OpiniRubrika

Peringatan Harganas: Peran Keluarga dan Masyarakat Menanamkan Pancasila

NUSANTARANEWS.CO – Pada 29 Juni 2018, Indonesia merayakan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXV. Peringatan Harganas ini berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 39 tahun 2014 yang pada tahun ini mengusung tema “Hari Keluarga: Hari Kita Semua” dengan taglineCinta Keluarga Cinta Terencana”. Puncak Harganas tahun 2018 akan diselenggarakan di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 7 Juli 2018.

Peran keluarga, lewat Harganas menjadi kuat karena sangat strategis dalam membangun karakter bangsa dan utamanya menyukseskan pendidikan anak pada satuan pendidikannya. Keluarga dan masyarakat berperan strategis menyukseskan pendidikan anak di satuan pendidikan. Salah satu capaian kesuksesan pendidikan anak di satuan pendidikan itu adalah berjiwa pancasilias. Penanaman dan penguatan pendidikan Pancasila pada anak usia SD/MI, SMP/MTs, sampai SMA/SMK/MA sangat ditentukan pola dan iklim belajar dalam keluarga dan masyarakat.

Di era Revolusi Industri 4.0 ini, keluarga dan masyarakat sangat strategis menanamkan Pancasila sejak dini melalui hal-hal sederhana. Keluarga dan masyarakat menjadi mitra lembaga pendidikan formal untuk menyukseskan visi Kemdikbud, yaitu “Terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dengan berlandaskan gotong royong”. Hal itu sesuai rumus Tri Sentra Pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat) yang digagas Ki Hajar Dewantara (1889-1959).

Sinergitas dan penguatan Tri Sentra Pendidikan sangat strategis untuk menumbuhkembangkan capaian pembelajaran (learning outcomes) sesuai materi pelajaran. Mulai dari aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan), khususnya pada materi Pancasila.

Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan mengamanatkan keluarga dan masyarakat berperan menjadi “lembaga penyemai” pengetahuan dan karakter. Keluarga dan masyarakat menjadi elemen penting menanamkan Pancasila sesuai satuan pendidikan anak.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Saat ini kita dihadapkan pada tantangan era disruption (ketercerabutan) yang mewajibkan keluarga dan masyarakat membentengi anak-anak dari bahaya radikalisme. Hal ini bukan hanya framing media massa, namun memang riil. Penanaman Pancasila dalam keluarga dan lingkungan masyarakat menjadi ikhtiar menyukseskan pendidikan anak.

Pancasila di Era Revolusi Industri 4.0

Hari Lahir Pancasila tahun 2018 ini dirayakan selama tiga bulan dalam rangkaian Bulan Pancasila. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) merangkai Bulan Pancasila sejak 1 Juni sampai 18 Agustus 2018 bertajuk “Kita Pancasila Bersatu, Berbagi dan Berprestasi”.

Perayaan ini harus menguatkan nasionalisme. Sebab, tantangan era Revolusi Industri 4.0 ini tak hanya urusan data, teknologi, dan SDM, namun penjajahan dan ketahanan ideologi bangsa menjadi pekerjaan berat. Pola pendidikan Pancasila dalam keluarga dan sekolah harus direvolusi. Penanaman Pancasila harus kontekstual, sesuai zeitgeist (spirit zaman) yang bisa dikuatkan dalam keluarga dan masyarakat untuk menjadi mitra lembaga pendidikan formal.

Baca juga: Pendiri WEF: Harapan Saya Adalah Teknologi dan Generasi Muda

Dalam buku The Fourth Industrial Revolution, Klaus Martin Schwab (2017) mengenalkan istilah Revolusi Industri 4.0. Dari teori itu, dunia saat ini berada di awal revolusi yang mengubah cara hidup yang paling dasar.

Jika pendidikan Pancasila tak bisa menyesuaikan realitas sosial dan zaman, maka akan ditinggalkan anak-anak dan pemuda, baik usia SD sampai SMA. Keluarga dan masyarakat harus andil dan berperan menyukseskan penanaman nilai-nilai Pancasila sesuai satuan pendidikan anak.

Selama ini, pada jenjang SD-SMA belum spesifik pada penguatan Pancasila. Realitasnya, hanya ada mapel PPKN/PKN untuk SD-SMA. Untuk jenjang pendidikan tinggi ada dua mata kuliah, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Secara kuantitas, materi Pancasila harus dikuatkan untuk pemembangun generasi pancasilias, religus, dan nasionalis. Pola pendidikan Pancasila zaman now harus bisa menguatkan karakter pancasilais yang bisa dimulai dari keluarga dan masyarakat.

