiditas global yang mengetat serta ketidakpastian pasar keuangan tetap tinggi, di tengah kenaikan pertumbuhan ekonomi global 2018 yang diprakirakan terus berlanjut.

Baca Juga:  Kemitraan Jobstreet by SEEK dan APTIKNAS Hadirkan Jutaan Lowongan Pekerjaan

Lebih lanjut Fuad mengatakan pemerintah menyoba menutupi defisit valas dengan banyak cara antara lain dengan menarik utang valas atau hot money lainnya.

“Ini bukan cara yang sehat dan bahkan bisa semakin terjerumus. Fundamental ekonomi yang lemah ini juga diikuti dengan defist APBN. Jadi praktis ekonomi Indonesia ini defisit atau tekor dari semua jurusan,” ujarnya.

Kemudian, utang valas pemerintah dan swasta termasuk BUMN yang konsisten naik tajam juga mulai mengkhawatirkan kreditur pada umumnya bahwa jangan-jangan kedepannya Indonesia akan kesulitan atau gagal bayar utang.

Baca juga: Hutang Luar Negeri Menumpuk, Siap-siap Terpuruk?

Di lain pihak, pasar juga melihat ketergantungan ekonomi Indonesia pada barang impor, terutama pangan dan energi yang mau tidak mau akan membutuhkan valas.

“Kalau mau melihat bagaimana lemahnya APBN kita dan ketergantungan kita pada impor (yang berarti perlu valas), saya punya 2 (dua) pertanyaan atau alat uji yang sederhana yaitu; apakah APBN bisa berjalan bila pemerintah tidak menarik utang baru dalam 2-3 bulan saja? Saya kira roda pemerintahan atau APBN akan collapse tanpa utang baru. Atau mampukah kita menyetop impor gandum yang de facto sudah menjadi pengganti pangan beras? Saya kira rakyat akan kesulitan atau bahkan kelaparan,” ungkap Fuad.

Baca Juga:  Bea Cukai Nunukan Lakukan Hibah dan Musnahkan Barang Ilegal Lainnya

Jadi bagaimana dengan kemandirian ekonomi yang dijanjikan pemerintah Jokowi ? “Saya kira sedang berjalan sebaliknya,” tambahnya.

Apalagi pemerintah, karena tahun politik, sedang getol-getolnya melaksanakan berbagai policy yang cenderung populis atau semacam kampanye demi kemenangan pilpres 2019. Pemborosan-pemborosan APBN demi popularitas di dalam negeri maupun luar negeri termasuk jadi tuan rumah pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia perlu ditinjau kembali.

“Tapi Itulah enaknya incumbent (petahana-red) yang bisa berkampanye legal dengan biaya negara yang menjadi beban pemerintah atau generasi yang akan datang,” sindir Fuad. (red/ed/nn)

Baca juga: Benarkah Keterangan Pers Bersama yang Dikeluarkan Pemerintah Sebuah Propaganda?

Editor: Gendon Wibisono & Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,051