Baca Juga:  Rezim Kiev Wajibkan Tentara Terus Berperang

Peran Keluarga dan Masyarakat

Tantangan di zaman now jelas beda. Pendidikan Pancasila harus direvolusi untuk membangkitkan spirit nasionalisme dalam mengisi kemerdekaan. Pendidikan dalam keluarga dan masyarakat harus dikuatkan, karena belakangan terbukti ada teroris yang melibatkan anggota keluarga.

Pendidikan Pancasila, menurut Suhadi (2002: 1-2) merupakan usaha sadar dari masyarakat dan pemerintah berbekal Ilmu, Pengetahuan, Teknologi, Seni (IPTEKS) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, budaya, ideologi, dan nilai-nilai Pancasila. Kunci penanaman Pancasila dari konsep ini justru dari masyarakat yang di dalamnya ada unsur keluarga.

Pendidikan Pancasila wajib menyesuaikan era Revolusi Industri 4.0 yang menguatkan literasi baru (data, teknologi, SDM). Pola pendidikan Pancasila zaman now bisa diterapkan dengan beberapa pendekatan yang bisa digerakkan melalui keluarga dan masyarakat.

Pertama, penguatan peran keluarga dan masyarakat dalam memahami Pancasila secara konseptual dan implementasi. Anak-anak dalam keluarga bisa dikenalkan Pancasila dan lima sila di dalamnya melalui hal-hal sederhana. Misalnya lewat dongeng, cerita pahlawan, sejarah perjuangan merebut kemerdekaan, sastra anak, dan permainan tradisional yang semuanya itu berorientasi menguatkan nasionalisme.

Kedua, penanaman Pancasila dalam keluarga bisa dilakukan melalui alat modern seperti gawai, video Youtube, lagu-lagu daerah. Meski sederhana, anak-anak diajak berpikir tinggi berbasis high order thinking skill yang capaiannya pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan).

Ketiga, penanaman Pancasila berbasis e-learning. Orang tua terutama ibu harus bisa berinovasi dari strategi sampai media pembelajaran Pancasila dalam keluarga untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila berbasis siber, media sosial, dan layanan pesan (WhatsApp, Blackberry Messenger, Line). Benteng Pancasila sebenarnya sangat kuat dalam keluarga, baik itu untuk anak-anak SD/MI, bahkan sampai usia SMP-SMA.

Baca Juga:  Ketua IPNU Pragaan Mengkaji Fungsi Chat GPT: Jangan Sampai Masyarakat Pecah Karena Informasi Negatif

Keempat, sinergitas keluarga dan sekolah sesuai satuan pendidikan anak. Saat ini, teknologi berkembang pesat harus dimanfaatkan untuk mengawal, mengontrol, dan mengedukasi anak-anak. Keluarga bisa berkomunikasi dengan guru/sekolah dalam mengawal pendidikan anak sesuai satuan pendidikannya di luar jam pelajaran. Komunikasi itu bisa dibangun lewat grup WhatsApp, yang saling bertukar foto, video, atau informasi tentang perkembangan anak, khususnya dalam penanaman Pancasila.

Baca juga: Tafsir Pancasila Mana yang Sedang Berkuasa? Refleksi Mundurnya Yudi Latief dari Ketua BP Ideologi Pancasila

Kelima, masyarakat melalui ormas ramah seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhamamdiyah, organisasi PKK, karang taruna, bisa menggerakkan pendidikan Pancasila dengan metode penyatuan nilai religiositas dan nasionalisme. Nilai-nilai Pancasila sudah sesuai prinsip dan substansi Islam. Mulai dari ketuhanan (uluhiyah), kemanusiaan (insaniyah), persatuan (ukhuwah), kerakyatan (ra’iyah) dan keadilan (al-‘adalah). Bentuk kegiatannya bisa melalui sarasehan, dialog, atau seminar wawasan kebangsaan.

Mewujudkan pendidikan Pancasila zaman now membutuhkan sinergitas. Peran keluarga dan masyarakat sangat dinanti untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila. Tugas menanamkan Pancasila pada anak-anak usia SD/MI-SMA/SMK tak hanya dibebankan pada pemerintah, BPIP, Kemdikbud, Kemristek Dikti, lembaga pendidikan formal atau Ponpes saja. Namun, keluarga dan masyarakat berperan menanamkan Pancasila untuk menyukseskan visi Kemdikbud.

Keluarga dan masyarakat dalam pendidikan memang bukan segalanya. Namun, untuk menyukseskan pendidikan anak di satuan pendidikan bisa berawal dari sana!

Hamidulloh Ibda
Hamidulloh Ibda

Oleh: Hamidulloh Ibda, Dosen dan Kaprodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) STAINU Temanggung

Related Posts

1 of 3,050